Bali, yang dengan tepat disebut Bali Anka artinya tempat lahir orang-orang kuat, pada sebuah prasasti Bali disebut dalam suatu naskah Tiongkok sebagai P'o-li. Dikatakan bahwa yang memerintah P'o-li adalah seorang raja dari keluarga Kaundinya, dan dinyatakan bahwa beliau mengirim perutusan-perutusan diplomatik ke Tiongkok pada triwulan abad keenam M.
Sanjaya, penulis prasasti Cangala di Jawa Tengah (732 M), diakui dalam karya Jawa-Kuno yang terakhir sebagai tokoh yang merebut Bali bersama-sama dengan wilayah-wilayah di seberang lautan lainnya. Sejak abad kedelapan atau kesembilan M, bekas-bekas Buddhisme diketemukan di tempat itu yang mungkin berasal dari Sumatera atau Jawa karena mungkin dengan adanya hubungan yang langsung dengan India.
Prasasti pertama yang diberi tanggal itu menyebut seorang raja yang bernama Ugrasena (915-942), yang hidup sezaman dengan Raja Sindhok di Jawa Timur. (Suatu prasasti lebih awal (914 M), menunjuk kepada Adhipati Sri Kesariwarma). Seperti dinyatakan oleh Prof. Dr. George Cedes, kita ketemukan dari catatan-catatan tsb suatu masyarakat Hindu-Bali, tidak sama seperti di Jawa, yang menganut Hinduisme dan Buddhisme bersama-sama, dan berbicara sebuah dialek yang khas Bali.
Pada pertengahan kedua abad kesepuluh, kita mendapatkan beberapa nama bangsawan yang bergelar Warmadewa. Kita mendapatkan nama seorang ratu yang bernama Subhadrikawarmadewi. Prasasti tahun-tahun 989-1022 menyebut nama-nama Raja Udayana dan Ratu Mahendradatta. Ratu ini adalah seorang cucu buyut dari Sindok. Pernikahan ini, menyebabkan semakin mendalamnya penetrasi kebudayaan Jawa, terutama Tantrisme, ke pulau Bali, Airlangga adalah yang menyebabkan pernikahan.
Prof. Dr. F.D.K. Bosch. dari Kern Institute, mempunyai cerita yang aneh tentang pasangan bangsawan ini. Waktu berbicara mengenai persamaan yang sangat mirip antara perkembangan kebudayaan Kambudia dan Jawa pada acara peringatan 50 tahun berdirinya yayasan Ecole Francaise d'Extreme Orient tahun 1952, beliau mengatakan: "Ada alasan yang kuat untuk percaya bahwa Udayana Warman I dari Kambudia, yang memerintah relatif singkat, adalah pangeran yang sama dengan nama Udayana (di Bali dan Jawa) dan telah memainkan peranan penting sebagai ayah Airlangga yang termashur.
Kira-kira pada tahun 970, seorang puteri Kambudia, berduaan dengan Udayana, melarikan diri dari istana Kambudia, waktu masa-masa kesusahan perang penggantian raja. Puteri tsb menyelamatkan diri ke Tanah Jawa di mana seorang raja Kambuja yang amat terkenal, Jayawarman II, juga telah hidup dalam pengasingan sebelum beliau pulang kembali ke Kambuja.
Adalah waktu di Jawa bahwa pangeran Kambudia, Udayadityawarman menjadi dewasa dan pada usia 15 tahun beliau menikah dengan seorang puteri Jawa. Persekutuan Khmer-Jawa ini memperkuat posisi yang memerintah di Jawa, dan sekarang merebut Bali. Kemudian beliau mengangkat Pangeran Udayana (atau Udayaditya) dan mempelainya menjadi gubernur Bali. Sekitar tahun 1009, Udayaditya dengan bantuan orang-orang Jawa merebut tahta Kambudia.
Akan tapi beliau tidak dapat tetap berada di Jawa untuk hanya satu tahun saja, dan beliau dipaksa untuk kembali ke Bali, di mana beliau memerintah sebagai gubernur sampai tahun 1022. Adalah di Bali bahwa sekitar tahun 991 Airlangga lahir dan pada usia yang mdua menyeberang ke Jawa untuk menikah dengan puteri raja yang memerintah di Jawa Timur. Barangkali nama Airlangga berasal dari kisah hidup beliau. "Airlangga" artinya "ia yang menyeberang air - yaitu selat yang memisahkaan Bali dari Jawa. Airlangga, Beliau tampaknya, mewakilkan pemerintahan Bali, tempat beliau dilahirkan, kepada seorang wakil raja, Dharmawamsa Marakatapankaja, yang namanya tampak di prasasti-prasasti Bali selama tahun-tahun 1020-1025.
Selama tahun-tahun 1049-1077, prasasti-prasasti Bali menunjuk kepada 'anak wungsu,' misalnya balaputra (anak bungsu) - barangkali pamili dekat Airlangga. Suradhipa dan Jayasakti adalah nama-nama raja-raja yang tampil pada masa 1115-1150 M. Seratus tahun kemudian, Kertaanagara raja Singasari, setelah mengkonsolidasikan posisi beliau di Sumatera pindah ke Bali. Pada tahun 1284 beliau memenjarakan raja Bali. Orang Bali yang berani itu segera melepaskan kekuasaan Jawa.
Sumber : http://endrone.blogspot.com
Sanjaya, penulis prasasti Cangala di Jawa Tengah (732 M), diakui dalam karya Jawa-Kuno yang terakhir sebagai tokoh yang merebut Bali bersama-sama dengan wilayah-wilayah di seberang lautan lainnya. Sejak abad kedelapan atau kesembilan M, bekas-bekas Buddhisme diketemukan di tempat itu yang mungkin berasal dari Sumatera atau Jawa karena mungkin dengan adanya hubungan yang langsung dengan India.
Prasasti pertama yang diberi tanggal itu menyebut seorang raja yang bernama Ugrasena (915-942), yang hidup sezaman dengan Raja Sindhok di Jawa Timur. (Suatu prasasti lebih awal (914 M), menunjuk kepada Adhipati Sri Kesariwarma). Seperti dinyatakan oleh Prof. Dr. George Cedes, kita ketemukan dari catatan-catatan tsb suatu masyarakat Hindu-Bali, tidak sama seperti di Jawa, yang menganut Hinduisme dan Buddhisme bersama-sama, dan berbicara sebuah dialek yang khas Bali.
Pada pertengahan kedua abad kesepuluh, kita mendapatkan beberapa nama bangsawan yang bergelar Warmadewa. Kita mendapatkan nama seorang ratu yang bernama Subhadrikawarmadewi. Prasasti tahun-tahun 989-1022 menyebut nama-nama Raja Udayana dan Ratu Mahendradatta. Ratu ini adalah seorang cucu buyut dari Sindok. Pernikahan ini, menyebabkan semakin mendalamnya penetrasi kebudayaan Jawa, terutama Tantrisme, ke pulau Bali, Airlangga adalah yang menyebabkan pernikahan.
Prof. Dr. F.D.K. Bosch. dari Kern Institute, mempunyai cerita yang aneh tentang pasangan bangsawan ini. Waktu berbicara mengenai persamaan yang sangat mirip antara perkembangan kebudayaan Kambudia dan Jawa pada acara peringatan 50 tahun berdirinya yayasan Ecole Francaise d'Extreme Orient tahun 1952, beliau mengatakan: "Ada alasan yang kuat untuk percaya bahwa Udayana Warman I dari Kambudia, yang memerintah relatif singkat, adalah pangeran yang sama dengan nama Udayana (di Bali dan Jawa) dan telah memainkan peranan penting sebagai ayah Airlangga yang termashur.
Kira-kira pada tahun 970, seorang puteri Kambudia, berduaan dengan Udayana, melarikan diri dari istana Kambudia, waktu masa-masa kesusahan perang penggantian raja. Puteri tsb menyelamatkan diri ke Tanah Jawa di mana seorang raja Kambuja yang amat terkenal, Jayawarman II, juga telah hidup dalam pengasingan sebelum beliau pulang kembali ke Kambuja.
Adalah waktu di Jawa bahwa pangeran Kambudia, Udayadityawarman menjadi dewasa dan pada usia 15 tahun beliau menikah dengan seorang puteri Jawa. Persekutuan Khmer-Jawa ini memperkuat posisi yang memerintah di Jawa, dan sekarang merebut Bali. Kemudian beliau mengangkat Pangeran Udayana (atau Udayaditya) dan mempelainya menjadi gubernur Bali. Sekitar tahun 1009, Udayaditya dengan bantuan orang-orang Jawa merebut tahta Kambudia.
Akan tapi beliau tidak dapat tetap berada di Jawa untuk hanya satu tahun saja, dan beliau dipaksa untuk kembali ke Bali, di mana beliau memerintah sebagai gubernur sampai tahun 1022. Adalah di Bali bahwa sekitar tahun 991 Airlangga lahir dan pada usia yang mdua menyeberang ke Jawa untuk menikah dengan puteri raja yang memerintah di Jawa Timur. Barangkali nama Airlangga berasal dari kisah hidup beliau. "Airlangga" artinya "ia yang menyeberang air - yaitu selat yang memisahkaan Bali dari Jawa. Airlangga, Beliau tampaknya, mewakilkan pemerintahan Bali, tempat beliau dilahirkan, kepada seorang wakil raja, Dharmawamsa Marakatapankaja, yang namanya tampak di prasasti-prasasti Bali selama tahun-tahun 1020-1025.
Selama tahun-tahun 1049-1077, prasasti-prasasti Bali menunjuk kepada 'anak wungsu,' misalnya balaputra (anak bungsu) - barangkali pamili dekat Airlangga. Suradhipa dan Jayasakti adalah nama-nama raja-raja yang tampil pada masa 1115-1150 M. Seratus tahun kemudian, Kertaanagara raja Singasari, setelah mengkonsolidasikan posisi beliau di Sumatera pindah ke Bali. Pada tahun 1284 beliau memenjarakan raja Bali. Orang Bali yang berani itu segera melepaskan kekuasaan Jawa.
Sumber : http://endrone.blogspot.com
0 Comments to "Sejarah Bali"