KabarIndonesia - Indonesia memiliki sumber daya pariwisata yang tidak kalah menariknya bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asean. Namun demikian kepemilikan kelebihan sumber daya tersebut perlu diiringi dengan upaya dan usaha yang lebih terarah, agar sumber daya tersebut mampu memiliki daya saing dalam menarik kunjungan wisatawan.
Keppres N. 38 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa seluruh sektor harus mendukung pembangunan pariwisata Indonesia. Hal ini merupakan peluang bagi pembangunan kepariwisataan Indonesia. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia.
Kebijakan ini memberikan beberapa implikasi antara lain perlu adanya pembenahan yang menyeluruh diberbagai sektor. Namun tentunya agar lebih efisien dan efektifnya pembangunan kepariwisataan tersebut diperlukan suatu flatform pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada trend kepariwisataan global masa kini dan masa depan.
Melihat tren pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang. Diantaranya 438 juta orang akan berkunjung ke kawasan Asia-Pasifk, dan 100 juta orang ke Cina. Melihat jumlah wisatawan yang sedemikian besar, maka Indonesia dapat menawarkan segala daya tariknya untuk mendatangkan wisatawan dan merebut pangsa pasarnya. Dengan perolehan sebesar USD 4, 496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa dari pariwisata Indonesia baru memperoleh 0,95 % dari pengeluaran wisatawan dunia (USD 474 miiiar).
Angka tersebut masih dinilai sangat kecil. Namun demikian dengan pulihnya perekonomian Indonesia, serta semakin baiknya kondisi keamanan dan politik nasional, wisatawan internasional ke Indonesia diperkirakan akan mencapai 10 juta orang pada tahun 2009 dengan perolehan devisa mencapai lebih dari USD 10 miliar.
Selain wisatawan mancanegara, wisatawan domestikpun (dalam negeri, atau nusantara) diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sejalan dengan semakin meningkatnya rata-rata pendapatan masyarakat. Tahun 2004 diperkirakan terdapat 103 juta wisatawan nusantara yang menghasilkan 195 juta perjalanan Wisata Nusantara. Dengan angka sebesar itu diperkirakan jumlah wisatawan nusantara di akhir tahun 2009 akan menembus angka 218 juta orang dengan jumlah perjalanan wisata lebih dari 300 juta trips. Angka-angka tersebut memberikan harapan terhadap peningkatan di bidang investasi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kontribusi kegiatan pariwisata terhadap pendapatan masyarakat dan pemerintah.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 menjelaskan bahwa salah satu sasaran untuk meningkatkan sektor non-migas adalah dengan meningkatkan kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa menjadi sekitar USD 10 miliar pada tahun 2009, sehingga sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi salah satu penghasil devisa besar. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan pembangunan kepariwisataan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran melalui kegiatan promosi dan pengembangan produk-produk wisata serta meningkatkan sinergi dalam jasa pelayanan pariwisata.
Dengan jumlah wisman yang masih relatif rendah dan dengan potensi wisata yang jauh lebih besar dan beragam dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, sesungguhnya Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk menarik lebih banyak lagi wisatawan mancanegara. Apalagi dalam tahun belakang ini telah terjadi perubahan consumer behaviour pattern atau pola konsumsi dari para wisatawan ke jenis wisata yang lebih tinggi. Yaitu menikmati produk atau kreasi budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage), serta nature atau eko wisata dari suatu daerah.
Sebagai negara yang sarat dengan sejumlah besar peninggalan sejarah, kekayaan atraksi budaya yang sangat beragam dan unik, natur maupun ekowisata yang tersebar di hampir seluruh pelosok nusantara, peluang Indonesia untuk menjadi daerah tujuan wisatawan mancanegara menjadi semakin besar. Adanya kebijakan-kebijakan baru pemerintah dibidang kepariwisataan telah menimbulkan rasa optimisme dari pemerintah baik pusat maupun daerah, serta para swasta dalam pengembangan pariwisata mancanegara.
Optimisme ini telah pula menimbulkan adanya kesadaran dan keyakinan para stake holders (ASITA, PHRI dan sebagainya) terhadap kenyataan bahwa promosi pariwisata Luar Negeri, mampu meningkatkan citra negara di mata dunia. Lahirnya Keppres No. 38 tahun 2005, merupakan salah satu kebijaksanaan pemerintah yang secara de yure mengakui eksistensi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagai instansi yang menangani promosi kepariwisataan, termasuk kerjasama interdept.
Demikian pula eksistensi kelembagaan promosi pemerintah daerah dan lembaga swasta yang bergerak dibidang kepariwisataan telah turut aktif dalam melakukan kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri. Pada level destinasi, upaya daerah juga sudah mulai menggeliat untuk mempromosikan destinasinya. Program-program promosi luar negeri sudah dilakukan beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Selatan, Bali, Jakarta dan Jogyakarta. Jakarta telah mengeluarkan branding dengan slogan Enjoy Jakarta, dan Jogyakarta dengan Never Ending Asia.
Kemampuan daya tarik Destinasi unggulan di Indonesia tadi cukup menggembirakan. Demikian pula adanya Bali yang telah dikenal dan memiliki ikon internasional. Disamping adanya kekuatan-kekuatan sebagaimana diuraikan tadi , ternyata Indonesia pun masih memiliki beberapa kelemahan, yang tentunya mau tidak mau harus mendapatkan perhatian serius bagi semua aparat dan pelaku kepariwisataan di semua lini. Kalau tidak, Indonesia akan tetap ketinggalan baik dilingkungan Asean maupun ditingkat internasional.
Secara umum daya saing yang perlu ditingkatkan untuk memacu pertumbuhan pariwisata nasional mencakup tiga aspek yaitu:
1. Daya saing negara termasuk di dalamnya organisasi
pariwisata nasional dan kualitas SDM nya;
2. Daya saing masyarakat termasuk didalamnya niiai-nilai yang
dimilki masyarakat dalam menyikapi kepariwisataan;
3. Daya saing unit bisnis kepariwisataan termasuk didalamnya
keandalan dalam mengantisipasi keinginan wisatawan yang
semakin bertambah.
Da1am buku profil pariwisata Indonesia di kancah internasional terbitan Depbudpar, disebutkan ada dua pesaing, yaitu pesaing Utama dan pesaing Khusus. Pesaing utama merupakan negara-negara dengan beberapa kemiripan dalam industri pariwisata seperti jumlah kunjungan, keberadaan pasar utama, keberadaan pasar potensial, posisi geografis, dan produk wisata yang ditawarkan. Negara-negara yang termasuk pesaing utama bagi Indonesia adalah: Malaysia, Thailand, Philipina, dan Vietnam. Sedangkan Singapura dan Australia dikategorikan sebagai pesaing khusus berdasarkan fungsi geografis dan strategi pemasarannya.
Daya saing pariwisata Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain terutama dengan pesaing-pesaing di atas, hingga kini masih lemah. Kelemahan tersebut menyangkut masalah manajemen produk, kurangnya sajian atraksi pariwisata dan budaya, kondisi infrastruktur, sumber daya manusia, pengolaan destinasi wisata, pemasaran dan regulasi. Kelemahan lain, termasuk pula masalah bencana alam, keamanan dan kesehatan, seperti isu adanya penyakit demam berdarah dan flu burung yang saat ini cukup menakutkan bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia.
Bagi wisatawan, ancaman teror sangat diperhitungkan dalam rencana liburan mereka sebagaimana kelimpahan cahaya sinar matahari. Promosi yang sudah dilakukan hanya berupa informasi yang sporadis. Kita ketinggalan dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Seluruh pihak di pemerintahan harus lebih proaktif dalam mempromosikan, bahkan kepulauan terbesar di dunia masih belum siap mempromosikan pariwisata maritim, karena hanya memiliki 2 marinal.
Indonesia adalah negara besar dan pemerintah perlu menunjukkan bahwa Bali ada di Indonesia, bukan sebaliknya. Kerjasama diantara pelaku kepariwisataan , baik pemerintah pusat, daerah dan pihak swasta masih dirasakan belum selaras dan optimal. Terutama pada hal-hal yang strategis dalam aktivitas promosi Luar Negeri, antara lain dalam hal sosialisasi kebijakan, koordinasi dan implementasinya. Hal ini menyebabkan kurang sinergisnya instansi lintas sektoral maupun antar stake holders. Hal tersebut bisa mengganggu dan menghambat kelancaran program promosi yang diharapkan.
Secara kasat mata, usaha efektivitas promosi Indonesia yang dilakukan sudah ketinggalan dari negara pesaing, yang sudah meluncurkan website-nya sejak lama. Sedang perkembangan teknologi informasi di daerah asal wisatawan dalam memperoleh informasi mengenai destinasi, akan lebih baik apabila lebih terkini. Demikian pula tentang terbatasnya informasi, baik yang menyangkut substansi materi, pusat/lembaga informasi, serta saluran distribusinya kepada pasar wisata.
Demikian pula tentang terbatasnya informasi keamanan (security). Hal-hal tersebut diakibatkan oleh lemahnya penelitian pasar serta behavioural segmentation sebagai prakondisi implementasi promosi pariwisata Luar Negeri. Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) baik kuantitas maupun kualitas yang diharapkan mempunyai daya saing tinggi ternyata masih jauh dari memadai. Terutama SDM di bidang promosi pemasaran pariwisata yang memiliki pemikiran stratejik dan visioner. Kondisi ini dapat menghambat kualitas dari segala aktivitas kegiatan pemasaran dan promosi Indonesia. Hal tersebut memberikan implikasi pada kualitas output promosi pariwisata Luar Negeri Indonesia itu sendiri, yang dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat.
Implikasi lain dari lemahnya SDM ini adalah menjadi lemahnya diplomasi dan Public Relations (kehumasan) pemerintah dalam membantu mendongkrak citra Indonesia yang dirasakan masih negatif di mata dunia internasionai seperti dalam berbagai isue-isue: keamanan, terorisme, penyakit menular, dan bencana alam. Citra tersebut menjadi tantangan bahkan peluang yang besar dalam segala kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri.
Oleh : Dr Rochajat Harun Med.
Keppres N. 38 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa seluruh sektor harus mendukung pembangunan pariwisata Indonesia. Hal ini merupakan peluang bagi pembangunan kepariwisataan Indonesia. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia.
Kebijakan ini memberikan beberapa implikasi antara lain perlu adanya pembenahan yang menyeluruh diberbagai sektor. Namun tentunya agar lebih efisien dan efektifnya pembangunan kepariwisataan tersebut diperlukan suatu flatform pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada trend kepariwisataan global masa kini dan masa depan.
Melihat tren pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang. Diantaranya 438 juta orang akan berkunjung ke kawasan Asia-Pasifk, dan 100 juta orang ke Cina. Melihat jumlah wisatawan yang sedemikian besar, maka Indonesia dapat menawarkan segala daya tariknya untuk mendatangkan wisatawan dan merebut pangsa pasarnya. Dengan perolehan sebesar USD 4, 496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa dari pariwisata Indonesia baru memperoleh 0,95 % dari pengeluaran wisatawan dunia (USD 474 miiiar).
Angka tersebut masih dinilai sangat kecil. Namun demikian dengan pulihnya perekonomian Indonesia, serta semakin baiknya kondisi keamanan dan politik nasional, wisatawan internasional ke Indonesia diperkirakan akan mencapai 10 juta orang pada tahun 2009 dengan perolehan devisa mencapai lebih dari USD 10 miliar.
Selain wisatawan mancanegara, wisatawan domestikpun (dalam negeri, atau nusantara) diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sejalan dengan semakin meningkatnya rata-rata pendapatan masyarakat. Tahun 2004 diperkirakan terdapat 103 juta wisatawan nusantara yang menghasilkan 195 juta perjalanan Wisata Nusantara. Dengan angka sebesar itu diperkirakan jumlah wisatawan nusantara di akhir tahun 2009 akan menembus angka 218 juta orang dengan jumlah perjalanan wisata lebih dari 300 juta trips. Angka-angka tersebut memberikan harapan terhadap peningkatan di bidang investasi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kontribusi kegiatan pariwisata terhadap pendapatan masyarakat dan pemerintah.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 menjelaskan bahwa salah satu sasaran untuk meningkatkan sektor non-migas adalah dengan meningkatkan kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa menjadi sekitar USD 10 miliar pada tahun 2009, sehingga sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi salah satu penghasil devisa besar. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan pembangunan kepariwisataan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran melalui kegiatan promosi dan pengembangan produk-produk wisata serta meningkatkan sinergi dalam jasa pelayanan pariwisata.
Dengan jumlah wisman yang masih relatif rendah dan dengan potensi wisata yang jauh lebih besar dan beragam dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, sesungguhnya Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk menarik lebih banyak lagi wisatawan mancanegara. Apalagi dalam tahun belakang ini telah terjadi perubahan consumer behaviour pattern atau pola konsumsi dari para wisatawan ke jenis wisata yang lebih tinggi. Yaitu menikmati produk atau kreasi budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage), serta nature atau eko wisata dari suatu daerah.
Sebagai negara yang sarat dengan sejumlah besar peninggalan sejarah, kekayaan atraksi budaya yang sangat beragam dan unik, natur maupun ekowisata yang tersebar di hampir seluruh pelosok nusantara, peluang Indonesia untuk menjadi daerah tujuan wisatawan mancanegara menjadi semakin besar. Adanya kebijakan-kebijakan baru pemerintah dibidang kepariwisataan telah menimbulkan rasa optimisme dari pemerintah baik pusat maupun daerah, serta para swasta dalam pengembangan pariwisata mancanegara.
Optimisme ini telah pula menimbulkan adanya kesadaran dan keyakinan para stake holders (ASITA, PHRI dan sebagainya) terhadap kenyataan bahwa promosi pariwisata Luar Negeri, mampu meningkatkan citra negara di mata dunia. Lahirnya Keppres No. 38 tahun 2005, merupakan salah satu kebijaksanaan pemerintah yang secara de yure mengakui eksistensi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagai instansi yang menangani promosi kepariwisataan, termasuk kerjasama interdept.
Demikian pula eksistensi kelembagaan promosi pemerintah daerah dan lembaga swasta yang bergerak dibidang kepariwisataan telah turut aktif dalam melakukan kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri. Pada level destinasi, upaya daerah juga sudah mulai menggeliat untuk mempromosikan destinasinya. Program-program promosi luar negeri sudah dilakukan beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Selatan, Bali, Jakarta dan Jogyakarta. Jakarta telah mengeluarkan branding dengan slogan Enjoy Jakarta, dan Jogyakarta dengan Never Ending Asia.
Kemampuan daya tarik Destinasi unggulan di Indonesia tadi cukup menggembirakan. Demikian pula adanya Bali yang telah dikenal dan memiliki ikon internasional. Disamping adanya kekuatan-kekuatan sebagaimana diuraikan tadi , ternyata Indonesia pun masih memiliki beberapa kelemahan, yang tentunya mau tidak mau harus mendapatkan perhatian serius bagi semua aparat dan pelaku kepariwisataan di semua lini. Kalau tidak, Indonesia akan tetap ketinggalan baik dilingkungan Asean maupun ditingkat internasional.
Secara umum daya saing yang perlu ditingkatkan untuk memacu pertumbuhan pariwisata nasional mencakup tiga aspek yaitu:
1. Daya saing negara termasuk di dalamnya organisasi
pariwisata nasional dan kualitas SDM nya;
2. Daya saing masyarakat termasuk didalamnya niiai-nilai yang
dimilki masyarakat dalam menyikapi kepariwisataan;
3. Daya saing unit bisnis kepariwisataan termasuk didalamnya
keandalan dalam mengantisipasi keinginan wisatawan yang
semakin bertambah.
Da1am buku profil pariwisata Indonesia di kancah internasional terbitan Depbudpar, disebutkan ada dua pesaing, yaitu pesaing Utama dan pesaing Khusus. Pesaing utama merupakan negara-negara dengan beberapa kemiripan dalam industri pariwisata seperti jumlah kunjungan, keberadaan pasar utama, keberadaan pasar potensial, posisi geografis, dan produk wisata yang ditawarkan. Negara-negara yang termasuk pesaing utama bagi Indonesia adalah: Malaysia, Thailand, Philipina, dan Vietnam. Sedangkan Singapura dan Australia dikategorikan sebagai pesaing khusus berdasarkan fungsi geografis dan strategi pemasarannya.
Daya saing pariwisata Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain terutama dengan pesaing-pesaing di atas, hingga kini masih lemah. Kelemahan tersebut menyangkut masalah manajemen produk, kurangnya sajian atraksi pariwisata dan budaya, kondisi infrastruktur, sumber daya manusia, pengolaan destinasi wisata, pemasaran dan regulasi. Kelemahan lain, termasuk pula masalah bencana alam, keamanan dan kesehatan, seperti isu adanya penyakit demam berdarah dan flu burung yang saat ini cukup menakutkan bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia.
Bagi wisatawan, ancaman teror sangat diperhitungkan dalam rencana liburan mereka sebagaimana kelimpahan cahaya sinar matahari. Promosi yang sudah dilakukan hanya berupa informasi yang sporadis. Kita ketinggalan dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Seluruh pihak di pemerintahan harus lebih proaktif dalam mempromosikan, bahkan kepulauan terbesar di dunia masih belum siap mempromosikan pariwisata maritim, karena hanya memiliki 2 marinal.
Indonesia adalah negara besar dan pemerintah perlu menunjukkan bahwa Bali ada di Indonesia, bukan sebaliknya. Kerjasama diantara pelaku kepariwisataan , baik pemerintah pusat, daerah dan pihak swasta masih dirasakan belum selaras dan optimal. Terutama pada hal-hal yang strategis dalam aktivitas promosi Luar Negeri, antara lain dalam hal sosialisasi kebijakan, koordinasi dan implementasinya. Hal ini menyebabkan kurang sinergisnya instansi lintas sektoral maupun antar stake holders. Hal tersebut bisa mengganggu dan menghambat kelancaran program promosi yang diharapkan.
Secara kasat mata, usaha efektivitas promosi Indonesia yang dilakukan sudah ketinggalan dari negara pesaing, yang sudah meluncurkan website-nya sejak lama. Sedang perkembangan teknologi informasi di daerah asal wisatawan dalam memperoleh informasi mengenai destinasi, akan lebih baik apabila lebih terkini. Demikian pula tentang terbatasnya informasi, baik yang menyangkut substansi materi, pusat/lembaga informasi, serta saluran distribusinya kepada pasar wisata.
Demikian pula tentang terbatasnya informasi keamanan (security). Hal-hal tersebut diakibatkan oleh lemahnya penelitian pasar serta behavioural segmentation sebagai prakondisi implementasi promosi pariwisata Luar Negeri. Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) baik kuantitas maupun kualitas yang diharapkan mempunyai daya saing tinggi ternyata masih jauh dari memadai. Terutama SDM di bidang promosi pemasaran pariwisata yang memiliki pemikiran stratejik dan visioner. Kondisi ini dapat menghambat kualitas dari segala aktivitas kegiatan pemasaran dan promosi Indonesia. Hal tersebut memberikan implikasi pada kualitas output promosi pariwisata Luar Negeri Indonesia itu sendiri, yang dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat.
Implikasi lain dari lemahnya SDM ini adalah menjadi lemahnya diplomasi dan Public Relations (kehumasan) pemerintah dalam membantu mendongkrak citra Indonesia yang dirasakan masih negatif di mata dunia internasionai seperti dalam berbagai isue-isue: keamanan, terorisme, penyakit menular, dan bencana alam. Citra tersebut menjadi tantangan bahkan peluang yang besar dalam segala kegiatan promosi pariwisata Luar Negeri.
Oleh : Dr Rochajat Harun Med.
0 Comments to "Prospek dan Permasalahan Pariwisata Indonesia"