Belakangan ini, kekerasan dan perilaku anarkis yang hampir setiap hari terjadi di seluruh lapisan masyarakat menjadi begitu biasa. Peradaban manusia di negeri tercinta ini cepat atau lambat mulai digantikan dengan peradaban zaman batu, hukum rimba. Hukum binatang yang hidup di belantara tak bertuan. Siapa kuat dia jadi pemenang, tak perduli nilai-nilai ketuhanan yang mengagungkan kemanusiaan hanya akan menjadi legenda atau dongeng yang akan dilupakan oleh masyarakat manusia penduduk Nusantara besar ini.
Produk hukum diciptakan hanya bagi kepentingan komunitas tertentu. Rakyat yang sudah lebih dari 350 tahun dibikin bodoh oleh bangsa asing semakin menjadi sampah yang tak lagi mampu berlindung di bawah payung hukum atau kebijakan yang semakin hari semakin tak jelas arahnya.
Anehnya, pembodohan ini sudah berlangsung lama, tetapi tak ada satupun para orang pintar di negeri ini mampu setidaknya memberikan harapan untuk merubah semua kebobrokan ini.
Institusi pendidikan saat ini menjadi barang langka yang hanya menjadi mimpi bagi sebagian besar rakyat. Pendidikan menjadi barang langka yang tak terjamah oleh sebagian masyarakat.
Dampak negatif dari kondisi ini cepat atau lambat akan merubah kultur bangsa, dari masyarakat produsen menjadi masyarakat konsumen yang tak lagi mampu mengatur perekonomian dalam skala terkecil, rumah tangga dan masyarakat sekitar. Konsep budaya gotong-royong yang selama ini menjadi kebanggaan kita, akan lenyap tergantikan dengan model budaya yang datang dari belahan dunia lain, yang hanya mementingkan diri sendiri dan tak mampu lagi memahami arti persaudaraan dan persatuan yang selama ini terbukti mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa besar jauh sejak ratusan tahun lalu.
Sebagai negara maritim, bangsa kita sejak ratusan tahun lalu terbukti mampu menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Mampu berdagang dan bersaing dengan bangsa asing, mampu menjadi produsen dengan hasil produksi yang tidak kalah dengan barang dagangan dari negara lain.
Dengan memanfaatkan kekayaan bahari, nenek moyang kita sangat cerdas menciptakan peluang di segala sektor; agama, perekonomian, budaya, sosial-kemasyarakatan, tata hukum dan konsep pertahanan-keamanan strategis.
Namun sejak bangsa kita pecundang oleh (terutama) bangsa barat yang berbondong-bondong mengkebiri kita sejak permulaan abad ke 16, bangsa kita mulai secara perlahan kehilangan jati diri. Konsep negara maritim yang kita miliki mulai dirampok oleh para penjajah dan penjarah kekayaan kita. Bangsa kita mulai hilang dari percaturan geo-politik dunia. Pena sejarah tak mampu lagi menuliskan tinta emasnya bagi kebesaran bangsa yang pernah besar ini.
Konsepsi Negara Maritim yang sudah lama hilang dari ingatan bangsa besar ini secara tidak langsung memberikan dampak negatif. Pemahaman terhadap betapa besarnya potensi dan sumberdaya kebaharian yang dapat dimanfaatkan menjadi tak begitu penting untuk difungsi-kembangkan.
Potensi dan sumber daya kebaharian yang seharusnya terjaga dengan baik bukan saja oleh institusi keamanan Negara tapi bahkan oleh masyarakat Indonesia menjadi tak tertangani dengan baik.
Masyarakat kita menjadi kurang peka terhadap pemahaman konsepsi Negara Maritim yang pernah kita miliki dan terbukti mampu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran selama ratusan tahun terhadap bangsa besar ini.
Sebagai tulang punggung perekonomian, sumber daya maritim mampu memberikan kontribusi tak terbatas bagi pertumbuhan di segala sektor. Namun, kekayaan alam yang bersumber dari potensi kebaharian ini tak mampu dipahami dan dieksploitasi secara tepat sasaran. Bangsa kita yang sudah terlalu lama melupakan konsepsi kebaharian seakan menjadi kurang cerdas memahami potensi ini selain memahami bahwa sumber daya kelautan adalah yang terdiri hanya dari kekayaan biota laut, seperti ikan dan jenis hewani laut/perairan lainnya.
Bangsa kita saat ini menjadi kurang cerdas memahami bahwa sesungguhnya, kebahariaan, kemaritiman mencakup sektor yang sangat luas.
Secara budaya, kemaritiman memberikan arti begitu luas. Di dalamnya terkandung kekayaan dan beragam budaya yang tak terbatas karena banyaknya pulau yang menjadi bagian dari rantai mutu manikam geografis negara tercinta ini. Setidaknya, dari jumlah masyarakat yang menyebar di 17.508 pulau terkandung muatan budaya dan peluang bisnis yang sangat beragam dengan segala esensi dan apresiasinya.
Kekayaan budaya ini kalau disikapi dengan cerdas akan menjadi potensi besar bagi perkembangan peradaban dan sistem tata-nilai kemanusiaan yang di dalamnya memiliki cabang-cabang yang sangat beragam, termasuk di dalamnya sektor pendidikan, sosial dan keagamaan yang menjadi dasar pijakan membentuk karakter bangsa yang punya tata-nilai, yang pada akhirnya mampu mengembalikan bangsa kita sebagai bangsa berpendidikan dan beradab. Bangsa yang sebenarnya memang terlahir sebagai masyarakat terdidik yang sangat santun dan sangat mengenal arti kasih-sayang dan penghambaan kepada Tuhan pencipta kebenaran.
Bangsa yang sangat perduli terhadap pelestarian eko-sistem alam semesta raya ini, yang bertujuan sebesar-besarnya merawat bumi ini menjadi rumah nyaman bagi anak-cucu kelak.
Dan, kekayaan maritim, bahari, yang begitu luas dan memiliki potensi besar seharusnya mampu menjawab kemiskinan dalam bentuk apapun. Sebagai modal keberlangsungan tata kehidupan di seluruh pelosok negeri ini, sampai akhir zaman.
Kita harus kembali merebut kekayaan bahari yang sekarang dikuasai oleh segelintir penjajah (dalam bentuk apapun) yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Oleh Renny Masmada
Produk hukum diciptakan hanya bagi kepentingan komunitas tertentu. Rakyat yang sudah lebih dari 350 tahun dibikin bodoh oleh bangsa asing semakin menjadi sampah yang tak lagi mampu berlindung di bawah payung hukum atau kebijakan yang semakin hari semakin tak jelas arahnya.
Anehnya, pembodohan ini sudah berlangsung lama, tetapi tak ada satupun para orang pintar di negeri ini mampu setidaknya memberikan harapan untuk merubah semua kebobrokan ini.
Institusi pendidikan saat ini menjadi barang langka yang hanya menjadi mimpi bagi sebagian besar rakyat. Pendidikan menjadi barang langka yang tak terjamah oleh sebagian masyarakat.
Dampak negatif dari kondisi ini cepat atau lambat akan merubah kultur bangsa, dari masyarakat produsen menjadi masyarakat konsumen yang tak lagi mampu mengatur perekonomian dalam skala terkecil, rumah tangga dan masyarakat sekitar. Konsep budaya gotong-royong yang selama ini menjadi kebanggaan kita, akan lenyap tergantikan dengan model budaya yang datang dari belahan dunia lain, yang hanya mementingkan diri sendiri dan tak mampu lagi memahami arti persaudaraan dan persatuan yang selama ini terbukti mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa besar jauh sejak ratusan tahun lalu.
Sebagai negara maritim, bangsa kita sejak ratusan tahun lalu terbukti mampu menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Mampu berdagang dan bersaing dengan bangsa asing, mampu menjadi produsen dengan hasil produksi yang tidak kalah dengan barang dagangan dari negara lain.
Dengan memanfaatkan kekayaan bahari, nenek moyang kita sangat cerdas menciptakan peluang di segala sektor; agama, perekonomian, budaya, sosial-kemasyarakatan, tata hukum dan konsep pertahanan-keamanan strategis.
Namun sejak bangsa kita pecundang oleh (terutama) bangsa barat yang berbondong-bondong mengkebiri kita sejak permulaan abad ke 16, bangsa kita mulai secara perlahan kehilangan jati diri. Konsep negara maritim yang kita miliki mulai dirampok oleh para penjajah dan penjarah kekayaan kita. Bangsa kita mulai hilang dari percaturan geo-politik dunia. Pena sejarah tak mampu lagi menuliskan tinta emasnya bagi kebesaran bangsa yang pernah besar ini.
Konsepsi Negara Maritim yang sudah lama hilang dari ingatan bangsa besar ini secara tidak langsung memberikan dampak negatif. Pemahaman terhadap betapa besarnya potensi dan sumberdaya kebaharian yang dapat dimanfaatkan menjadi tak begitu penting untuk difungsi-kembangkan.
Potensi dan sumber daya kebaharian yang seharusnya terjaga dengan baik bukan saja oleh institusi keamanan Negara tapi bahkan oleh masyarakat Indonesia menjadi tak tertangani dengan baik.
Masyarakat kita menjadi kurang peka terhadap pemahaman konsepsi Negara Maritim yang pernah kita miliki dan terbukti mampu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran selama ratusan tahun terhadap bangsa besar ini.
Sebagai tulang punggung perekonomian, sumber daya maritim mampu memberikan kontribusi tak terbatas bagi pertumbuhan di segala sektor. Namun, kekayaan alam yang bersumber dari potensi kebaharian ini tak mampu dipahami dan dieksploitasi secara tepat sasaran. Bangsa kita yang sudah terlalu lama melupakan konsepsi kebaharian seakan menjadi kurang cerdas memahami potensi ini selain memahami bahwa sumber daya kelautan adalah yang terdiri hanya dari kekayaan biota laut, seperti ikan dan jenis hewani laut/perairan lainnya.
Bangsa kita saat ini menjadi kurang cerdas memahami bahwa sesungguhnya, kebahariaan, kemaritiman mencakup sektor yang sangat luas.
Secara budaya, kemaritiman memberikan arti begitu luas. Di dalamnya terkandung kekayaan dan beragam budaya yang tak terbatas karena banyaknya pulau yang menjadi bagian dari rantai mutu manikam geografis negara tercinta ini. Setidaknya, dari jumlah masyarakat yang menyebar di 17.508 pulau terkandung muatan budaya dan peluang bisnis yang sangat beragam dengan segala esensi dan apresiasinya.
Kekayaan budaya ini kalau disikapi dengan cerdas akan menjadi potensi besar bagi perkembangan peradaban dan sistem tata-nilai kemanusiaan yang di dalamnya memiliki cabang-cabang yang sangat beragam, termasuk di dalamnya sektor pendidikan, sosial dan keagamaan yang menjadi dasar pijakan membentuk karakter bangsa yang punya tata-nilai, yang pada akhirnya mampu mengembalikan bangsa kita sebagai bangsa berpendidikan dan beradab. Bangsa yang sebenarnya memang terlahir sebagai masyarakat terdidik yang sangat santun dan sangat mengenal arti kasih-sayang dan penghambaan kepada Tuhan pencipta kebenaran.
Bangsa yang sangat perduli terhadap pelestarian eko-sistem alam semesta raya ini, yang bertujuan sebesar-besarnya merawat bumi ini menjadi rumah nyaman bagi anak-cucu kelak.
Dan, kekayaan maritim, bahari, yang begitu luas dan memiliki potensi besar seharusnya mampu menjawab kemiskinan dalam bentuk apapun. Sebagai modal keberlangsungan tata kehidupan di seluruh pelosok negeri ini, sampai akhir zaman.
Kita harus kembali merebut kekayaan bahari yang sekarang dikuasai oleh segelintir penjajah (dalam bentuk apapun) yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Oleh Renny Masmada
0 Comments to "KEKAYAAN MARITIM"