tag:blogger.com,1999:blog-55818039707202647092024-03-06T00:46:39.354-08:00noel_brother_hoodnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.comBlogger143125tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-60935829403263774982010-10-26T08:40:00.000-07:002010-10-26T08:46:12.058-07:0010 Cara Menjadi Pintar<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtq38vUs6u7eZO_MQy9SqoXPL1daFbtngw_ednGROSNiL43EvtZVQO0nNIBjx6KQqIxYkoKQbGtlx41g65maTfXc8I5wYiE6GlDHCIXvVuH1Uk_WkkH2isjBda7Wv3lzr047k0YUVFaOi0/s1600/toga.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtq38vUs6u7eZO_MQy9SqoXPL1daFbtngw_ednGROSNiL43EvtZVQO0nNIBjx6KQqIxYkoKQbGtlx41g65maTfXc8I5wYiE6GlDHCIXvVuH1Uk_WkkH2isjBda7Wv3lzr047k0YUVFaOi0/s320/toga.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5532381450998495650" /></a><br />Belajar mendadak menjelang ujian memang tidak efektif. Paling nggak sebulan sebelum ulangan adalah masa ideal buat mengulang pelajaran. Materi yang banyak bukan masalah. Ada sepuluh cara pintar supaya waktu belajar kita menjadi efektif.<br /><br />1. Belajar itu memahami bukan sekedar menghapal<br />Ya, fungsi utama kenapa kita harus belajar adalah memahami hal-hal baru. Kita boleh hapal 100% semua detail pelajaran, tapi yang lebih penting adalah apakah kita sudah mengerti betul dengan semua materi yang dihapal itu. Jadi sebelum menghapal, selalu usahakan untuk memahami dulu garis besar materi pelajaran.<br /><br />2. Membaca adalah kunci belajar<br />Supaya kita bisa paham, minimal bacalah materi baru dua kali dalam sehari, yakni sebelum dan sesudah materi itu diterangkan oleh guru. Karena otak sudah mengolah materi tersebut sebanyak tiga kali jadi bisa dijamin bakal tersimpan cukup lama di otak kita.<br /><br />3. Mencatat pokok-pokok pelajaran<br />Tinggalkan catatan pelajaran yang panjang. Ambil intisari atau kesimpulan dari setiap pelajaran yang sudah dibaca ulang. Kata-kata kunci inilah yang nanti berguna waktu kita mengulang pelajaran selama ujian.<br /><br />4. Hapalkan kata-kata kunci<br />Kadang, mau tidak mau kita harus menghapal materi pelajaran yang lumayan banyak. Sebenarnya ini bisa disiasati. Buatlah kata-kata kunci dari setiap hapalan, supaya mudah diingat pada saat otak kita memanggilnya. Misal, kata kunci untuk nama-nama warna pelangi adalah MEJIKUHIBINIU, artinya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.<br /><br />5. Pilih waktu belajar yang tepat<br />Waktu belajar yang paling enak adalah pada saaat badan kita masih segar. Memang tidak semua orang punya waktu belajar enak yang sama lo. Tapi biasanya, pagi hari adalah waktu yang tepat untuk berkonsentrasi penuh. Gunakan saat ini untuk mengolah materi-materi baru. Sisa-sisa energi bisa digunakan untuk mengulang pelajaran dan mengerjakan pekerjaan rumah.<br /><br />6. Bangun suasana belajar yang nyaman<br />Banyak hal yang bisa buat suasana belajar menjadi nyaman. Kita bisa pilih lagu yang sesuai dengan mood kita. Tempat belajar juga bisa kita sesuaikan. Kalau sedang bosan di kamar bisa di teras atau di perpustakaan. Kuncinya jangan sampai aktivitas belajar kita mengganggu dan terganggu oleh pihak lain.<br /><br />7. Bentuk Kelompok Belajar<br />Kalau lagi bosan belajar sendiri, bisa belajar bareng dengan teman. Tidak usah banyak-banyak karena tidak bakal efektif, maksimal lima orang. Buat pembagian materi untuk dipelajari masing-masing orang. Kemudian setiap orang secara bergilir menerangkan materi yang dikuasainya itu ke seluruh anggota lainnya. Suasana belajar seperti ini biasanya seru dan kita dijamin bakalan susah untuk mengantuk.<br /><br />8. Latih sendiri kemampuan kita<br />Sebenarnya kita bisa melatih sendiri kemampuan otak kita. Pada setiap akhir bab pelajaran, biasanya selalu diberikan soal-soal latihan. Tanpa perlu menunggu instruksi dari guru, coba jawab semua pertanyaan tersebut dan periksa sejauh mana kemampuan kita. Kalau materi jawaban tidak ada di buku, cobalah tanya ke guru.<br /><br />9. Kembangkan materi yang sudah dipelajari<br />Kalau kita sudah mengulang materi dan menjawab semua soal latihan, jangan langsung tutup buku. Cobalah kita berpikir kritis ala ilmuwan. Buatlah beberapa pertanyaan yang belum disertakan dalam soal latihan. Minta tolong guru untuk menjawabnya. Kalau belum puas, cari jawabannya pada buku referensi lain atau internet. Cara ini mengajak kita untuk selalu berpikir ke depan dan kritis.<br /><br />10. Sediakan waktu untuk istirahat<br />Belajar boleh kencang, tapi jangan lupa untuk istirahat. Kalau di kelas, setiap jeda pelajaran gunakan untuk melemaskan badan dan pikiran. Setiap 30-45 menit waktu belajar kita di rumah selalu selingi dengan istirahat. Kalau pikiran sudah suntuk, percuma saja memaksakan diri. Setelah istirahat, badan menjadi segar dan otak pun siap menerima materi baru.<br /><br />Satu lagi, tujuan dari ulangan dan ujian adalah mengukur sejauh mana kemampuan kita untuk memahami materi pelajaran di sekolah. Selain menjawab soal-soal latihan, ada cara lain untuk mengetes apakah kita sudah paham suatu materi atau belum. Coba kita jelaskan dengan kata-kata sendiri setiap materi yang sudah dipelajari. Kalau kita bisa menerangkan dengan jelas dan teratur, tak perlu detail, berarti kita sudah paham.noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-50927570009162148602010-10-13T07:51:00.000-07:002010-10-13T07:52:20.773-07:00yahooSelamat datang di tampilan baru dari Yahoo! Mail Baru<br />Di-update terakhir: 23 November 2009<br />Ukuran Teks: A A A<br />Simpan di Bantuan Saya<br /><br />Simpan artikel ini di Bantuan Saya agar lebih mudah ditemukan. Anda dapat membuka artikel ini kapan saja dari komputer mana pun.<br />Simpan Batal<br />Ganti artikel<br /><br />Anda telah mencapai batas maksimum artikel tersimpan. Artikel tersimpan yang paling lama akan digantikan dengan yang baru.<br />Ganti Batal<br /><br />Berdasarkan masukan para pengguna, kami telah membuat Yahoo! Mail semakin baik dengan menyederhanakan seluruh tampilan dan menambah fungsionalitas baru untuk memberikan pengalaman ber-email yang semakin menyenangkan bagi pengguna.<br /><br /> * Lebih Sedikit Iklan<br /> Kami telah menghilangkan semua iklan pada sisi kiri halaman.<br /> * Ukuran huruf lebih besar<br /> Agar Anda dapat membaca email dengan lebih nyaman, kami telah memperbesar ukuran huruf.<br /> * Filter Email yang lebih Mudah<br /> Anda dapat dengan mudah memfilter email-email dari Kontak dan Koneksi Anda melalui menu 'Lihat'.<br /> * Panel Baca kini lebih mudah diatur ukurannya<br /> Tanda 'X' pada Panel Baca telah kami hilangkan sehingga lebih mudah untuk meminimalkan/mengatur ukurannya. Untuk meminimalkan ukuran Panel Baca, klik panah ke bawah yang ada di tengah pembatas Panel Baca. Untuk mengatur ukuran, letakkan pointer mouse di mana saja pada pembatas (kecuali di panah ke bawah) dan drag pembatas ke atas atau ke bawah sehingga ukurannya sesuai dengan yang Anda inginkan.<br /> * Pengelolaan lampiran yang lebih baik<br /> Dengan tool lampiran yang baru, Anda akan dapat memilih beberapa file sekaligus (termasuk seluruh folder), melihat thumbnail foto yang Anda upload, merotasi foto, dan mengirim lebih banyak foto dengan lebih cepat - klik di sini untuk lebih lanjut. Jika Anda tidak ingin mencoba tool yang baru, Anda tetap dapat memilih beberapa file sekaligus dan melihat progres upload dari tiap file<br /> * Kotak Aplikasi di bawah Folder Anda<br /> Semua aplikasi berguna/produktif yang biasa Anda gunakan kini diletakkan di sisi kiri bawah halaman.<br /> * Pilih Email yang Terlihat<br /> Selain dapat memilih semua email yang ada di kotak email, Anda juga dapat memilih hanya email yang terlihat oleh Anda saja. Klik menu ‘Tindakan’ dan pilih 'Pilih Email yang Terlihat'.<br /> * Pengelolaan tab yang lebih baik<br /> Setelah mengirim email, tab konfirmasi pengiriman email akan otomatis tertutup setelah Anda melihatnya. Anda tetap dapat menuju folder 'Email Keluar' untuk melihat email-email yang telah Anda kirim.<br /> * Kolom ukuran file dinonaktifkan<br /> Agar kotak email Anda terlihat lebih bersih, kami telah menghilangkan kolom ukuran file. Jika memang kolom ini penting bagi Anda, Anda dapat melakukan langkah berikut untuk memunculkan kolom tersebut:<br /> 1. Klik tombol Lihat di bagian atas halaman.<br /> 2. Dari menu dropdown, di bawah 'Tampilkan:' pilih 'Kolom Ukuran'<br /> * Pilihan warna yang lebih segar<br /> Tampilan baru, dan warna baru yang lebih segar! Semoga Anda senang dengan warna-warna tersebut sebagaimana juga kami.<br /> * Tombol 'Cetak' dipindahkan ke dalam Menu Tindakan<br /> Kami telah memindahkan tombol 'Cetak' ke dalam Menu Tindakan dalam tampilan kotak email /folder.<br /> * Tombol 'Mail Klasik' dipindahkan ke dalam menu Opsi<br /> Kami telah menyederhanakan header Mail dan tetap menyediakan pilihan bagi Anda untuk beralih kembali ke Mail Klasik jika Anda menginginkannya. Untuk melakukannya, klik 'Opsi' di sisi kanan atas halaman dan pilih 'Beralih ke Yahoo! Mail Klasik…'noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-64119902605923734082010-09-29T11:01:00.000-07:002010-09-29T11:03:00.102-07:00Membedah Konsep Pariwisata BerkelanjutanSejak sepuluh tahun terakhir, perlunya kesadaran pembangunan berkelanjutan semakin kuat didengungkan berbagai kalangan. Menurut beberapa ahli, pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah sebuah proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dan kesesuaian dari sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia.<br />”Berkelanjutan” dapat diartikan kelestarian yang menyangkut aspek fisik, sosial, dan politik dengan memperhatikan pengelolaan sumber daya alam (resources management) yang mencakup hutan, tanah, dan air, pengelolaan dampak pembangunan terhadap lingkungan, serta pembangunan sumber daya manusia (human resources development). Kondisi ini dapat tercapai apabila perangkat kelembagaan memasukkan unsur-unsur multisektor yang mencakup pemerintah, swasta, LSM, serta badan-badan internasional.<br /><br />Pariwisata Berkelanjutan<br />Pariwisata sebagai salah satu sektor pembangunan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan yang telah dicanangkan oleh pemerintah sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Pariwisata yang bersifat multisektoral merupakan fenomena yang sangat kompleks dan sulit didefinisikan secara baku untuk diterima secara universal. Sehingga menimbulkan berbagai persepsi pemahaman terhadap pariwisata, baik sebagai industri, sebagai aktivitas, atau sebagai sistem.<br />Pariwisata yang melibatkan antara lain pelaku, proses penyelenggaraan, kebijakan, supply dan demand, politik, sosial budaya yang saling berinteraksi dengan eratnya, akan lebih realistis bila dilihat sebagai sistem dengan berbagai subsistem yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Dalam kerangka kesisteman tersebut, pendekatan terhadap fungsi dan peran pelaku, dampak lingkungan, peningkatan pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat, serta kesetaraan dalam proses penyelenggaraan menjadi semakin penting.<br />Kecenderungan yang berkembang dalam sektor kepariwisataan maupun pembangunan melahirkan konsep pariwisata yang tepat dan secara aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan apa yang disebut sebagai pilar dari pariwisata berkelanjutan yaitu ekonomi masyarakat, lingkungan dan sosial budaya. Pembangunan pariwisata berkelanjutan, dapat dikatakan sebagai pembangunan yang mendukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat.<br />Untuk itu maka perlu diperhatikan bahwa faktor yang menjadi penentu keberhasilan penyelenggaraan pariwisata berkelanjutan. Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif secara seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Selanjutnya berdasarkan konteks pembangunan berkelanjutan di atas, pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai: pembangunan kepariwisataan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian dan memberi peluang bagi generasi muda untuk memanfaatkan dan mengembangkannya.<br />Ketiga pilar pariwisata berkelanjutan tersebut harus dijabarkan ke dalam prinsip-prinsip operasionalisasi yang disepakati oleh para pelaku (stakeholder) dari berbagai sektor (multisektor). Dengan harapan, kesepakatan dan kesamaan pandang tersebut dapat mewujudkan orientasi pengembangan pembangunan kepariwisataan yang juga sama dan terpadu. Prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang dimaksud adalah ”Berbasis Masyarakat”.<br />Prinsip ini menekankan keterlibatan masyarakat secara langsung, terhadap seluruh kegiatan pembangunan pariwisata dari mulai perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Masyarakat diletakkan sebagai faktor utama, yang memiliki kepentingan berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasi serta pemanfaatan sumber daya alam dengan dilandaskan pada opsi pemilikan sendiri sarana dan prasarana pariwisata oleh masyarakat setempat, kemitraan dengan pihak swasta dan sewa lahan atau sumber daya lainnya baik oleh masyarakat maupun kerja sama dengan swasta.<br />Kegiatan pariwisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman intelektual dan budaya masyarakat lokal, dan ini yang akan menjadi ancaman berupa pengambilan secara ilegal pengetahuan tentang sumber daya lokal. Oleh karenanya, perlu upaya perlindungan melalui pemberdayaan masyarakat dalam hal antara lain hak untuk menolak atas pengembangan pariwisata di daerahnya yang tidak berkelanjutan; hak akses atas informasi baik negatif maupun positif; dan akses serta berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan.<br />Untuk mengantisipasi dampak negatif pariwisata, perlu pendekatan daya dukung dalam pengelolaan pariwisata sesuai dengan batas-batas yang dapat diterima. Daya dukung pariwisata dipengaruhi faktor motivasi wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasi pariwisata.<br />Perspektif daya dukung pariwisata tidak hanya terbatas pada jumlah kunjungan, namun juga meliputi aspek-aspek lainnya seperti kapasitas ekologi (kemampuan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan wisatawan), kapasitas fisik (kemampuan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan wisatawan), kapasitas sosial (kemampuan daerah tujuan untuk menyerap pariwisata tanpa menimbulkan dampak negatif pada masyarakat lokal), dan kapasitas ekonomi (kemampuan daerah tujuan untuk menyerap usaha-usaha komersial namun tetap mewadahi kepentingan ekonomi lokal).<br />Dari sisi kebutuhan pariwisata, pendidikan dan pelatihan harus dilakukan untuk melakukan alih teknologi, menghadapi persaingan demi terwujudnya prinsip pariwisata berkelanjutan.<br />Keberhasilan pariwisata berkelanjutan sangat ditentukan tingkat pendidikan masyarakat lokal. Oleh karenanya peningkatan akses dan mutu pendidikan bagi masyarakat lokal menjadi sasaran dan tujuan yang sangat utama.<br />Promosi merupakan kesatuan kegiatan yang meliputi: memperkenalkan, menyosialisasikan, dan mengampanyekan. Produk diperkenalkan; peraturan disosialisasikan; prinsip-prinsip keberlanjutan dan nilai-nilai lokal dikampanyekan. Promosi pariwisata berkelanjutan bertujuan meningkatkan kesadaran stakeholder. Menguatkan informasi tentang pariwisata berkelanjutan dapat meningkatkan kesadaran atas seluruh rangkaian kegiatan pariwisata serta dampaknya terhadap lingkungan alam serta budaya.<br />Instrumen yang dapat digunakan antara lain melalui penerapan peraturan serta sanksi-sanksi, promosi melalui media, pemantauan dan menyusun kode etik, serta penyebaran informasi, penelitian serta pendidikan dan pelatihan.<br /><br />Indikator Pariwisata Berkelanjutan<br />Secara garis besar, indikator yang dapat dijabarkan dari karakteristik berkelanjutan antara lain adalah lingkungan. Artinya industri pariwisata harus peka terhadap kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran limbah, sampah yang bertumpuk, dan kerusakan pemandangan yang diakibatkan pembalakan hutan, gedung yang letak dan arsitekturnya tidak sesuai, serta sikap penduduk yang tidak ramah. Dengan kata lain aspek lingkungan lebih menekankan pada kelestarian ekosistem dan biodiversitas, pengelolaan limbah, penggunaan lahan, konservasi sumber daya air, proteksi atmosfer, dan minimalisasi kebisingan dan gangguan visual.<br />Selain lingkungan, sosial budaya pun menjadi aspek yang penting diperhatikan. Interaksi dan mobilitas masyarakat yang semakin tinggi menyebabkan persentuhan antarbudaya yang juga semakin intensif. Pariwisata merupakan salah satu kegiatan yang memberi kontribusi persentuhan budaya dan antaretnik serta antarbangsa. Oleh karenanya penekanan dalam sosial budaya lebih kepada ketahanan budaya, integrasi sosial, kepuasan penduduk lokal, keamanan dan keselamatan, kesehatan publik.<br />Aspek terakhir adalah ekonomi. Penekanan aspek ekonomi lebih kepada Pemerataan Usaha dan Kesempatan Kerja, Keberlanjutan Usaha, Persaingan Usaha, Keuntungan Usaha dan Pajak, Untung-Rugi Pertukaran Internasional, Proporsi Kepemilikan Lokal, Akuntabilitas.***<br /><br />Penulis adalah peneliti Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.<br /><br />sumber : http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2004/0513/wis02.htmlnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-62059078982509849012010-09-29T09:56:00.000-07:002010-09-29T10:17:02.249-07:00PENGERTIAN DAN JENIS USAHA PARIWISATAMenurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha lain yang terkait dengan bidang tersebut. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan/mengusahakan objek wisata dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait dengan bidang tersebut. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Kawasan wisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.<br />Soekadijo (2000) mendefinisikan pariwisata sebagai segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Pariwisata memberikan peluang kepada masyarakat untuk berusaha atau berwirausaha, jenis-jenis usaha yang ada kaitannya dengan pariwisata tergantung dari kreativitas para pengusaha swasta baik yang bermodal kecil maupun besar untuk memberikan jasa atau menawarkan produk yang sekiranya diperlukan oleh wisatawan. Usaha pariwisata secara menyeluruh dapat dikatakan sebagai industri pariwisata, tetapi tidak diibaratkan sebagai pabrik yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi, serta ada produknya. Industri pariwisata adalah keseluruhan usaha-usaha yang dapat dinikmati wisatawan semenjak awal mula proses ketertarikan untuk berwisata, menikmati lokasi daerah tujuan wisata sampai pada proses akhir wisatawan tersebut pulang menginjakkan kakinya sampai di rumah, kemudian mengenangnya.<br />Damardjati (1992) dalam Karyono (1997) mendefinisikan industri pariwisata sebagai rangkuman dari berbagai macam bidang usaha, yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk maupun jasa-jasa/layanan-layanan atau services, yang nantinya baik secara langsung maupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh para wisatawan selama perlawatannya. Usaha-usaha pariwisata, dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) golongan besar, sebagai berikut.<br />a.Transportasi.<br />b.Akomodasi dan Perusahaan Pangan.<br />c.Perusahaan Jasa Khusus.<br />d.Penyediaan Barang.<br /><br />Dari ke empat pengelompokan tersebut secara rinci dapat dilihat sebagai berikut.<br />a.Transportasi<br />1)Dengan kapal.<br />2)Dengan kereta api.<br />3)Dengan mobil dan bus.<br />4)Dengan pesawat terbang.<br /><br />b.Akomodasi dan Perusahaan Pangan<br />1)Jenis akomodasi: hotel, apartemen, sanatorium, bungalow, pondok, perkemahan, pusat peristirahatan, dan sebagainya.<br />2)Jenis perusahaan pangan: restoran, rumah makan, cafe, warung, kantin. Bar, pub dan sebagainya..<br /><br />c.Perusahaan Jasa Khusus<br />Dapat berupa biro perjalanan, agen perjalanan, pelayanan wisata, pramuwisata, pelayanan angkutan barang atau porter, perusahaan hiburan, penukaran uang, asuransi wisata dan lain sebagainya.<br /><br />d.Penyediaan Barang<br />Barang disini adalah sesuatu benda ataupun hasil bumi yang dapat ditawarkan atau dijual kepada wisatawan yang mempunyai keterkaitan dengan lokasi daerah tujuan wisata. Barang tersebut dapat berupa souvenir, kerajinan tangan, patung seni dari kayu dan batu, soeseki, papan selancar, buah-buahan dan sebagainya.<br /><br />Referensi<br />Soekadijo, R.G. 2000. Anatomi Pariwisata, Memahami Pariwisata sebagai “Systemic Linkage”. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.<br />Karyono, A.H. 1997. Kepariwisataan. PT. Grasindo. Jakarta. <br /><br />sumber : http://totoksuharto.blogspot.com/2010/04/pengertian-dan-jenis-usaha-pariwisata.htmlnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-41332940097027513692010-09-29T09:55:00.000-07:002010-09-29T09:56:32.587-07:00Perilaku Konsumen & Faktor PengaruhnyaPerilaku konsumen dan faktor yang mempengaruhinya<br />Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Sedangkan untuk mempelajari mengenai alasan perilaku membeli konsumen bukan hal yang mudah dan jawabannya seringkali tersembunyi jauh dalam benak konsumen.<br />American Marketing Association mengemukakan (Peter & Olson, 1999:6): definisi perilaku konsumen sebagai Interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian disekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.<br />Mempelajari atau menganalisa perilaku konsumen adalah suatu yang sangat kompleks terutama karena banyaknya faktor yang mempengaruhi dan kecendrungan untuk saling berinteraksi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen meliputi (Peter & Olson, 1999:7) :<br />a. Budaya<br />Budaya adalah penentu paling dasar dari keinginan dan tingkah laku seseorang yang tercermin dari cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam permintaan akan bermacam-macam barang dan jasa. Dalam hal ini perilaku konsumen yang satu akan berbeda dengan perilaku konsumen lainnya karena tidak adanya homogenitas dalam kebudayaan itu sendiri.<br />b. Sosial<br />Faktor sosial juga mempengaruhi tingkah laku pembeli. Pilihan produk amat dipengaruhi oleh kelompok kecil, keluarga, teman, peran dan status sosial konsumen.<br />c. Pribadi<br />Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian konsumen.<br />d. Psikologi<br />Pilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologi yang penting yaitu: motivasi, persepsi, pengetahuan, seta keyakinan dan sikap.<br />Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa persepsi termasuk salah satu sub faktor psikologi yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.<br />2.3 Persepsi Konsumen Terhadap Suatu Produk<br />Salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi bentuk perilaku konsumen adalah persepsi. Bagaimana individu-individu mengambil keputusan atau membuat pilihan dari dua alternatif atau lebih, dan bagaimana kualitas pilihan terakhir mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.<br />Definisi persepsi menurut Kotler (1997:156) adalah: Proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia.<br />Dari definisi tersebut diatas, kita mengetahui bahwa seseorang termotivasi untuk membeli adalah dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya, sedangkan apa yang dipersepsikan seseorang dapat cukup berbeda dari kenyataan yang objektif. Individu-individu mungkin memandang pada satu benda yang sama tetapi mempersepsikannya secara berbeda.<br />Hal ini disebabkan karena adanya sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan kadang-kadang memutar balik persepsi. Persepsi seseorang dengan orang lain dapat berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh tiga hal yaitu:<br />a. Perhatian selektif<br />Yaitu kecendrungan bagi manusia untuk menyaring sebagian informasi yang mereka hadapi. Sehingga informasi yang lebih menonjol yang akan mendapat tanggapan.<br />b. Distorsi selektif<br />Yaitu kecendrungan orang untuk menginterpretasikan informasi dangan cara yang mendukung apa yang telah mereka yakini.<br />c. Ingatan selektif<br />Yaitu kecendrungan orang untuk mengingat informasi yang mendukung sikap dan keyakinan mereka . (Kotler, 1997:156)<br />Persepsi membantu individu dalam memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterprestasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti.<br />Definisi lainnya adalah bahwa: Persepsi sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman yang lalu, stimulus (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui panca indera. (Stanton,1991:128). Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi adalah menetukan arah dan bentuk perilaku konsumen terhadap sesuatu hal. Mengingat bahwa persepsi sifatnya sangat subyektif, dimana hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan, sikap dan pandangannya terhadap suatu produk.<br /><br />REFERENSI:<br />Assauri, Sofjan. 1999. Manajemen Pemasaran, Dasar, Konsep dan Strategi, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.<br />Gibson,L. James,dkk. 1996. Organisasi, Edisi ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta.<br />Kotler, Philip & Amstrong Gary. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran Principles of Marketing 7e, Penerbit PT. Prehalindo, Jakarta.<br />Kotler, Philip. 1997. Manajemen pemasaran analisis perencanaan, Implementasi dan kontrol, jilid I, Penerbit PT. Prehallindo, Jakarta.<br />Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan, Implementasi dan Kontrol, jilid II, Penerbit PT. Prehallindo, Jakarta.<br />Kotler, Philips. 1995. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian, Jilid I, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.<br />Malo, Manasse, Dr. 1986. Metode Penelitian Sosial, Modul 1-5, Penerbit Karinika, Universitas terbuka, Jakarta.<br />Mc. Carthy E. Jerome. 1993. Dasar-Dasar Pemasaran, Penerbit Erlangga, Yogyakarta.Nasir, Moh, Ph.D. 1999. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.<br />Nitisemito, S. Alex. 1993. Marketing, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.<br />Peter, J. Paul & Olson, Jerry C. 2000. Consumer Behavior Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, Jilid I, Edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.<br />Robbins Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontoversi dan Aplikasi, Jilid 1, Penerbit PT. Prehallindo, Jakarta.<br />Stanton, J. William,1988. Prinsip Pemasaran, Edisi ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta.<br />Stanton, J. William.1991. Prinsip Pemasaran, Jilid I, Edisi ketujuh, Penerbit Erlangga,Jakarta.<br />Swatha, Basu. DH, Irawan. 1990. Manajemen Pemasaran Modern, Edisi kedua, cetakan keempat, Penerbit Liberthy, Yogyakarta.noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-6042526976563759562010-09-29T09:53:00.000-07:002010-09-29T09:55:12.702-07:00Teori Harga2.3. Pengertian Harga dan Tujuan Penetapan Harga<br />Pengertian Harga<br />Masalah kebijaksanaan penetapan harga merupakan hal yang kompleks dan rumit. Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis, yang melibatkan penetetapan tujuan dan mengembangkan suatu struktur penetapan harga yang tepat. Karenanya akan dibahas terlebih dahulu pengertian mengenai harga.<br />Sebutan/istilah mengenai harga untuk berbagai produk tidak selalu sama dan dengan berbagai nama, Menurut Kotler ( 2002 : 518 ) bahwa harga ada di sekeliling kita.Anda membayar sewa untuk apartemen, uang kuliah dan uang jasa untuk dokter atau dokter gigi. Perusahaan penerbangan, kereta api, taxi dan bis mengenakan ongkos; perusahaan pelayanan iimum mengenakan tarif; dan bank mengenakan bunga atas uang yang anda pinjam.<br />Menurut Basu Swastha pengertian harga adalah sebagai berikut : (Swastha, 1998; 241 ) ” Harga adalah jumlah uang ( ditambah beberapa barang kalau mungkin ) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya.”<br />Dari kedua definisi tentang harga tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa harga adalah nilai suatu bararig atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang atau jasa berikut pelayanannya.<br />Dalam menyusun kebijakan penetapan harga, perusahaan mengikuti prosedur enam tahap penetapan harga yaitu : (Kotler, 2002 : 550):<br />1. Perusahaan memilih tnjuan penetapan harga.<br />2. Perusahaan memperkirakan kurva permintaan, probabilitas kuantitas yang akan terjual pada tiap kemungkinan harga.<br />3. Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagai level produksi dan pada berbagai level akumulasi pengalaman produksi.<br />4. Perusahaan menganalisa biaya, harga, dan tawaran pesaing.<br />5. Perusahaan menyeleksi metode penetapan harga<br />6. Perusahaan memilih harga akhir.<br /><br />Tujuan Penetapan Harga<br />Dalam menetapkan harga, perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu tujuan dari penetapan harga itu sendiri. Makin jelas tujuannya, makin mudah harga ditetapkan. Pada dasamya, tujuan penetapan harga dapat dikaitkan dengan laba atau volume tertentu. Tujuan ini haras selaras dengan tujuan pemasaran yang dikembangkan dari tujuan perusahaan secara keseluruhan.<br /><br />2.4. Faktor-faktor Yamg Mempengaruhi Tingkat Harga<br />Perusahaan hanya mempertimbangkan berbagai faktor dalam menetapkan kebijakan harga. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perasahaan dalam menetapkan tingkat harga bagi produknya.<br />Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga antara lain :<br />a. Kurva permintaan<br />Kurva yang menunjukkan tingkat pembelian pasar pada berbagai harga. Kurva tersebut menjumlahkan reaksi berbagai individu yang memiliki kepekaan pasar yang beragam. Langkah pertama dalam memperkirakan permintaan karena itu adalah memahami faktor - faktor yang mempengaruhi harga pembeli. Negal telah mendefinisikan sembilan faktor yang mempengaruhi permintaan akan suatu produk yaitu : (Kotler, 2002:522)<br />1. Pengaruh nilai unik.<br />Pembeli kurang peka terhadap harga jika produk tersebut lebih bersifat unik.<br />2. Pengaruh kesadaran atas produk pengganti<br />Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidakmenyadari adanya produk pengganti.<br />3. Pengaruh perbandingan yang sulit<br />Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka dapat dengan mudah membandingkan kualitas barang pengganti<br />4. Pengaruh pengeluaran total<br />Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika pengeluaran tersebut semakin rendah dibandingkan total pendapatan.<br />5. Pengaruh manfaat akhir<br />Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika pengeluaran tersbut semakin kecil dibandingkan biaya total produk akhirnya.<br />6. Pengaruh biaya yang dibagi<br />Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika sebagian biaya ditanggung pihak lain.<br />7. Pengaruh investasi tertanam<br />Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika produk tersebut digunakan bersama dengan aktiva yang telah dibeli sebelumnya.<br />8. Pengaruh kualitas harga<br />Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika produk tersebut dianggap memiliki kualitas.<br />9. Pengaruh persediaan<br />Pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidak dapat menyimpan produk tersebut.<br />b. Biaya<br />Biaya merupakan faktor penting dalam menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Perasahaan ingin menetapkan harga yang dapat menutup biaya produksi, distribusi, dan penjualan produknya, termasuk pengembalian yang memadai atas usaha dan resikonya. Untuk dapat menetapkan harga dengan tepat, manajemen perlu untuk mengetahui bagaimana biaya bervariasi bila level produksinya berubah.<br />Biaya perusahaan ada dua jenis yaitu :<br />1. Biaya tetap adalah biaya - biaya yang tidak dipengaruhi oleh produksi atau penjualan. Perusahaan harus membayar tagihan bulanan untuk sewa, gaji karyawan, dan lainnya.<br />2. Biaya variable adalah biaya yang tidak tetap dan akan berubah menurut level produksi. Biaya ini disebut biaya variabel karena biaya totalnya berabah sesuai dengan jumlah unit yang diproduksi.<br />c. Persaingan<br />Persaingan dalam suatu industri dapat dianalisis berdasarkan faktor-faktor seperti:<br />1. Jumlah perusahaan dalam industri<br />Bila hanya ada satu perusahaan dalam industri, maka secara teoritis perusahaan yang bersangkutan bebas menetapkan harganya seberapapun.<br />2. Ukuran relatif setiap perasahaan dalam industri.<br />Bila perasahaan memiliki pangsa pasar yang besar, maka perusahaan yang bersangkutan dapat memegang inisiatif perubahan harganya.<br />3. Diferensiasi produk<br />Apabila perusahaari berpeluang melakukan diferensiasi dalam industrinya, maka perusahaan tersebut dapat mengendalikan aspek penetapan harganya, bahkan sekalipun perusahaein itu kecil dan banyak pesaing dalam industri.<br />4. Kemudahan untuk masuk (Ease ofentry) dalam industri.<br />Jika suatu industri mudah untuk dimasuki, maka perusahaan yang sudah ada akan sulit mempengaruhi atau mengendalikan harga.<br />d. Pelanggan<br />Permintaan pelanggan didasarkan pada beberapa faktor yang saling terkait dan bahkan seringkali sulit memperkirakan hubungan antar faktor secara akurat.<br /><br />2.5. Metode-Metode Penetapan Harga<br />Penetapan harga atas barang atau jasa yang efisien sering menjadi masalah yang sulit bagi suatu perusahaan. Meskipun cara atau metode penetapan harga yang dipakai adalah sama bagi perusahaan (didasarkan pada biaya, persaingan, permintaan, laba dan sebagainya), tetapi kombinasi optimal dari faktor-faktor tersebut berbeda sesuai dengan sifat prodiiknya, pasamya, dan tujuan perusahaan.<br />Perusahaan memilih penetapan harga yang menyertakan satu atau lebih dari pertimbangan tersebut. Kotler mengemukakan enam metode-metode penetapan harga (2002 : 529 - 534), antara lain :<br />• Penetapan harga mark-up<br />• Penetapan harga berdasarkan pengembalian yang diharapkan<br />• Penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan<br />• Penetapan harga nilai<br />• Penetapan harga sesuai harga berlaku<br />• Penetapan harga penawaran tertutup<br /><br />2.6 Metode Penentuan Harga Jual<br />Secara khusus, skripsi ini menggunakan metode penentuan harga jual dengan metode Cost Plus Pricing Method (Penetapan harga berdasarkan biaya plus).<br />Dasar penetapan ini adalah menambah tingkat keuntungan (mark up) yang standar pada setiap biaya yang dibebankan pada setiap barang.<br />Pertimbangan menggunakan metode ini adalah minimnya ketidakpastian pada biaya dibanding permintaan. Dengan mendasarkan pada biayanya, penetapan harga jual ini menjadi lebih sederhana dan penjual tidak perlu lagi membuata penyesuaian harga terhadap permintaan.<br />Penggunaan metode ini dapat menguntungkan perusahaan dalam memaksimalkan laba. Dengan asumsi bahwa jika seluruh perusahaan dalam suatu jenis industri kerupuk menggunakan prosentase mark up yang sama, maka persaingan harga yang terjadi akan semakin berkurang.<br />Dalam metode tersebut penjual maupun produsen menetapkan harga jual untuk satu unit barang yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit ditambah dengan laba yang diharapkan (marjin) pada unit tersebut, sehingga dapat diformulasikan dengan rumus sebagai berikut:<br />Profit Margin = Net Operating Income x 100 %<br />Net Sales x 100 %<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jilid I, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh , Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta,2002<br />Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jilid II, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh, Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta,2002<br />Kotler, Philip dan Armstrong, Gary, Prinsip - prinsip Pemasaran, Jilid 2, Edisi Kedelapan,Penerbit Erlangga, Jakarta,2001<br />Sumarni, Murti dan Soeprihanto, John, Pengantar Bisnis (Dasar - Dasar Ekonomi Perusahaan), Edisi Kelima, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998<br />Sutojo, Siswanto dan Kleinsteuber, Friz, Strategi Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama, Penerbit PT. Damair Mulia Pustaka, Jakarta, 2002<br />Swastha, Basu, Manajemen Pemasaran Modern, Edisi Ketiga, Penerbit Liberty, Yogyakarta,1998noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-69849723016736465592010-09-29T09:27:00.000-07:002010-09-29T09:39:18.995-07:00ATRIBUT PRODUK WISATA SEBAGAI FAKTOR KEPUASAN WISATAWAN GUNA MENINGKATKAN WISATAWAN PADA TEMPAT WISATA TAMAN X1. Judul Penelitian<br />ATRIBUT PRODUK WISATA SEBAGAI FAKTOR KEPUASAN WISATAWAN GUNA MENINGKATKAN WISATAWAN PADA TEMPAT WISATA TAMAN X<br /><br />2. Latar Belakang<br />Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki obyek-obyek wisata yang sangat menarik telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata, hal ini ditunjukkan dengan dicanangkannya sektor ini sebagai penghasil devisa utama di tahun 2008 dengan program ”Visit Indonesia 2008”<br />Penetapan tahun 2008 sebagai tahun kunjungan wisata mengharuskan sektor ini berbenah diri karena sektor ini sangat diandalkan untuk bisa menyumbang devisa yang sangat berarti bagi negara kita yang sedang mengalami keterpurukan ekonomi ini. Perkembangan dunia wisata diharapkan akan berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, hal ini perlu didukung dengan tersedianya fasilitas-fasilitas umum pendukung industri pariwisata, di samping dengan terus memperbaiki outlook dari daya tarik wisata yang ditawarkan.<br />Upaya pengelolaan obyek-obyek daerah tujuan wisata di Kabupaten XXX juga telah menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan, hal ini ditunjukan dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke XXX terutama pantai Plengkung yang telah dikenal hingga ke mancanegara. Hal ini merupakan sinyalmen positif bagi pengembangan daerah kunjungan wisata di sekitar karena hal tersebut juga menunjukkan adanya minat dari calon wisatawan untuk mengunjungi XXX.<br />Kawasan wisata Taman XXX sebagai salah satu aset pariwisata XXX perlu diperhatikan mengingat kawasan wisata ini memiliki daya tarik alami yang tidak dimiliki oleh obyek wisata sejenis. Penanganan yang profesional atas aset pariwisata ini juga perlu ditingkatkan terutama perencanaan dan penataan yang berwawasan alam dan budaya.<br />Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian ini yaitu : “Pengaruh Atribut Produk Wisata Terhadap Kepuasan Wisatawan Pada Kawasan Wisata Taman XXX XXX”.<br /><br />3. Perumusan Masalah<br />Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu :<br />a. Apakah terdapat pengaruh atribut produk wisata yang meliputi atraksi wisata, fasilitas, dan akses menuju obyek wisata terhadap kepuasan wisatawan pada kawasan wisata Taman XXX XXX ?<br />b. Atribut produk wisata manakah yang paling dominan dalam memberikan pengaruh terhadap kunjungan wisatawan pada kawasan wisata Taman XXX XXX?<br /><br />4. Batasan Masalah<br />Penelitian ini dibatasi pada atribut produk wisata yang meliputi atraksi wisata, fasilitas obyek wisata, dan akses menuju obyek wisata serta pengaruhnya terhadap kepuasan wisatawan pada kawasan wisata Taman XXX XXX.<br /><br />5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian<br />5.1 Tujuan dan Penelitian<br />Berdasarkan pada pokok permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk:<br />1. Untuk menjelaskan pengaruh atribut produk wisata terhadap kepuasan kunjungan wisatawan ke kawasan wisata Taman XXX XXX;<br />2. Untuk mengetahui atribut produk wisata yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap kunjungan wisatawan ke Taman XXX XXX<br /><br />5.2 Manfaat Penelitian<br />Untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola wisata Taman XXX dalam kaitannya dengan upaya menciptakan kepuasan wisatawan.<br /><br />6. Tinjauan Pustaka<br />6.1 Pengertian Manajemen Pemasaran<br />Pemasaran telah didefinisikan dengan banyak cara oleh banyak ahli ekonomi. Salah satunya Philip Kotler (2002:8) mendefinisikan pemasaran sebagai berikut: ” Pemasaran adalah suatu proses sosial dan managerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.”<br />Philip Kotler (2002:9) lebih lanjut menyatakan bahwa definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti pemasaran yakni:<br />- Kebutuhan (needs ) : apa yang dirasa untuk dipenuhi yang bersifat alami.<br />- Keinginan (wants) ; apa yang dirasa untuk dipenuhi karena keberadaannya dalam lingkungan hidup.<br />- Permintaan (demans); apa yang dirasa untuk dipenuhi karena mempunyai daya beli.<br /><br />Pemasaran berarti bekerja dengan pasar untuk mewujudkan transaksi potensial guna memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Konsep pertukaran mengarah pada konsep pasar, menurut Philip Kotler (2002:10) adalah sebagai berikut:<br />“Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan dan keinginan tertentu yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan.”<br /><br />Konsep pemasaran diperbaharui oleh Philip Kotler dan Gary Armstrong yang ditulis dalam bukunya. Mereka mengatakan bahwa dewasa ini, pemasaran harus dipahami tidak dalam arti lama yaitu melakukan penjualan ” bercerita dan menjual” tetapi dalam arti baru, yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan (Philip Kotler dan Gary Armstrong,2001:5).<br />Sedangkan pengertian pemasaran menurut Murti Sumarni - John Soeprihanto (1998:261) adalah:<br />“Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.”<br />Jadi dari definisi - definisi di atas yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut pada dasarnya adalah sama yakni untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen akan barang dan jasa dengan menciptakan produk barang dan jasa yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan.<br />Bila pemasar melakukan tugas memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan baik, mengembangkan produk yang memberikan nilai, bersifat superior, dan menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya secara efektif, produk atau jasa ini akan dijual dengan sangat mudah.<br /><br />6.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)<br />Bauran pemasaran mempakan konsep utama dalam pemasaran modern yang lebih dikenal dengan marketing mix. Bauran pemasaran (marketing mix), menurut Philip Kotler (2002:18) yaitu : ” Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus - menerus mencapai pemasarannya di pasar sasaran.”<br />Menurut Murti Sumarni - John Soeprihanto (1998:274) adalah sebagai berikut: “Bauran Pemasaran ( niarketing mix ) adalah kombinasi dari variable atau kegiatan yang merupakan inti dari system pemasaran yaitu : produk, harga, saluran distribusi dan promosi.”<br />Bauran pemasaran terdiri dari empat variabel yaitu produk, harga, tempat/saluran distribusi dan promosi. Dimana keempat variabel saling mempengaruhi satu sama lainnya. Berikut ini akan dijelaskan elemen - elemen pokok yang ada dalam marketing mix antara lain :<br />1. Produk<br />Adalah sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dimiliki, digunakan ataupun dikonsumsi untuk memenuhi suatu kebutuhan atau keinginan. Elemen - elemen dari produk mencakup tentang : merek, bentuk, kemasan, garansi, kualitas, ukuran, design, pilihan dan servis sesudah penjualan.<br />2. Harga<br />Adalah nilai suatu barang atau jasa yang ditawarkan , yang ditentukan dengan berbagai pertimbangan yang menyangkut biaya, tenaga kerja dan lain - lain. Elemen - elemen dari harga mencakup : diskon, daftar harga, pembayaran, kredit, dan rekomendasi.<br />3. Tempat/ distribusi<br />Adalah suatu tempat dimana kita dapat memasarkan produk -produk dan jasa– jasa yang kita miliki untuk sampai ke konsumen.<br />4. Promosi<br />Adalah suatu tindakan yang memperkenalkan produk kita kepada masyarakat luas agar mengetahui keberadaan produk kita. Elemen - elemen promosi mencakup publikasi, iklan, promosi penjualan, dan pemasaran langsung.<br /><br />6.3 Pengertian Pariwisata<br />Pengertian tentang pariwisata sangat beragam tetapi sebagian besar menjelaskan bahwa pariwisata berkaitan dengan wisatawan yang memiliki keragaman motivasi, sikap dan pengaruh. H. Kodyat (1983:4) mendefinisikan pariwisata sebagi perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan seni.<br />Menurut Gamal Suwantoro (1973:3), pariwisata merupakan suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju ke tempat lain di luar tempat tinggalnya, dorongan kepergiannya adalah untuk berbagai kepentingan, baik kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti sekedar ingin tahu, menambah pengalaman maupun untuk belajar.<br /><br />Penjabaran tentang pariwisata secara luas dikemukakan oleh Wahab (1998:47), bahwa pariwisata merupakan salah satu industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan, selanjutnya sebagai sektor yang kompleks pariwisata juga meliputi industri-industri klasik yang sebenarnya seperti kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan dan transportasi juga bisa dipandang sebsagai industri pariwisata.<br /><br />Di dalam Undang-Undang Kepariwisataan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2000, dijelaskan bahwa pariwisata ”adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.”<br /><br />6.4 Pengertian Produk Wisata<br />Produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang saling terkait, yaitu jasa yang dihasilkan dari berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial) dan jasa alam.<br />Menurut Suswantoro (2007:75) pada hakekatnya pengertian produk wisata “adalah keseluruhan palayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati wisatawan semenjak ia meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan wisata yang dipilihnya dan sampai kembali kerumah dimana ia berangkat semula”<br /><br />Produk wisata sebagai salah satu obyek penawaran dalam pemasaran pariwisata memiliki unsur-unsur utama yang terdiri 3 bagian (Oka A. Yoeti, 2002:211) :<br />1. Daya tarik daerah tujuan wisata, termasuk didalamnya citra yang dibayangkan oleh wisatawan<br />2. Fasilitas yang dimiliki daerah tujuan wisata, meliputi akomodasi, usaha pengolahan makanan, parkir, trasportasi, rekreasi dan lain-lain.<br />3. Kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata tersebut.<br /><br />Mason (2000:46) dan Poerwanto (1998:53) telah membuat rumusan tentang komponen-komponen produk wisata yaitu :<br />1. Atraksi, yaitu daya tarik wisata baik alam, budaya maupun buatan manusia seperti festival atau pentas seni<br />2. Aksesbilitas, yaitu kemudahan dalam memperoleh atau mencapai tujuan wisata seperti organisasi kepariwisataan (travel agent)<br />3. Amenities yaitu fasilitas untuk memperoleh kesenangan. Dalam hal ini dapat berbentuk akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan<br />4. Networking, yaitu jaringan kerjasama yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan baik lokal, nasional maupun internasional.<br /><br />6.5 Pengertian Wisatawan<br />Dalam Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 9 tahun 2000, wisatawan didefinisikan sebagai orang yang melakukan kegiatan wisata. Jadi menurut pengertian ini, “semua orang yang melakukan perjalanan wisata disebut “wisatawan” apapun tujuannya yang penting perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi.”<br />Menurut IUOTO (International Union of Official Travel Organization) sebagaimana disebutkan dalam Annex II, kata tourist atau wisatawan haruslah diartikan sebagai (RS. Damardjati, 2001:88):<br />1. Orang yang bepergian untuk bersenang-senang (pleasure), untuk kepentingan keluarga, kesehatan dan lain sebagainya.<br />2. Orang-orang yang bepergian untuk kepentingan usaha.<br />3. Orang-orang yang datang dalam rangka perjalanan wisata walaupun mereka singgah kurang dari 24 jam.<br /><br />6.6 Analisis Regresi Linier Berganda<br />Metode Analisis merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini digunakan analisis data statistik, dimana salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami.<br />Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuantitatif, yaitu analisis terhadap data yang telah diberi skor sesuai dengan skala yang telah ditetapkan dengan menggunakan formula-formula statistik. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran ordinal (bertingkat) dengan skala likert. Skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi. Oleh karena itu analisis data yang dipergunakan adalah analisis Regresi Linier Berganda. Regresi Linier Berganda ini dipergunakan untuk mengukur arah dan besar pengaruh antara variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) dengan variabel terikatnya (kepuasan wisatawan) Anto Dajan (1996 : 325).<br />6.7 Analisis Determinasi dan Korelasi<br />Abdul Hakim dalam bukunya Statistik Induktif (2000:366) menjelaskan bahwa “Analisis Determinasi mempunyai tujuan untuk mencari seberapa jauh pengaruh atribut produk wisata terhadap tingkat kepuasan wisatawan”.<br />Koefisien korelasi dapat dikatakan sebagai hubungan antara variabel terikat atau dependen dengan variabel bebas atau independen. Yang termasuk variabel bebas adalah atraksi wisata, fasilitas, aksesbilitas, sedangkan yang termasuk variabel terikat adalah tingkat kepuasan wisatawan.<br />6.8 Uji Hipotesis<br />Hipotesis penelitian ditentukan sebagai berikut:<br />“Bahwa ada pengaruh antara atribut produk wisata dengan tingkat kepuasan wisatawan di Taman XXX XXX”.<br />Untuk menguji hipotesis tersebut, maka digunakan uji sebagai berikut:<br />1) Uji F (Uji Fisher)<br />Uji F ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) terhadap variabel terikat (kunjungan wisatawan) secara simultan atau bersama-sama (Anton Dajan 1996 : 335)<br />2) Uji T (Parsial)<br />Uji t ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) terhadap variabel terikat (kunjungan wisatawan) secara parsial atau sendiri-sendiri (Anton Dayan 1996 : 336) .<br /><br />7. Metode Penelitian<br />7.1 Lokasi Penelitian<br />Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada kawasan wisata Taman XXX yang terletak di desa Kemiren, XXX. Pertimbangan pemilihan lokasi ini lebih didasari pada kepopuleran obyek wisata Taman XXX sebagai salah satu ikon wisata di XXX di antara sekian banyak obyek wisata yang tersebar di XXX. Selain itu, obyek wisata Taman XXX dikelola oleh pihak swasta dengan manajemen modern dan berorientasi terhadap profit.<br /><br />7.2 Metode Pengumpulan data<br />Dalam rangka mendapatkan data-data yang dibutuhkan bagi kegiatan penelitian ini, maka data-data yang berada di lapangan dikumpulkan dengan cara sebagai berikut :<br />1) Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung serta mengadakan pencatatan atas segala sesuatu yang terkait dengan yang diteliti.<br />2) Kuisioner yaitu suatu metode pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung.<br />3) Wawancara yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak terkait.<br /><br />7.3 Metode Pengambilan Sampel<br />Sampel meliputi sebagian atau wakil populasi yang diobservasi. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Jika sampel = n merupakan bagian dari populasi = N, maka n ≤ N (nilai n lebih kecil dan bisa juga sama dengan N, tetapi pada umumnya selalu lebih kecil) kalau jumlah populasi = 1000, maka sampel bisa terdiri dari 100, 200, dan atau 500, yaitu suatu jumlah elemen yang lebih kecil dari 1000. Jumlah elemen dalam sampel tergantung antara lain pada biaya yang tersedia serta tingkat ketelitian informasi atau data yang akan diperoleh<br />Sampel yang menjadi responden ditentukan berdasarkan Eksidental Sampling, yakni metode pengambilan sample yang didasarkan atas keberadaan responden yang secara kebetulan berada dalam populasi penelitian. Pertimbangannya bahwa karakteristik responden sulit diketahui atau belum diketahui. Selain itu waktu kunjungan relatif singkat, dan untuk menemuinya relatif sulit. Adapun jumlah responden yang digunakan sebagai sampel adalah 100 orang, dengan dasar pengukuran menurut Maholtra (1999:46) yaitu minimal lima kali jumlah variabel yang diteliti.<br /><br />7.4 Pengukuran Variabel Penelitian<br />Pengukuran berfungsi untuk menunjukkan angka-angka pada suatu variabel menurut metode tertentu. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran ordinal (bertingkat) dengan skala likert. Dimana skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi atau sebaliknya dengan interval yang tidak harus sama.<br />Skala Likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya puas-tidak puas, senang-tidak senang dan baik-tidak baik. Melalui daftar pertanyaan yang ada diperoleh masing-masing item dari setiap variabel.<br />Untuk setiap item dalam variabel dalam daftar pertanyaan menggunakan kriteria sebagai berikut :<br />Untuk Variabel X:<br />1. Jawaban A bernilai 5 = Sangat setuju<br />2. Jawaban B bernilai 4 = setuju<br />3. Jawaban C bernilai 3 = Kurang setuju<br />4. Jawaban D bernilai 2 = Tidak setuju.<br />5. Jawaban E bernilai 1 = Sangat tidak setuju.<br />Untuk Variabel Y:<br />1. Jawaban A bernilai 5 = Sangat puas<br />2. Jawaban B bernilai 4 = puas<br />3. Jawaban C bernilai 3 = Kurang puas<br />4. Jawaban D bernilai 2 = Tidak puas.<br />5. Jawaban E bernilai 1 = Sangat tidak puas.<br /><br />8. Metode Analisis Data<br />8.1 Uji Validitas<br />Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang perlu diukur atau sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikatakan valid apabila terdapat kesesuaian antara data yang dikumpulkan dengan data yang sesungguhnya. Untuk menguji tingkat validitas data,dalam penelitian ini digunakan uji validitas konstruk (construct validity) yaitu pengujian validitas dimana skor dari semua pertanyaan atau pernyataan yang disusun berdasarkan dimensi konsep korelasi dengan skor total. Teknik yang digunakan adalah mengkorelasikan antara skor yang diperoleh dengan masing-masing item (pertanyaan atau pernyataan) dengan skor total. Skor total adalah nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor item. Dengan rumus yang digunakan yaitu Product Moment.<br /><br />Dimana :<br />N = Jumlah Responden.<br />X = Skor total tiap-tiap item.<br />Y = Skor total.<br />Kreteria pengujian test validitas :<br /> Jika koefisien korelasinya > r-tabel,maka hasilnya dapat dikatakan valid.<br /> Jika nilai signifikansi 0,05 , maka hasilnya dapat dikatakan valid.<br />8.2 Uji Reliabilitas<br />Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dapat diandalkan/dipercaya, atau sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali/lebih terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang sama.<br />Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel apabila hasil penelitian tersebut mendapatkan hasil yang sama jika dilakukan penelitian berulang atau mampu mengungkap data yang dapat dipercaya. Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Cronbach Alpha ( ) sebagai berikut :<br /><br />Dimana :<br />ri = Reliabilitas instrumen<br />k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal<br />Si2 = Jumlah varians total<br />St2 = Varians total<br />Rumus untuk varians total dan varians item yaitu :<br /><br />Dimana :<br />JKi = Jumlah kuadrat seluruh skor item.<br />JKs = Jumlah kuadrat subyek.<br />Kreteria pengujian test reliabilitas :<br /> Jika nilai alpha > r-tabel, maka hasilnya dapat dikatakan reliabel.<br /><br />8.3 Analisis Regresi Linier Berganda<br />Regresi Linier Berganda ini dipergunakan untuk mengukur arah dan besar pengaruh antara variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) dengan variabel terikatnya (kepuasan wisatawan).<br />Adapun rumus yang digunakan:<br />Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3<br />Dimana :<br />Y = Kepuasan Wisatawan<br />X1 = Variabel atraksi<br />X2 = Variabel fasilitas<br />X3 = Variabel aksesbilitas<br />a = Konstanta<br />b = Koefisien regresi<br /><br />8.4 Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (r2)<br />8.4.1 Analisis Koefisien Korelasi ( r )<br />Untuk menentukan Koefisien Korelasi dirumuskan sebagai berikut :<br /><br />Dimana:<br />r = koefisien korelasi<br />x = atribut wisata<br />y = kepuasan wisatawan<br />8.4.2 Analisis Koefisien Determinasi (r2)<br />Untuk mencari seberapa jauh pengaruh personal selling dan periklanan terhadap pengumpulan dana tabungan. Hal ini akan diperoleh dengan menggunakan Analisis Determinasi.<br />Koefisien determinasi disimbolkan dengan tanda (r2) dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :<br /><br />8.5 Uji Hipotesis<br />8.5.1. Uji F (Uji Fisher)<br />Uji F ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) terhadap variabel terikat (kunjungan wisatawan) secara simultan atau bersama-sama.<br />Langkah-langkah dalam Uji F sebagai berikut :<br /> Ho : 1= 2 = 3 = 0 artinya variabel atraksi, fasilitas dan aksesbilitas secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel wisatawan.<br /> Ha : 1 = 2 = 3 0 artinya variabel atraksi, fasilitas dan aksesbilitas secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan.<br />Perhitungan dengan menggunakan rumus :<br /><br />Dimana :<br />n = Jumlah sampel.<br />k = Jumlah variabel bebas.<br />r2 = Koefisien determinasi.<br /><br />8.5.2 Uji t (Parsial)<br />Uji t ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (atraksi, fasilitas dan aksesbilitas) terhadap variabel terikat (kepuasan wisatawan) secara parsial atau sendiri-sendiri.<br />Langkah-langkah dalam Uji t sebagai berikut :<br /> Ho : 1 = 0 artinya variabel atraksi wisata, fasilitas dan aksesbilitas secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel kepuasan wisatawan.<br /> Ha : 2 0 artinya variabel atraksi, fasilitas dan aksesbilitas secara parsial berpengaruh terhadap variabel kunjungan wisatawan..<br />Perhitungan dengan menggunakan rumus :<br /><br />Dimana :<br />Sb = Simpangan Baku dari b1, b2…..bn<br />bi = Koefisien Regresi dari X1,X2…..Xn<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Abdul Hakim, 2000, Statistik Induktif, Edisi Pertama – Yogyakarta<br />Dajan, Anto, 1986, Pengantar Metode Statistik. Jilid II. LP3ES. Jakarta,<br />Damardjati, RS, Istilah-istilah Dunia Pariwisata, Edisi Revisi, Cetakan Keenam, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001<br />Kodyat, RA, Statistik Induktif Terapan, Edisi Keempat, BPFE UGM, 2001<br />Kotler, Philip dan Armstrong, Gary, Prinsip - prinsip Pemasaran, Jilid 2, Edisi Kedelapan,Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001<br />Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jilid I, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh , Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002<br />Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jilid II, Edisi Indonesia, Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh, Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002<br />Maholtra dan Lind AD, Statistik Induktif “For Business Economic” Edisi kesembilan, Erlangga, Jakarta, 1999<br />Mason, Robert, D, Teknik Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi Kesembilan, Erlangga, Jakarta, 2000<br />Poerwanto, Geografi Pariwisata dalam Diktat Kuliah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Universitas Jember.<br />Saleh, Wahab, Manajemen Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1988<br />Sumarni, Murti dan Soeprihanto, John, Pengantar Bisnis (Dasar - Dasar Ekonomi Perusahaan), Edisi Kelima, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998<br />Suswantoro, G, Dasar-Dasar Pariwisata, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 1997<br />Sutojo, Siswanto dan Kleinsteuber, Friz, Strategi Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama, Penerbit PT. Damair Mulia Pustaka, Jakarta, 2002<br />Swastha, Basu, Manajemen Pemasaran Modern, Edisi Ketiga, Penerbit Liberty, Yogyakarta,1998<br />Yoeti, Oka, Pemasaran Pariwisata Terpada, Penerbit Angkasa, Bandung 1996.<br /><br />sumber : http://skripsimudah.blogdetik.com/2009/01/20/atribut-produk-wisata-sebagai-faktor-kepuasan-wisatawan-guna-meningkatkan-wisatawan-pada-tempat-wisata-taman-x/noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-36271224570096995552010-09-29T09:06:00.000-07:002010-09-29T09:27:39.798-07:00Ilmu PariwisataBAB I<br /><br />PENDAHULUAN<br /><br /> Gejala pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat lain, selain dimana ia tinggal menetap. Semenjak itu pula ada kebutuhan –kebutuhan manusia yang harus dipenuhi selama perjalanannya.<br /><br /> Dengan meningkatkan peradaban manusia, dorongan untuk melakukan perjalanan, semakin kuat, kebutuhan yang harus dipenuhi semakin komplek. Pada saat ini melakukan perjalanan wisata telah merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi.<br /><br /> Manfaat – manfaat dan peranan pariwisata, bagi suatu wilayah , negara maupun internasional sudah banyak diakui. Sehingga pariwisata telah menjadi salah satu bidang yang cukup penting di samping bidang –bidang lainnya, seperti bidang pertanian, pertambanggan, industri, politik dan sosial budaya.<br /><br /> Namun demikian , pengembangan pariwisata relatif masih baru dibanding dengan bidang –bidang lainnya yang telah disebutkan diatas. Adalah menjadi tantangan para ahli pariwisata untuk terus menggali, meneliti dan memikirkan sejauh mana pariwisata akan menjadi suatu disiplin ilmiah yang berdiri sendiri.<br /><br /> BEBERAPA PENGERTIAN POKOK<br /><br /> Untuk membicarakan pariwisata, ada beberapa pengertian pokok yang terlebih dahulu perlu diketahui. Kegunaan dari suatu batasan adalah sebagai titik tolak pembahasan.<br /><br />Istilah – istilah yang diberikan untuk batasan –batasan dalam buku ini adalah :<br /><br />1. Pariwisata ( Tourism )<br /><br />2. Wisatawan ( Tourist)<br /><br />3. Produk Wisata<br /><br />4. Atraksi Wisata<br /><br />5. Sarana Wisata<br /><br />6. Prasarana Wisata<br /><br /> <br /><br />1.Pariwisata ( tourism)<br /><br /> Arti dari istilah pariwisata belum banyak diungkapkan oleh para ahli bahasa dan pariwisata di Indonesia.<br /><br /> Yang jelas kata pariwisata berasal dari bahasa Sangsakerta , terdiri dari dua suku kata, yaitu “ pari” dan “ wisata” . Pari berarti banyak, berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling.<br /><br />Dalam Bahasa Inggris untuk Pariwisata digunakan istilah “ Tourism”.<br /><br /> Menurut seorang Ahli Ekonomi berkebangsaan Austria Norval, Pariwisata atau Tourism adalah “ the sum total of operations, mainly of an economic nature which directly relate to the entry, stay and movement of foreigners inside and outside a certain country, city or region.” ( Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan, yang berhubungan dengan masuk, tinggal dan pergerakkan penduduk asing di dalam atau di luar suatu negara, kota atau wilayah tertentu.)<br /><br /> Definisi pariwisata yang lebih lengkap dikemukakan oleh Prof. Hunziker dan Kraft (1942) sebagai berikut : “ Tourism is the totality of relationships and phenomena arising from the travel and stay of strangers, provided the stay does not imply the establishment of a permanent residence and is not connected with a remunerated activity”. ( Pariwisata adalah keseluruhan hubungan dan gejala –gejala atau peristiwa – peristiwa yang timbul dari adanya perjalanan dan tinggalnya orang asing, dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah.)<br /><br /> Sedangkan menurut Keputusan R. I. No. 19 tahun 1969 , Kepariwisataan adalah “ merupakan kegiatan jasa yang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan hidup yang khas, seperti hasil budaya, peninggalan sejarah, pemandangan alam yang indah dan iklim yang nyaman.”<br /> Dari ketiga batasan tersebut penulis dapat menarik kesimpulan , bahwa pariwisata mencakup hal – hal sebagai berikut :<br /><br />¯ Keseluruhan fenomena alam maupun buatan manusia yang di manfaatkan untuk wisatawan.<br /><br />¯ Kegiatan –kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama melakukan perjalanan.<br /><br /> <br />Ruang lingkup kegiatan pariwisata mencakup kegiatan –kegiatan sebagai berikut :<br /><br />¯ Kegiatan yang berhubungan dengan angkutan dari tempat asal wisatawan sampai temapat tujuan selama di tempat tujuan dan kembali ke tempat asalnya.<br /><br />¯ Kegiatan yang berhubungan dengan penyediaan , pengelolaan dan pengembangan atraksi, sarana , prasarana dan amenitas pariwisata.<br /><br />¯ Kegiatan yang berhubungan dengan penyediaan dan pelayanan informasi tentang atraksi , sarana , prasarana dan segala sesuatu yang diperlukan wisatawan.<br /><br /><br />2.Wisatawan ( Tourist)<br /><br /> Kata wisatawan berassal dari bahasa Sangsakerta, dari asal kata “ wisata” yang berarti perjalanan ditambah dengan akhiran “ wan” yang berarti orang yang melakukan perjalanan wisata.<br /> Dalam bahasa Inggris, orang yang melakukan perjalanan disebut traveller. Sedangkan orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan wisata disebut Tourist.<br /> Definisi mengenai tourist, diantara berbagai ahli atau Badan Internasional, masih belum ada keseragaman pengertian. Perbedaan pengertian atau batasan di sebabkan karena perbedaan latar belakang pendidikan atau keahlian, perbedaan kepentingan dan perbedaan pandangan dari para ahli atau badan tersebut. Baik mengenai batasan wisatawan internasional maupun wisatawan domestik.<br /><br />Dibawah ini akan dikemukakan batasan dari beberapa ahli dan badan internasional di bidang pariwisata :<br /><br />A. Wisatawan Internasional<br /><br />Norval, seorang ahli ekonomi Inggris, memberi batasa mengenai wisatawan internasional sebagai berikut : “ Every person who comes to a foreign country for a reason than to establish his permanent residence or such permanent work and who spends in the country of his temporary stay, the money he has earned else where”.<br />(Wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara , dengan tujuan tidak untuk menetap atau bekerja tetap, dan membelanjakan uangnya di tempat tersebut dengan uang yang diperolehnya di tempat lain.)<br /> Dari definisi tersebut, Norval lebih menekankan pada aspek ekonominya, sementara aspek sosiologi kurang mendapat perhatian.<br />Pada tahun 1937 , Komisi Ekonomi Liga Bangsa- Bangsa ( Economis Commission of The league of Nations), pertama kali memberikan batasan pengertian mengenai internasional tourist pada forum international . Rumusan tersebut adalah sebagai berikut :<br />“ The term tourist shall , in principle, be interpreted to mean any person travelling for a period of 24-hours or more in a country other than in which he usually resides”. ( Istilah Wisatawan pada dasarnya diartikan sebagai seseorang yang melakukan perjalanan selama 24 jam atau lebih di negara lain, selain dimana yang bersangkutan bertempat tinggal.)<br /><br />Hal pokok yang penting dari batasan Liga Bangsa – Bangsa tersebut yang perlu dicatat adalah :<br /><br />¯ Perjalanan dari satu negara ke negara lain<br /><br />¯ Lama perjalanan sekurang-kurangnya 24 jam<br /><br /><br />Untuk selanjutnya Komisi Liga Bangsa-Bangsa ini, menyempurnakan batasan pengertian tersebut, dengan mengelompokkan orang –orang yang dapat disebut sebagai wisatawan dan bukan wisatawan.<br /><br /><br />Yang termasuk wisatawan adalah :<br /><br />¯ Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan bersenang-senang, mengunjungi keluarga, dll.<br /><br />¯ Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan pertemuan –pertemuan atau karena tugas tertentu , seperti dalam ilmu pengetahuan, tugas negara, diplomasi, agama , olah raga dll.<br /><br />¯ Mereka yang mengadakan perjalanan untuk tujuan usaha.<br /><br />¯ Mereka yang melakukan kunjungan mengikuti perjalanan kapal laut, walaupun tinggal kurang dari 24 jam.<br /><br /> <br /><br />Yang dianggap sebagai bukan wisatawan :<br /><br />¯ Mereka yang berkunjung dengan tujuan untuk mencari pekerjaan atau melakukan kegiatan usaha.<br /><br />¯ Mereka yang berkunjung ke suatu negara dengan tujuan utuk bertempat tinggal tetap.<br /><br />¯ Penduduk di daerah tapal batas negara dan bekerja di negara yang berdekatan.<br /><br />¯ Wisatawan yang hanya melewati suatu negara tanpa tinggal di negara yang dilaluinya itu.<br /><br />Batasan tersebut tidak dapat diterima oleh Komisi Statistik dan Komisi Fasilitas Internasional Civil Aviation Organization, PBB. Komisi ini membuat rumusan baru. Istilah Tourist diganti dengan Foreign Tourist, dan memasukkan kategori Visitor di dalamnya.<br /><br />Dalam rumusan Komisi Statistik ini dicantumkan batas maksimal kunjungan selama 6 bulan, sedangkan batas minimum 24 jam dikesampingkan. Selanjutnya batasan yang semula berdasarkan kebangsaan ( nationality) , diganti dengan berdasarkan tempat tinggal sehari –hari wisatawan. ( Country of Residence).<br /><br />Menyadari ketidakseragaman pengertian tersebut Internasional Union of Official Travel Organization ( IUOTO), sebagai badan organisasi pariwisata internasional yang memiliki anggota lebih kurang 90 negara telah mengambil inisiatif dan memutuskan batasan yang sifatnya seragam melalui PBB pada tahun 1963 di Roma.<br /><br />Visitor adalah “ Any person travelling to country other than that of his usual place of residence, for any reason other than the exercise of a remunerated activity”. ( Setiap orang yang mengadakan perjalanan ke suatu negara lain, di luar tempat tinggal biasanya, dengan alasan apapun, selain melakukan kegiatan untuk mendapat upah ).<br /><br /> <br /><br />Batasan tersebut mencakup dua kategori pengertian Tourist dan Excursionists.<br /><br />Tourist are temporary visitors staying at least 24 hours in the country visited and whose motives for travel are :<br /><br />¯ Leisure ( pleasure, holidays, health, studies, religion and sports)<br /><br />¯ Business , family, mission, meetings<br /><br /> <br />(Wisatawan adalah pengunjung sementara, tinggal sekurag-kuragnya 24 jam di negara yang dikunjungi dan motif perjalanannya adalah :<br /><br />¯ Kesenangan, liburan, kesehatan, belajar, keagamaan dan olah raga<br /><br />¯ Usaha, kunjungan keluarga, missi, pertemuan-pertemuan<br /><br /> <br />Excursionists are temporary visitors staying only on one day in the country visited without staying overnight (including cruise passenger).<br />(Excursionists adalah pengunjung sementara, tinggal satu hari di negara yang dikunjungi tanpa menginap, termasuk penumpang kapal pesiar).<br /><br /> <br />B.Wisatawan Domestik<br /><br />Wisatawan Domestik adalah seseorang penduduk suatu negara yang melakukan perjalanan ke tempat selain dimana ia tinggal menetap. Perjalanan tersebut dilakukan dalam ruang lingkup negara dimana yang bersangkutan tinggal, dengan lama perjalanan sekurag-kurangnya 24 jam, dengan tujuan tidak untuk mendapatkan nafkah.<br /><br /> <br />3.Produk Wisata<br /> Produk wisata adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh wisatawan dari mulai ia meninggalkan tempat tinggalnya sampai kembali ke tempat tinggalya semula. Atau dapat diartikan pula keseluruhan pengalaman yang dialami wisatawan dari mulai keberangkatan, selama perjalanannya sampai kembali ke tempat tinggalnya.<br /><br /> <br />4.Atraksi Wisata<br /> Istilah atraksi wisata yang digunakan oleh penulis adalah sebagai terjemahan dari Attraction dalam bahasa Inggris, yang berarti segala sesuatu yang memiliki daya tarik, baik benda yang berbentuk pisik maupun non-pisik.<br />Pengertian atraksi seing diartikan sempit yakni “pertunjukan”. Sedangkan attraction diterjemahkan dengan “obyek” wisata.<br />Oleh karena segala sesuatu yang dapat menarik, dalam bahasa Inggris menggunakan istilah attraction, maka penulis memilih menggunakan atraksi wisata daripada obyek wisata. Konotasi pengertian obyek wisata lebih besar kepada benda-bedna mati dan belum tentu memiliki daya tarik.<br /><br /> <br />5.Sarana Wisata<br /> Adalah sarana ekonomi yang diperlukan langsung oleh wisatawan, seperti : Transportasi, Akomodasi, Restoran, Atraksi Wisata, Souvenir dan lain-lain.<br /><br /> <br />6.Prasarana Wisata<br /> Prasarana wisata adalah sarana ekonomi yang secara tidak langsung dibutuhkan oleh wisatawan . Seperti pelabuhan , jalan raya, instalasi air dan lain-lain.noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-38213335231066477982010-09-29T09:02:00.000-07:002010-09-29T09:06:45.986-07:00GEJALA DAN PERKEMBANGAN PARIWISATA1. GEJALA PARIWISATA<br /><br /> <br />A. Kondisi –kondisi yang menimbulkan gejala pariwisata<br /><br /> <br /><br />Pariwisata merupakan gejala dari pergerakan manusia secara temporer dan spontan di dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu. Gejala-gejala tersebut mendorong dan menumbuhkan kegiatan-kegiatan dalam bidang konsumsi dan produksi barang dan jasa-jasa yang diperlukan oleh wisatawan.<br /><br /> <br /><br />Timbulnya keinginan wisatawa tersebut, biasanya timbul karena pengaruh kondisi dan sifat-sifat lingkungan dimana wisatawan tersebut berada. Kebutuhan atau keinginan ini kadang –kadang sangat mendalam. Misalnya : keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru, keinginan untuk melepaskan diri dari kekangan-kekangan dan lain – lain.<br /><br /> <br /><br />Faktor-faktor fisik lingkungan biasanya mempengaruhi langsung “sikap” dari wisatawan dan menumbuhkan motivasi tertentu. Motivasi ini merupakan dasar penyebab dari timbulnya kegiatan wisatawan yang sering disebut dengan dengan “motif” yakni motif perjalanan. Motif merupakan perwujudan konkrit dari keinginan-keinginan yang harus dipenuhi. Sebagai contoh : kehidupan santai, yaitu keinginan yang disebabkan oleh akibat kelelahan badan ,keresahan jiwa dan tekanan hidup di kota.<br /><br /> <br /><br />Motivasi dapat dibagi kedalam dua kelompok , yaitu :<br /><br />¯ Motivasi yang disebabkan oleh adanya dorongan dari dalam jiwa dan kehidupan alami<br /><br />¯ Motivasi yang disebabkan oleh adanya dorongan dari luar , yang disebabkan oleh kondisi lingkungan.<br /><br /> <br />B. Motivasi Perjalanan<br /><br />bal2<br /><br />bal10<br /><br /><br /> <br /><br />Motivasi dan motif dari keinginan wisatawan ( tourist interest) belum terungkap secara jelas, apakah terdapat hubungan satu sama lainnya atau tidak.<br /><br />Motivasi yang disebabkan oleh kondisi lingkungan , memperlihatkan perubahan yang lebih jelas terhadap sikap wisatawan dibanding dengan motivasi yang disebabkan oleh dorongan dari dalam jiwa.<br /><br />Motivasi –motivasi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :<br /><br /> <br /><br /> 1. Motivasi yang disebabkan oleh dorongan dari dalam jiwa, yang berupa kebutuhan jiwa dan fisik.<br /><br /> <br /><br /> Kebutuhan utama (primer) :<br /><br />¯ Dorongan hati<br /><br />¯ Kebutuhan jasmani<br /><br />¯ Kebutuhan akan udara bersih<br /><br />¯ Kebutuhan akan sinar matahari<br /><br />¯ Kebutuhan akan kebebasan bergerak<br /><br />¯ Kebutuhan untuk istirahat<br /><br /> <br /><br />Kebutuhan sekunder :<br /><br /> <br /><br />¯ Kebutuhan untuk kesenangan<br /><br />¯ Kebutuhan untuk penguatan pribadi<br /><br />¯ Kebutuhan untuk maju<br /><br />¯ Kebutuhan untuk menikmati sesuatu<br /><br />¯ Kebutuhan akan perlindungan<br /><br />¯ Keingintahuan ( curiosity)<br /><br /> <br /><br /> 1. Motivasi yang disebabkan dari luar jiwa<br /><br /> <br /><br />Keadaan lingkungan alam, berupa :<br /><br /> <br /><br />¯ Iklim<br /><br />¯ Lingkungan yang kurang baik<br /><br />¯ Pencemaran dan kerusakan lingkungan<br /><br />¯ Rusaknya keseimbangan alam dan pemandangannya<br /><br />¯ Kondisi negatif daru tempat tinggal<br /><br />¯ Menurunya kondisi kesehatan<br /><br />¯ Kebisingan dan bau lingkungan<br /><br />¯ Pemandangan kota yang membosankan<br /><br />¯ Kondisi sosial yang membosankan<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br />Kondisi Sosial Budaya<br /><br /> <br /><br />¯ Langkanya fasilitas / sarana rekreasi<br /><br />¯ Kegiatan masyarakat yang membosankan<br /><br />¯ Tekanan dari kelompok masyarakat yang menuju kepada tata kehidupan yang teratur<br /><br />¯ Kehidupan yang teratur<br /><br />¯ Terlalu banyak atau sedikit kerja fisik atau mental<br /><br />¯ Terlalu banyak atau sedikit kegiatan sosial<br /><br />¯ Sifat bebas dari remaja<br /><br />¯ Perkembangan sosial masyarakat<br /><br />¯ Perbedaan sosial di dalam masyarakat<br /><br /> <br /><br />Kondisi dan Keadaan Ekonomi<br /><br /> <br /><br />¯ Konsumsi yang tinggi dari masyarakat<br /><br />¯ Biaya hidup yang tinggi di tempat<br /><br />¯ Tingkat daya beli yang tinggi<br /><br />¯ Meningkatnya kehidupan mewah<br /><br />¯ Adanya kemudahan dalam peminjaman uang<br /><br />¯ Meningkatnya waktu luang<br /><br />¯ Penurunan dan rendahnya pajak<br /><br />¯ Penurunan dan rendahnya ongkos angkutan<br /><br /> <br />Kegiatan Pariwisata<br /><br /> <br /><br />¯ Meningkatnya kegiatan tourist publicity<br /><br />¯ Meningkatnya penyebaran informasi pariwisata<br /><br />¯ Prestise sosial dari pariwisata<br /><br /> <br /><br />Dari uraian-uraian di atas, jelas bahwa motivasi baik yang disebabkan oleh dorongan dari dalam jiwa maupun sebagai pengaruh dari lingkungan, merupakan dasar utama yang menyebabkan seseorang berkeinginan untuk melakukan perjalanan wisata. Pada saat ini, terutama di negara- negara yang telah maju, melakukan perjalanan wisata merupakan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br />Ada beberapa alasan bagi orang –orang tertentu, yang tidak dapat melakukan perjalanan secara intensif, atau sama sekali tidak dapat melakukan perjalanan. Alasan – alasan yang merupakan faktor tidak atau sama sekali tidak melakukan perjalanan antara lain disebabkan :<br /><br /> <br />Alasan biaya untuk melakukan perjalanan<br /><br /> <br /><br />Setiap menusia selalu dihadapkan kepada masalah keuangan, dan melakukan perjalanan selalu memerlukan tersedianya uang.<br /><br /> <br />Alasan ketiadaan waktu<br /><br /> <br /><br />Halangan ketiadaan waktu, pada umumnya merupakan alasan bagi kebanyakan orang yang tidak dapat meninggalkan pekerjaannya, profesinya atau kegiatan usahanya.<br /><br /> <br />Alasan kondisi kesehatan<br /><br /> <br /><br />Gangguan kesehatan atau kelemahan fisik seseorang , sering merupakan hambatan atau halangan untuk melakukan perjalanan. Sebagai contoh : orang-orang lanjut usia lebih banyak tinggal dirumah daripada melakukan perjalanan dikarenakan kondisi pisik dan kesehatan yang tidak mengizinkan.<br /><br /> <br />Alasan keluarga<br /><br /> <br /><br />Keluarga yang mempunyai anak-anak yang masih kecil dan banyak., sering merupakan hambatan atau halangan bagi seseorang yang melakukan perjalanan, yang disebabkan oleh adanya beban dan kewajiban untuk memelihara anak-anaknya.<br /><br /> <br />Alasan tidak ada minat<br /><br /> <br /><br />Yang menimbulkan ketiadaan minat seorang untuk melakukan perjalanan, antara lain karena kurangnya pengetahuan tentang daerah-daerah tujuan wisata yang menarik, yang disebabkan kelangkaan dan kurangnya informasi.<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br />C. Klasifikasi motif perjalanan<br /><br /> <br /><br />Motif –motif dari tourist interest, yang berupa perwujudan konkrit dari keinginan-keinginan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :<br /><br /> <br /><br />1). Motif perjalanan untuk menikmati atraksi –atraksi wisata berupa :<br /><br />a. Atraksi alam<br /><br />¯ Pemandangan<br /><br />¯ Laut<br /><br />¯ Pantai<br /><br />¯ Pegunungan<br /><br />¯ Sinar matahari<br /><br />¯ Flora<br /><br />¯ Fauna<br /><br />b. Atraksi sosial budaya<br /><br />¯ Atraksi sejarah<br /><br />¯ Atraksi kesenian<br /><br />¯ Cara hidup masyarakat<br /><br />¯ Yang berkaitan dengan kehidupan politik<br /><br />¯ Yang berkaitan dengan antropologi<br /><br />¯ Yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan<br /><br />¯ Yang berkaitan dengan keagamaan<br /><br /> <br /><br />c. Atraksi yang berkaitan dengan pendidikan<br /><br /> <br /><br />¯ Kebudayaan umum<br /><br />¯ Kehidupan dan mempelajari ilmu di perguruan<br /><br />¯ Mengikuti seminar<br /><br /> <br /><br />d. Atraksi perdagangan , berupa :<br /><br /> <br /><br />¯ Berbelanja ( shopping)<br /><br />¯ Mengunjungi pameran, pekan raya<br /><br />¯ Konferensi, rapat, pertemuan, seminar, dll.<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> 1. Motif kedua berupa penjelmaan dalam aspirasi-aspirasi , seperti :<br /><br /> <br /><br />a. Melalui rekreasi pisik, untuk tujuan :<br /><br />¯ Kesehatan<br /><br />¯ Olah Raga<br /><br />¯ Hidup diudara terbuka, air, laut, pegunungan<br /><br />¯ Istirahat<br /><br />¯ Melakukan kegiatan-kegiatan<br /><br />¯ Pemuasan hati<br /><br /> <br /><br />b. Melalui rekreasi spiritual :<br /><br /> <br /><br />¯ Merenung-renung<br /><br /> <br /><br />Disamping tipe-tipe diatas, tipe pariwisata lainnya dapat disebutkan : pariwisata marina, pariwisata rimba, pariwisata remaja, pariwisata berburu dan lain-lain.<br /><br /> <br /><br />D. Bentuk –bentuk Pariwisata ( The form of tourism )<br /><br /> <br /><br />Pengelompokan pariwisata menurut bentuknya berdasarkan pada lama kunjungan dan efek ekonomi dari pariwisata yang diperinci sebagai berikut :<br /><br /> <br /><br /> 1. Pariwisata Perorangan ( individual) dan kolektif ( organized)<br /><br /> <br /><br />Yang dimaksud dengan pariwisata perorangan (individual) adalah dimana seorang wisatawan atau satu group wisatawan yang dalam melakukan perjalanan dengan cara mengatur sendiri. Mereka mengatur tentang programnya, menentukan tujuan, dan mengatur kebutuhan-kebutuhan selama perjalanan.<br /><br /><br />Sedangkan yang dimaksud dengan dengan pariwisata yang diorganisir ( organized tourism) adalah para wisata dimana cara pengaturan perjalanannya , baik program maupun penentuan waktunya dilaksanakan oleh travel agent atau tour operator.<br /><br /> <br /><br /> 1. Pariwisata jangka pendek dan jangka panjang<br /><br /> <br /><br />Yang dimaksud dengan pariwisata jangka pendek dimana lama perjalanannya diantara satu minggu sampai sepuluh hari.<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br />2. PERKEMBANGAN PARIWISATA<br /><br /> <br /><br /> Pariwisata berkembang sesuai dengan perkembangan sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu pariwisata telah ada sejak adanya motivasi yang mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.<br /><br /> <br /><br />Motivasi dan motif perjalanan dari jaman ke jaman berbeda-beda tingkatannya, sesuai dengan perkembangan dan tingkat sosial budaya , ekonomi dan lingkungan dari masyarakat itu sendiri.<br /><br /> <br /><br />Motivasi dan motif perjalanan masyarakat pada jaman pra sejarah berbeda dengan motivasi dan motif perjalan masyarakat pada jaman modern.<br /><br /> <br /><br />Cara perjalanan dan fasilitas yang digunakan masyarakat masih sederhana kebutuhannya berbeda dengan masyarakat yang lebih maju. Motivasi, motif dan cara perjalanan masyarakat pada jama Majapahit berbeda dengan masyarakat Indonesia pada saat ini.<br /><br /> <br /><br />World Tourism Organization , secara sepintas membagi perkembangan atau sejarah pariwisata ini ke dalam 3 ( tiga) jaman, yakni :<br /><br />¯ Jaman Kuno<br /><br />¯ Jaman pertengahan dan<br /><br />¯ Jaman modern<br /><br /> <br />A. Zaman Kuno<br /><br /> <br /><br />Pariwisata pada zaman kuno, ditandai oleh motif perjalanan yang masih terbatas dan sederhana, yaitu:<br /><br /> <br /><br />¯ Adanya dorongan karena kebutuhan praktis dalam bidang politik dan perdagangan<br /><br />¯ Dambaan ingin mengetahui adat istiadat dan kebiasaan orang lain atau bangsa lain<br /><br />¯ Dorongan yang berhubungan dengan keagamaan, seperti melakukan ziarah dan mengunjungi tempat-tempat ibadat.<br /><br /> <br /><br />· Sarana dan fasilitas yang digunakan selama perjalanan, pada zaman kuno inipun masih sederhana. Alat angkutan dengan menggunakan binatang, seperti kuda, onta, atau perahu-perahu kecil yang menyusuri pantai merupakan alat transportasi yang paling popular.<br /><br />· Akan tetapi perjalanan dengan jalan kaki untuk menempuh jarak berpuluh-puluh atau beratus-ratus kilometer paling banyak dilakukan.<br /><br /> <br /><br />· Contoh perjalanan pada zaman kuno : seperti yang dilakukan oleh pedagang – pedagang Arab ke Cina untuk membeli barang berharga, pedagang Yunani ke Laut Hitam, pedagang Vinisia ke Afrika. Perjalanan kaum Buddhis Cina ke India, kaum Muslimin yang melakukan ibadah Haji ke Mekkah atau kaum Nasrani ke Yerusalem.<br /><br /> <br /><br />· Badan atau organisasi yang mengatur jasa – jasa perjalanan pada jaman ini belum ada. Pengaturan perjalanan ditentukan secara individu, baik oleh perorangan atau kaum-kaum. Akomodasi yang digunakan masih sederhana. Para pelancong membangun tenda-tenda sendiri, atau tinggal di rumah-rumah saudagar, pemuka-pemuka masyarakat, pemuka agama atau tempat-tempat beribadah, seperti mesjid dan gereja. Akomodasi yang dikelola secara komersil belum ada.<br /><br /> <br /><br /> <br />B. Zaman Pertengahan<br /><br /> <br /><br />· Motivasi dan motif perjalanan pada abad pertengahan , lebih luas dari motivasi dan motif perjalanan pada jaman kuno. Disamping motif perjalanan untuk keperluan perdagangan, keagamaan dan dambaan ingin tahu, pada jaman ini telah berkembang motif untuk tujuan yang berhubungan dengan kepentingan negara (mission) dan motif untuk menambah pengetahuan.<br /><br />· Para pedagang tidak lagi melakukan pertukaran secara barter. Para pedagang cukup dengan membawa contoh barang yang ditawarkan melalui pekan-pekan raya perdagangan. Seperti di St. denis, Champagne atau Aix-la-Cappalle.<br /><br />· Untuk menjaga hubungan antar negara, baik negara penjajah maupun yang dijajah atau antar negara merdeka, dilakukan saling kunjungan petugas-petugas negara.<br /><br />· Pada jaman pertengahan telah ada perguruan-perguruan Tinggi seperti Al Azhar di Kairo, di Paris, Roma, Salamanca, dll. Para mahasiswa dari berbagai negara melakukan kunjungan ke universitas-universitas ini untuk menamban memperdalam pengetahuannya, dengan mendengarkan kuliah-kuliah yang diberikan oleh guru-guru besar.<br /><br />· Dengan semakin banyaknya yang melakukan perjalanan antar engara, berbagai negara mulai mengeluarkan peraturan-peraturan, guna melindungi kepentingan negara dan pendudukanya serta kepentingan para wisatawan.<br /><br />· Akomodasi yang bersifat komersil mulai bermunculan walaupun masih sederhana. Demikian pula restoran –restoran, yang menyediakan makanan untuk keperluan para pelancong.<br /><br />· Alat angkut tidak hanya dengan menunggan kuda, keledai atau onta, tetapi telah meningkat dengan menambah kereta yang ditarik kuda atau keledai. Angkutan laut telah menggunakan kapal-kapal yang lebih besar.<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br />C. Jaman Modern<br /><br /> <br /><br />· Perkembangan pariwisata pada jaman modern, ditandai dengan semakin beraneka ragamnya motif dan keinginan wisatawab yang harus dipenuhi, sebagai akibat meningkatnya budaya manusia.<br /><br />· Formalitas atau keharusan para pelancong untuk membawa identitas diri bila mengunjungi suatu negara mulai diterapkan.<br /><br />· Tempat –tempat penginapan (akomodasi) yang dikelola secara komersil tumbuh dengan subur. Fasilitas yang digunakan semakin lengkap.<br /><br />· Timbulnya revolusi industri di negara –negara Barat telah menciptakan alat angkut yang sangat penting dalam perkembangan pariwisata. Diketemukannya mesin uap, mulai diperkenalkan angkutan kereta api dan kapal uap, dan menggantikan alat angkut yang menggunakan binatang.<br /><br />· Perkembangan selanjutnya ditemukan alat angkut yang mengguna mesin motor, yang jauh lebih cepat dan fleksibel dalam angkutan melalui darat. Teknologi mutakhir yang sangat penting dalam jaman modern adalah dengan digunakannya angkutan udara, yang dapat menempuh jarak jauh dalam waktu yang lebih cepat.<br /><br />· Sejak permulaan abad modern, ditandai pula oleh adanya badan atau organisasi yang menyusun dan mengatur perjalanan.<br /><br /> <br /><br />Pada tahap selanjutnya badan atau organisasi ini memegang peranan penting sebagai pengatur / penyelenggara perjalanan, juga sebagai perantara dari wisatawan dan pemasok (industri wisata). Dan berubah menjadi suatu usaha komersil di bidang industri wisata yang sangat dominan. Yang disebut dengan Biro Perjalanan Umum (BPU).<br /><br />sumber : http://inan56.wordpress.com/category/pengantar-pariwisata/noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-17553628530769045982010-09-29T08:58:00.000-07:002010-09-29T09:02:22.381-07:00Tentang PariwisataPariwisata<br /><br />1.1.1. Pengertian Pariwisata<br /><br />Pariwisata berasal dari dua kata, yakni Pari dan Wisata. Pari dapat diartikan sebagai banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata ”travel” dalam bahasa Inggris. Atas dasar itu, maka kata ”Pariwisata” dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan ”Tour”. (Yoeti, 1991:103).<br /><br />Sedangkan menurut RG. Soekadijo (1997:8), Pariwisata ialah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan.<br /><br />Ahli lain, Agus Budiyanto (1997:7) menyebutkan bahwa Wisata berarti perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud mencari kesenangan.<br /><br />1.1.2. Pengertian Wisatawan<br /><br />Wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya atau hanya untuk sementara waktu tinggal di tempat yang didatanginya. (Soekadijo, 1997:3)<br /><br />Lebih lanjut Suyitno (2001) tentang Pariwisata sebagai berikut:<br /><br />· Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan kembali ke tempat asalnya.<br /><br />· Melibatkan beberapa komponen wisata, misalnya sarana transportasi, akomodasi, restoran, obyek wisata, souvenir dan lain-lain.<br /><br />· Memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan<br /><br />· Tidak untuk mencari nafkah di tempat tujuan, bahkan keberadaannya dapat memberikan kontribusi pendapatan baga masyarakat atau daerah yang dikunjungi, karena uang yang idbelanjakannya dibawa dari tempat asal.<br /><br />1.1.3. Jenis Wisata<br /><br />Samsuridjal (1997:24) mengemukakan bahwa jenis-jenis wisata antara lain:<br /><br />· Wisata Rekreasi, wisata yang dilakukan orang untuk memanfaatkan waktu libur di luar rumah. Kebanyakan wisata jenis ini dilakukan untuk menikmati keindahan alam.<br /><br />· Wisata Bahari, Wisata dengan obyek kawasan laut misalnya menyelam, berselancar, berlayar, memancing dan lain-lain.<br /><br />· Wisata Alam, wisata dengan obyek Alam. Obyek gunung yang tinggi, gua, sungai yang deras, tebing terjal. Pada umumnya peminat obyek ini adalah para remaja dan petualang.<br /><br />· Wisata Budaya, wisata yang menawarkan obyek yang berupa tradisi dan budaya serta adat istiadat masyarakat yang unik.<br /><br />· Wisata Olahraga, Wisata yang dilakukan dengan tujuan pertandingan dan meningkatkan prestasi olah raga.<br /><br />· Wisata Bisnis, Perjalanan yang dilakukan untuk tujuan bisnis. Wisata jenis ini membutuhkan sarana penunjang bisnis yang baik.<br /><br />· Wisata Konvensi, Wisata yang dilakukan ke suatu negara untuk keperluan rapat atau sidang.<br /><br />· Wisata Jenis lain, keinginan dan ketertarikan masyarakat beraneka ragam. Perkembangan jenis wisata juga semakin banyak. Kini mulai populer dengan apa yang disebut dengan wisata sejarah, arkeologi, berburu, safarai, fotografi, bulan madu dan sebagainya.<br /><br />1.1.4. Komponen Wisata<br /><br />Komponen wisata merupakan sektor-sektor yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan industri pariwisata. Menurut Suyitno (2001:18) komponen wisata terdiri atas:<br /><br />· Sarana Transportasi<br /><br />· Sarana Akomodasi<br /><br />· Sarana makan-Minum (Restoran)<br /><br />· Obyek Wisata dan Atraksi<br /><br />· Sarana Hiburan<br /><br />· Toko Cindera Mata<br /><br />· Pramuwisata dan Pengatur Wisata<br /><br />1.1.5. Paket Wisata<br /><br />Paket wisata adalah acara perjalanan wisata yang telah tersusun secara tetap dengan harga tertentu, mencakup biaya transportasi, akomodasi, darmawisata (sight seeing) di kota-kota, tur ke obyek-obyek wisata dan atraksi serta fasilitas-fasilitas lain (Ramaini, 1992:84)<br /><br />Yoeti (1993:104) mengemukakan bahwa paket wisata adalah suatu Tour yang direncanakan dan diselenggarakan oleh suatu Travel Agent atau Tour Operator atas resiko dan tanggung jawab sendiri, yang acara, lamanya waktu tour, tempat-tempat yang akan dikunjungi, akomodasi, transportasi serta makanan dan minuman telah ditentukan dalam suatu harga yang sudah ditentukan pula jumlahnya.<br /><br />sumber : http://mas-hata.blogspot.com/2007/11/tentang-pariwisata.htmlnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-42135170610860723712010-06-21T12:16:00.000-07:002010-06-21T12:17:28.975-07:00Sample Proposal (English)All research reports use roughly the same format. It doesn't matter whether you've done a customer satisfaction survey, an employee opinion survey, a health care survey, or a marketing research survey. All have the same basic structure and format. The rationale is that readers of research reports (i.e., decision makers, funders, etc.) will know exactly where to find the information they are looking for, regardless of the individual report.<br /><br />Once you've learned the basic rules for research proposal and report writing, you can apply them to any research discipline. The same rules apply to writing a proposal, a thesis, a dissertation, or any business research report.<br /><br />The most commonly used style for writing research reports is called "APA" and the rules are described in the Publication Manual of the American Psychological Association. Any library or bookstore will have it readily available. The style guide contains hundreds of rules for grammar, layout, and syntax. This paper will cover the most important ones.<br /><br />Avoid the use of first person pronouns. Refer to yourself or the research team in third person. Instead of saying "I will ..." or "We will ...", say something like "The researcher will ..." or "The research team will ...".<br /><br />A suggestion: Never present a draft (rough) copy of your proposal, thesis, dissertation, or research paper...even if asked. A paper that looks like a draft, will interpreted as such, and you can expect extensive and liberal modifications. Take the time to put your paper in perfect APA format before showing it to anyone else. The payoff will be great since it will then be perceived as a final paper, and there will be far fewer changes.<br /><br /> <br /><br />Chapter 1 INTRODUCTION<br /><br /> 1.1. Background<br /><br />The researcher has chosen to study the language usage in the Philippines because the country is the classic example of local language policy. For over five hundred years this interference affected language usage in all sectors of life. The Philippine became an American territory on the day the Treaty of Paris was signed. The first and perhaps the master stroke in the plan to use education as an instrument of colonial policy, was the decision to use English as the medium of instruction. With American textbooks, Filipinos started learning not only a new language but also a new way of life, alien to their traditions. Based on Ethnological Databases in 1980, 52% of Filipinos in the Philippines claim to speak English as a second language. If accurate, this makes the Philippines one of the largest English speaking countries in the world. The use of English in almost every domain of Philippine life gave birth to a new variety of English, called Philippine English. Due to the multi-dialectical attribute of the Philippine, substrata varieties of Philippine English also exist (Agana, 1999).<br /><br />Having lived and worked in the Philippines for a period of nearly eight nearly eight years, the researcher was constantly aware of the problems arising from this special situation. This personal experience will be invaluable in guiding the consideration of the issues and the proposals the researcher intends to make, based on this study, for future language policy.<br /><br /> <br /><br />1.2. Statement of the Problem<br /><br />The present language and educational situation serves as an impetus for the researcher to study the influences of the English language in the Philippines by tracing its presence and influences from the early 1800’s to the present by looking at the language and educational policies and programs formulated and implemented across the generations. In other words, the problem here deals with the historical development of English used in the Philippines and Filipino, the national language of the Philippines.<br /><br />The problems to be discussed in this research are:<br /><br />1. Why is English used as the medium of instruction in all schools and universities?<br /><br />2. What is the importance of English usage in educational system in relation to student's social life and future opportunities?<br /><br />To answer these questions, the writer embarked on an intensive research work geared towards the ample fulfillment of these answers and several outlying questions.<br /><br /> <br /><br />1.3. Objectives of the Study<br /><br />The general objectives of this study are:<br /><br />to analyze how American-English affects language policies and programs of the Philippines in terms of educational system;<br /><br />to analyze how American-English affection was institutionalized in the educational system.<br /><br />The special objectives of this study are:<br /><br />to look at educational and language policies and see up to what extent these language policies and programs in educational system are influenced by English presence in Philippine society;<br /><br />to find out the present status of the English language among Filipinos, as the result of bilingual educational system from 1974 until 1980s.<br /><br /> <br /><br />1.4. Significance of the Study<br /><br />This study is particularly important because debates as to the reinstatement of English as the sole media of instruction in Philippine schools and universities are presently taking center stage given the steadily worsening performance of students in national entrance examinations and professional licensing exams given in English. Not a few blame the current Bilingual Education Policy of the Department of Education, which they contend only serves to confuse students given its dual aim of promoting both English and Filipino. Those who purposely diminish English importance in the country are to go against what the rest of the world is doing.<br /><br />This research is connected with social development of tile Philippines in relation to the usage of English and development of Filipino (Tagalog) language since this language is still developing. The researcher hopes to give light on these points, to investigate the influences American - English has over the country's language policies and why it is constantly mired in Philippine language controversies, and also how to develop better language policies in bilingual education system.<br /><br /> <br /><br />1.5. Definition of Key Terms<br /><br /> 1. Language Planning- Deliberate language change; changes in the system of language code or speaking or both that are planned by organizations that are established for such purpose or given a mandate to fulfill such purposes.<br /> 2. Bilingual Education - Simultaneous teaching of two more language dialects or vernaculars. In case of the Philippines, English and Pilipino / Filipino are to be taught in schools and colleges. Experiments were done in 1960- 1966 and proved the value of adequately trained teachers, carefully prepared materials, and excellent supervision. This study disproved notion that the teaching or use of three languages simultaneously would confuse children. (Rubin, J and Jernudd, B.(eds) 1975).<br /> 3. Pilipino/Filipino- Pilipino is the national language of the Philippines, an artificial language in development. From Pilippino a new language shall be developed, which will be called later as Filipino. Pilipino will then be replaced by Filipino as the national language. Pilipino is derived from Tagalog. Tagalog became the basis of the Pilipino language.<br /> 4. Tagalog- was the dialect spoken in the eight united Philippine provinces during Spanish colonial rule. It is the lingua franca of Manila and its neighboring provinces and is understood in almost of the part of Luzon. Manila is the seat of the Government; became the basis of Pilipino/Filipino. No other dialect is widely spoken or understood. It also dominates the Philippine cultural lifestyle. (www.angelfire.com/aka/RJPA/ Directory/ecolinguistics.html) 27.2.2006.<br /><br /> <br /><br />Chapter 2 REVIEW OF LITERATURE<br /><br /> The writer has extensively covered studies and works of both Filipino and other foreign authorship in preparing for this study. The following works contributed and helped the researcher a great deal in this present study.<br /><br />Regarding the early presence of American-English in the Philippines, the researcher obtained references from Cuesta (1958). Cuesta gave an account of the English language during the American Regime. It was stated that as early as 1903, the American government began sending Filipino students to American colleges and upon their return they were assigned to teach in public schools. She likewise delved into me major phases of the English language which proved difficult for Filipinos. These phases included pronunciation, grammar, rhetoric, style and idioms.<br /><br />On the present Bilingual Education Policy (BEP), scholarly works have been written by authors like Pascasio (1973), Bonifacio (1977), Ramos (1990), Otanes, Sevilla, Gonzalez, Segovia and Sibayan (1988).<br /><br />Gonzalez and Sibayan (1988) for instance, made a comprehensive study regarding the scholastic achievements nationwide after eleven years of the Bilingual Education Policy’s implementation. Also teacher competence and proficiency was measured through a battery of tests.<br /><br />Sibayan and Gonzalez’s study revealed that: 1) almost all adults (administration, faculty and parents), except for the Pilipino faculty, were non-committal towards the BEP and were not favorably disposed to the expanded use of Pilipino; 2) Pilipino teachers in general, when compared with the rest of the faculty, fare badly and are not significantly better in Pilipino than their peers, and 3). Tagalog students enjoy a real advantage over non-Tagalogs. It is recommended by the survey team that compensatory education be given to students from minority groups to mitigate this inequality.<br /><br />In a similar study to Sibayan and Gonzalez’s, Segovia (1988) investigated the BEP’s implementation in the tertiary level. Segovia and her team concluded that based on their findings, tertiary level administrators, teachers, professors, and students perceive Pilipino to be the language of unity and/or national identity; however, one can be a nationalist even without the facility for communication in Pilipino. The respondents perceive English as a language of socio-economic mobility, educational advancement and international understanding.<br /><br />Sevilla’s (1988) study gave the writer an idea of the awareness levels regarding the BEP among parents and among government and non-government organizations. Sevilla’s study provided the basis for the writer’s report on English’ presence and utilization in the government and business scenes.<br /><br />Of valuable assistance are the works of Fishman, Pascasio and Bowen on bilingualism included in Sibayan and Gonzalez’s edited work “Language Planning and the Building of a National Language” (1977).<br /><br />Works related to the researcher’s topic are quite numerous. However, the above mentioned works provided the bulk of the materials used by the researcher in writing this study.<br /><br /> <br /><br />Chapters 3 RESEARCH METHODOLOGY<br /><br /> <br />3.1. Research Framework<br /><br />The framework from this study is a historical research which is based on the chronological events. This research is synthesized, abstracted and explored from theories and scientific thinking in order to solve the problem.<br /><br /> <br />3.2. Research Method<br /><br />In preparation for this study the researcher will trace the introduction of American English in the Philippines, using a historical approach. From there the researcher will consider the status of American English in the country at present, taking careful note of the gradual integration of American English into Philippine society, particularly education. It is the educational system which is the main channel through which language policies are carried out.<br /><br />Historical research has been defined as the systematic and objective location, evaluation and synthesis of evidence in order to establish facts and draw conclusions about past events (Borg, 1963). It qualifies as a scientific endeavor from the standpoint of its subscription to the same principles and the same general scholarship that characterizes all scientific research.<br /><br />The values of historical research have been categorized by Hill and Garber (1950) as follows:<br /><br />It enables solutions to contemporary problems to be sought in the past;<br /><br />It throws light on present and future trends;<br /><br />It stresses the relative importance and the effects of the various interactions that are to be found within all cultures;<br /><br />It allows for the revolution of data in relation to selected hypothesis, theories and generalizations that are presently held about the past.<br /><br />There are drawbacks to historical research. It is an attempt to reconstruct a previous age using data from the personal experiences of others, from documents and records. Researchers have to contend with inadequate information so that their reconstructions tend to be sketches rather than portraits.<br /><br />Ultimately, historical research is concerned with a broad view of the conditions and not necessarily the specifics which bring them about, even though such a synthesis is rarely achieved without intense debate or controversy, especially on matters of detail. Despite these drawbacks, the ability of history to employ the past to predict the future, and to use the present to explain the past, gives it a dual and unique quality which makes it especially useful for all sorts of scholarly study and research.<br /><br />Indeed the particular value of historical research in the field of education is unquestioned. It can yield insights into some educational problems that could not be achieved by any other means. Furthermore, it can help to establish a sound basis for further progress and change, and show how and why educational theories and practices developed. It enables educationalists to use former practices to evaluate newer, emerging ones and it can contribute to fuller understanding of the relationship between politics and education. These elements are always interrelated.<br /><br />Historical research may be structured by a flexible sequence of stages beginning with the selection and evaluation of a problem or area of study. Then follows the definition of the problem in more precise terms, the selection of sources of data, collection, classification and processing of the data, and, finally, the evaluation and synthesis of the data into a balanced and objective account of the subject under investigation. The principle difference between the method of historical research and other research method used in education is highlighted by Borg:<br /><br />“In historical research, it is especially important that the student carefully defines his problem and appraises its appropriateness before committing too fully. Many problems are not adaptable to historical research methods and cannot be adequately treated using this approach.” (Borg, 1963)<br /><br />Once a topic has been selected and its potential and significance for historical research evaluated, the next stage is to define it more precisely, or delimit it so that a more potent analysis will result. Too broad or too vague a statement can result in the final report lacking direction or impact “Research must be a penetrating analysis of a limited problem, rather than the superficial examination of a broad area. The weapon of research is the rifle not the shotgun” (Best, 1970). Gottschalk (1951) recommends that four questions be asked in identifying a topic:<br /><br />Where do the events take place?<br /><br />Who are the people involved?<br /><br />When do the events occur?<br /><br /> What kinds of human activity are involved?<br /><br />As Travers (1969) suggests, the scope of a topic can be modified by adjusting the focus of any one of the four categories; the geographical area involved can be increased or decreased; more or fewer people can be included in the topic; the time span involved can be increased or decreased; and the human activity category can be broadened or narrowed.<br /><br />The student must exercise strict self-control in his study of historical documents or he will find himself collecting much information that is interesting but is not related to his area of inquiry (Hockett, 1955).<br /><br />This research approach is qualitative, which means the following:<br /><br />(The researcher) captures and discovers meaning once he becomes immersed in the data.<br /><br />Concepts are in the form of themes, motifs, generalizations, and taxonomies.<br /><br />Measures are created in an ad hoc manner and are often specific to the individual setting or researcher.<br /><br />Data are in the form of words from documents, observations, and transcripts.<br /><br />Theory can be causal or non causal and is often inductive.<br /><br />Research procedures are particular and replication is very rare.<br /><br />Analysis proceeds by extracting themes or generalizations from evidence and organizing data to present a coherent, consistent picture (Neuman, 1994).<br /><br />It is historical and chronological, putting all the historical data in chronological order. Due to limited sources, most of the research done for this work will be based on a survey of the published works of noted Philippine and foreign linguists, language planners, and educators.<br /><br /> <br /><br />3.3. Research Data<br /><br />One of the principal differences between historical research and other forms of research is that historical research must deal with data that already exists.<br /><br />“History is not science of direct observation, like chemistry or physics. The historian like the geologist interprets past events by the traces they have left; he deals with the evidence of man’s past acts and thought. But the historian, no less than scientist, must utilize evidence resulting on reliable observation. The difference in procedure is due to the fact that the historian usually does not make his own observations, and that those upon whose observations he must depend are, or were, often if not usually untrained observers. Historical method is...a process supplementary to observations, a process by which the historian attempts to test the truthfulness of the reports of observations made by others” (Hockett, 1955).<br /><br /> <br /><br />3.4. Research Instruments<br /><br />Sources of data may be classified into two main groups: primary sources, which are the life blood of historical research; and secondary sources, which may be used in the absence of, or to supplement, primary data.<br /><br />Primary sources of data have been described as those items that are original to the problem under study. Category two includes not only written and oral testimony given by actual participants or witnesses, but also the participants themselves. Whether or not these sources were meant for the intent purpose of passing on information is irrelevant. If a source is, intentionally or unintentionally, capable of transmitting a first-hand account of an event, it is considered a source of primary data.<br /><br />Secondary sources are those that do not bear a direct physical relationship to the event being studied. This includes third person accounts etc. Best (1970) points out those secondary sources are of limited worth because of the errors that result when information is passed on from one person to another. The importance of using primary sources where possible cannot be stressed enough. The value, too, of secondary sources should not be minimized.<br /><br />The review of the literature in other forms of educational research is regarded as a preparatory stage to gathering data and serves to acquaint researchers with previous research on the topics they are studying (Travers, 1969). The function of the review of the literature in historical research is different in that it provides the data for research; the researchers’ acceptance or otherwise of their hypotheses will depend on their selection of information from the review and the interpretation they put on it. Borg (1963) has identified other differences: one is that the historical researcher will have to peruse longer documents than the empirical researcher who normally studies articles very much more succinct and precise. And one final point document in education often consists of unpublished material and is therefore less accessible than reports of empirical studies in professional journals.<br /><br /> <br /><br />3.5. Scope and Research Location<br /><br />3.5.1. Scope<br /><br />The scope of this research is the influence of American-English on Philippine language planning and policy. The research work done on this work is primarily concerned itself with the investigation of these influences of American-English on Philippine language policies as implemented in the educational system and the effects thereof.<br /><br />This study also gives a brief account of the still existing Philippine language controversy and the “entrenchment and assimilation” of American-English in Philippine Media, Government and the society as a whole.<br /><br />It would be most ideal to be able to report on the actual processes that take place in the formulation. Planning and implementation of language policies and interviewing members of the Philippine language Cultivation Council and/or of the Language Planning Board could have been carried out. However due to time and resource constraints, and their unavailability for an audience, this remains to be an ideal.<br /><br /> <br /><br />3.5.2. Research Location<br /><br />The research location was inhabitants of Manila, Dagupan City, Baguio City, and Ilocos region. The researcher met and interviewed them. The researcher will elaborate this topic later in the dissertation.<br /><br /> <br /><br />3.6. Data Collection Technique<br /><br />Data and information gathered from records and documents must be carefully evaluated so as to attest their worth for the purpose of the particular study. Evaluation of historical data and information is often referred to historical criticism and the reliable data yielded by the process are known as historical evidence. Historical evidence has thus been described as that body of validated facts and information which can be accepted as trustworthy. Historical criticism is usually undertaken in two stages: first, the authenticity of the source is appraised; and second, the accuracy or worth of the data is evaluated. These two processes are known as external and internal criticism respectively.<br /><br />External criticism is concerned with establishing the authenticity or genuineness of data. It authenticates the document (or other source) itself rather than the information it contains. It therefore sets out to uncover frauds, forgeries, hoaxes, inventions or distortions.<br /><br />After the document authenticity has been established, the next task is to evaluate the accuracy and worth of the data contained therein. This presents a more difficult problem than external criticism does. The credibility of the author of the documents has to be established. A number of factors must be taken into account, that is 1) whether they were trained observers of the events, 2) kinds of their relationships to the events, 3) to what extent they were under pressure, from fear or vanity, to distort or omit facts, 4) what the intents of the authors of the documents were, 5) to what extent they were experts at recording those particular events, 6) they were too antagonistic or too sympathetic to give true picture, 7) how long after the event they recorded their account, and 8) whether they are in agreement with other independent witnesses.<br /><br />A particular problem that arises from these questions is that of bias. There are three generally recognized sources of bias: those arising from the subject being interviewed, those arising from themselves as researchers and those arising from the subject-researcher interaction (Travers, 1969).<br /><br /> <br /><br />3.6.1. Data Collected from People<br /><br />The researcher met people in Dagupan City and distributed questionnaires, and the respondents answered and the researcher collected the data in 1987. The discussion oh this topic will be discussed further in the dissertation.<br /><br />3.6.2. Data Collected from Documents<br /><br />The researcher collected documents from Philippine Government archives, and various bureaus. The discussion on these documents will be elaborated in the dissertation.<br /><br /> <br /><br />Bibliography<br /><br />Alzona, E. 1932. History of Education in the Philippines: 1965-1930. 1st ed. Manila: University of the Philippines Press.<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br />Lihat resource yang lain:<br /><br />Prinsip Metodologi Penelitian<br /><br />Definisi Penelitian<br /><br />Jenis-jenis Penelitian<br /><br />Kode Etik Penelitian di Internet<br /><br />How to Do Ethnographic Research: A Simplified Guide<br /><br />Sampling Methods<br /><br />Components of a Research Proposal<br /><br />Rencana Kerja Penulisan Proposal Skripsi<br /><br />Sample Proposal (English)<br /><br />Sample Proposal (Arabic)<br /><br />Proposal Penelitian Kualitatif<br /><br />Proposal Penelitian Kuantitatif<br /><br />Proposal Penelitian Kajian Pustaka<br /><br />Proposal Penelitian Pengembangannoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-75750100853556140022010-06-21T12:09:00.001-07:002010-06-21T12:09:32.402-07:00Jenis-jenis Penelitian IlmiahPenelitian dapat digolongkan / dibagi ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, antara lain berdasarkan: (1) Tujuan; (2) Pendekatan; (3) Tempat; (4) Pemakaian atau hasil / alasan yang diperoleh; (5) Bidang ilmu yang diteliti; (6) Taraf Penelitian; (7) Teknik yang digunakan; (8) Keilmiahan; (9) Spesialisasi bidang (ilmu) garapan. Berikut ini masing-masing pembagiannya.<br /><br />Berdasarkan hasil/alasan yang diperoleh:<br /><br /> 1. Basic Research (Penelitian Dasar), Mempunyai alasan intelektual, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan;<br /> 2. Applied Reseach (Penelitian Terapan), Mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui; bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, efektif, efisien. <br /><br /> <br /><br />Berdasarkan Bidang yang diteliti:<br /><br /> 1. Penelitian Sosial, secara khusus meneliti bidang sosial: ekonomi, pendidikan, hukum, dsb.<br /> 2. Penelitian Eksakta, secara khusus meneliti bidang eksakta: Kimia, Fisika, Teknik, dsb.<br /><br /> <br /><br />Berdasarkan Tempat Penelitian :<br /><br /> 1. Field Research (Penelitian Lapangan), langsung di lapangan;<br /> 2. Library Research (Penelitian Kepustakaan), dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) dari penelitian sebelumnya;<br /> 3. Laboratory Research (Penelitian Laboratorium), dilaksanakan pada tempat tertentu / lab, biasanya bersifat eksperimen atau percobaan;<br /><br /> <br /><br />Berdasarkan Teknik yang digunakan :<br /><br /> 1. Survey Research (Penelitian Survei), tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.<br /> 2. Experimen Research (Penelitian Percobaan), dilakukan perubahan (ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.<br /><br /> <br /><br />Berdasarkan Keilmiahan :<br /><br />1. Penelitian Ilmiah<br /><br />Menggunakan kaidah-kaidah ilmiah (Mengemukakan pokok-pokok pikiran, menyimpulkan dengan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian ilmiah/meyakinkan. Ada dua kriteria dalam menentukan kadar/tinggi-rendahnya mutu ilmiah suatu penelitian yaitu:<br /><br /> 1. Kemampuan memberikan pengertian yang jelas tentang masalah yang diteliti:<br /> 2. Kemampuan untuk meramalkan: sampai dimana kesimpulan yang sama dapat dicapai apabila data yang sama ditemukan di tempat/waktu lain;<br /><br />Ciri-ciri penelitian ilmiah adalah:<br /><br /> 1. Purposiveness, fokus tujuan yang jelas;<br /> 2. Rigor, teliti, memiliki dasar teori dan disain metodologi yang baik;<br /> 3. Testibility, prosedur pengujian hipotesis jelas<br /> 4. Replicability, Pengujian dapat diulang untuk kasus yang sama atau yang sejenis;<br /> 5. Objectivity, Berdasarkan fakta dari data aktual : tidak subjektif dan emosional;<br /> 6. Generalizability, Semakin luas ruang lingkup penggunaan hasilnya semakin berguna;<br /> 7. Precision, Mendekati realitas dan confidence peluang kejadian dari estimasi dapat dilihat;<br /> 8. Parsimony, Kesederhanaan dalam pemaparan masalah dan metode penelitiannya.<br /><br /> <br /><br />2. Penelitian non ilmiah (Tidak menggunakan metode atau kaidah-kaidah ilmiah)<br /><br /> * Berdasarkan Spesialisasi Bidang (ilmu) garapannya : Bisnis (Akunting, Keuangan, Manajemen, Pemasaran), Komunikasi (Massa, Bisnis, Kehumasan/PR, Periklanan), Hukum (Perdata, Pidana, Tatanegara, Internasional), Pertanian (agribisnis, Agronomi, Budi Daya Tanaman, Hama Tanaman), Teknik, Ekonomi (Mikro, Makro, Pembangunan), dll.<br /> * Berdasarkan dari hadirnya variabel (ubahan) : variabel adalah hal yang menjadi objek penelitian, yang ditatap, yang menunjukkan variasi baik kuantitatif maupun kualitatif. Variabel : masa lalu, sekarang, akan datang. Penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan / menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi) adalah penelitian deskriptif ( to describe = membeberkan/menggambarkan). Penelitian dilakukan terhadap variabel masa yang akan datang adalah penelitian eksperimen.<br /><br /> <br /><br />Penelitian secara umum :<br /><br />o Penelitian Survei:<br /><br /> * Untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada;<br /> * Mencari keterangan secara faktual dari suatu kelompok, daerah dsb.<br /> * Melakukan evaluasi serta perbandingan terhadap hal yang telah dilakukan orang lain dalam menangani hal yang serupa;<br /> * Dilakukan terhadap sejumlah individu / unit baik secara sensus maupun secara sampel;<br /> * Hasilnya untuk pembuatan rencana dan pengambilan keputusan;<br /> * Penelitian ini dapat berupa : <br /><br /> 1. Penelitian Exploratif (Penjajagan). Terbuka, mencari-cari, pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti masih terbatas. Pertanyaan dalam studi penjajagan ini misalnya : Apakah yang paling mencemaskan anda dalam hal infrastruktur di daerah Kalbar dalam lima tahun terakhir ini? Menurut anda, bagaimana cara perawatan infrastruktur jalan dan jembatan yang baik.<br /> 2. Penelitian Deskriptif. Mempelajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena; pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat. Peneliti mengembangkan konsep, menghimpun fakta, tapi tidak menguji hipotesis.<br /> 3. Penelitian Evaluasi. Mencari jawaban tentang pencapaian tujuan yang digariskan sebelumnya. Evaluasi di sini mencakup formatif (melihat dan meneliti pelaksanaan program), Sumatif (dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur pencapaian tujuan).<br /> 4. Penelitian Eksplanasi (Penjelasan). Menggunakan data yang sama, menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis.<br /> 5. Penelitian Prediksi. Meramalkan fenomena atau keadaan tertentu;<br /> 6. Penelitian Pengembangan Sosial. Dikembangkan berdasarkan survei yang dilakukan secara berkala: Misal: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kalbar, 1998-2003; <br /><br /> <br /><br />o Grounded Research<br /><br />Mendasarkan diri pada fakta dan menggunakan analisis perbandingan; bertujuan mengadakan generalisasi empiris, menetapkan konsep, membuktikan teori, mengembangkan teori; pengumpulan dan analisis data dalam waktu yang bersamaan. Dalam riset ini data merupakan sumber teori, teori berdasarkan data. Ciri-cirinya : Data merupakan sumber teori dan sumber hipotesis, Teori menerangkan data setelah data diurai.<br /><br /> <br /><br />TUJUAN PENELITIAN :<br /><br />Secara umum ada empat tujuan utama :<br /><br /> 1. Tujuan Exploratif (Penemuan) : menemukan sesuatu yang baru dalam bidang tertentu<br /> 2. Tujuan Verifikatif (Pengujian): menguji kebenaran sesuatu dalam bidang yang telah ada<br /> 3. Tujuan Developmental (Pengembangan) : mengembangkan sesuatu dalam bidang yang telah ada<br /> 4. Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi)<br /><br /> <br /><br />PERANAN PENELITIAN<br /><br /> 1. Pemecahan Masalah, meningkatkan kemampuan untuk menginterpretasikan fenomena-fenomena dari suatu masalah yang kompleks dan kait-mengkait;<br /> 2. Memberikan jawaban atas pertanyaan dalam bidang yang diajukan, meningkatkan kemampuan untuk menjelaskan atau menggambarkan fenomena-fenomena dari masalah tersebut;<br /> 3. Mendapatkan pengetahuan / ilmu baru : <br /><br /> <br /><br />PERSYARATAN PENELITIAN :<br /><br /> 1. Mengikuti konsep ilmiah<br /> 2. Sistematis/Pola tertentu<br /> 3. Terencana<br /><br /> <br /><br />Penelitian dikatakan baik bila :<br /><br /> 1. Purposiveness, Tujuan yang jelas;<br /> 2. Exactitude, Dilakukan dengan hati-hati, cermat, teliti;<br /> 3. Testability, Dapat diuji atau dikaji;<br /> 4. Replicability, Dapat diulang oleh peneliti lain;<br /> 5. Precision and Confidence, Memiliki ketepatan dan keyakinan jika dihubungkan dengan populasi atau sampel;<br /> 6. Objectivity, Bersifat objektif;<br /> 7. Generalization, Berlaku umum;<br /> 8. Parismony, Hemat, tidak berlebihan;<br /> 9. Consistency, data/ungkapan yang digunakan harus selalu sama bagi kata/ungkapan yang memiliki arti sama;<br /> 10. Coherency, Terdapat hubungan yang saling menjalin antara satu bagian dengan bagian lainnya.<br /><br /> <br /><br />PROSEDUR / LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN :<br /><br />Garis besar :<br /><br /> 1. Pembuatan rancangan;<br /> 2. Pelaksanaan penelitian;<br /> 3. Pembuatan laporan penelitian<br /><br />Bagan arus kegiatan penelitian<br /><br /> 1. Memilih Masalah; memerlukan kepekaan<br /> 2. Studi Pendahuluan; studi eksploratoris, mencari informasi;<br /> 3. Merumuskan Masalah; jelas, dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa<br /> 4. Merumuskan anggapan dasar; sebagai tempat berpijak, (hipotesis);<br /> 5. Memilih pendekatan; metode atau cara penelitian, jenis / tipe penelitian : sangat menentukan variabel apa, objeknya apa, subjeknya apa, sumber datanya di mana;<br /> 6. Menentukan variabel dan Sumber data; Apa yang akan diteliti? Data diperoleh dari mana?<br /> 7. Menentukan dan menyusun instrumen; apa jenis data, dari mana diperoleh? Observasi, interview, kuesioner?<br /> 8. Mengumpulkan data; dari mana, dengan cara apa?<br /> 9. Analisis data; memerlukan ketekunan dan pengertian terhadap data. Apa jenis data akan menentukan teknis analisisnya<br /> 10. Menarik kesimpulan; memerlukan kejujuran, apakah hipotesis terbukti?<br /> 11. Menyusun laporan; memerlukan penguasaan bahasa yang baik dan benar.<br /><br />Sumber: (abdulhamid.files.wordpress.com)noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-75721797424434289012010-06-21T11:53:00.000-07:002010-06-21T12:08:33.096-07:00Prinsip Metodologi Penelitian Ilmiahtuk mengerjakan proposal pada mata kuliah Metodologi Penelitian. Karena banyak hal (misal bolos kuliah), akhirnya sewaktu bertemu bagian metodologi, saya hanya bisa bingung, “Apa yang harus saya isi pada bagian ini? Apa bisa ‘mengarang indah’?”<br /><br />Akhirnya saya sedikit mengerti tentang metodologi: (mudahnya kurang lebih begini)<br /><br /> <br /><br />Jika seorang berbicara tentang cara seorang peneliti melakukan percobaan lapangan, dimana dalam menentukan plot di lapangan, ia pertama-tama membagi daerah dalam 4 (empat) buah blok. Kemudian blok-blok tersebut dibagi 4 (empat). Diteruskan dengan memberikan perlakuan pada masing-masing blok tersebut, dan seterusnya. Maka yang dibicarakan di sini adalah Prosedur Penelitian. Jika kita membicarakan bagaimana secara berurut suatu penelitian dilakukan yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan, maka yang dibicarakan adalah Metode Penelitian.<br /> <br /><br />Berikut ini saya kutipkan beberapa prinsip metodologi dari Titin Supenti dalam Sukses Membuat Proposal .<br /><br />(http://supermahasiswa.multiply.com/journal/item/5/Sukses_Membuat_Proposal_Penelitian).<br /><br /> <br /><br />Prinsip Metodologi<br /><br />Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri Ilmiah. Metodologi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat. Jika kita membicarakan metodologi maka hal yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah pendirian atau sikap yang akan dikembangkan para ilmuwan maupun peneliti di dalam kegiatan ilmiah mereka.<br /><br />Beberapa prinsip metodologi oleh beberapa ahli, diantaranya:<br /><br /> <br /><br />A. Rene Descartes<br /><br />Dalam karyanya Discourse On Methoda, dikemukakan 6 (enam ) prinsip metodologi yaitu:<br /><br /> 1. Membicarakan masalah ilmu pengetahuan diawali dengan menyebutkan akal sehat (common sense) yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang. Akal sehat menurut Descartes ada yang kurang, adapula yang lebih banyak memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.<br /> 2. Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivitas ilmiah maupun penelitian. Descartes mengajukan 4 (empat) langkah atau aturan yang dapat mendukung metode yang dimaksud yaitu: (1) Jangan pernah menerima baik apa saja sebagai yang benar, jika anda tidak mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya. Artinya, dengan cermat hindari kesimpulan-kesimpulan dan pra konsepsi yang terburu-buru dan jangan memasukkan apapun ke dalam pertimbangan anda lebih dari pada yang terpapar dengan begitu jelas sehingga tidak perlu diragukan lagi, (2) Pecahkanlah setiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan sebanyak yang dapat dilakukan untuk mempermudah penyelesaiannya secara lebih baik.(3) Arahkan pemikiran anda secara jernih dan tertib, mulai dari objek yang paling sederhana dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi sedikit, setahap demi setahap ke pengetahuan yang paling kompleks, dan dengan mengandaikan sesuatu urutan bahkan diantara objek yang sebelum itu tidak mempunyai ketertiban baru. (4) Buatlah penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap mungkin, dan adakan tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga anda dapat merasa pasti tidak suatu pun yang ketinggalan. (5)Langkah yang digambarkan Descartes ini menggambarkan suatu sikap skeptis metodis dalam memperoleh kebenaran yang pasti.<br /> 3. Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode sebagai berikut: (1) Mematuhi undang-undang dan adat istiadat negeri, sambil berpegang pada agama yang diajarkan sejak masa kanak-kanak. (2) Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan maupun yang paling meragukan. (3) Berusaha lebih mengubah diri sendiri dari pada merombak tatanan dunia.<br /> 4. Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acap kali terkecoh oleh indera. Kita memang dapat membayangkan diri kita tidak berubah namun kita tidak dapat membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat menyangsikan kebenaran pendapat lain. Oleh karena itu, kita dapat saja meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin meragukan kita sendiri yang sedang dalam keadaan ragu-ragu.<br /> 5. Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua substansi yaitu RESCOGITANS (jiwa bernalar) dan RES-EXTENSA (jasmani yang meluas). Tubuh (Res-Extensa) diibaratkan dengan mesin yang tentunya karena ciptaan Tuhan, maka tertata lebih baik. Atas ketergantungan antara dua kodrat ialah jiwa bernalar dan kodrat jasmani. Jiwa secara kodrat tidak mungkin mati bersama dengan tubuh. Jiwa manusia itu abadi.<br /><br /><br />B. Alfred Julesayer<br /><br />Dalam karyanya yang berjudul Language, Truth and Logic yang terkait dengan prinsip metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua jenis verifikasi yaitu:<br /><br /> 1. Verifikasi dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana kebenaran suatu proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara meyakinkan.<br /> 2. Verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka kemungkinan untuk menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan ramalan masa depan sebagai pernyataan yang mengandung makna.<br /> 3. Ayer menampik kekuatiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-pernyataan metafisika (termasuk etika theologi) merupakan pernyataan yang MEANING LESS (tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi apapun<br /><br /> <br /><br />C. Karl Raimund Popper<br /><br />K.R. Popper seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip verifikasi berupa sifat pembenaran (justification) terhadap teori yang telah ada. K.R. Popper mengajukan prinsip verifikasi sebagai berikut:<br /><br /> 1. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir.<br /> Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori lain yang lebih tepat.<br /> 2. Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan (observasi) secara teliti gejala (simpton) yang sedang diselidiki. Pengamatan yang berulang -ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang dirumuskan menjadi hipotesa. Selanjutnya hipotesa itu dikukuhkan dengan cara menemukan bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya. Hipotesa yang berhasil dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum.<br /> K.R. Popper menolak cara kerja di atas, terutama pada asas verifiabilitas, bahwa sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti verifikasi pengamatan empiris.<br /> 3. K.R Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip FALSIFA BILITAS, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya sebuah hipotesa, hukum, ataukah teori kebenarannya bersifat sementara, sejauh belum ada ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Misalnya, jika ada pernyataan bahwa semua angsa berbulu putih melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor angsa yang bukan berbulu putih (entah hitam, kuning, hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah pernyataan tersebut. Namun apabila suatu hipotesa dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesa tersebut semakin diperkokoh (CORROBORATION).<br /><br />Akhirnya, semoga peristiwa mengarang indah seperti yang saya lamunkan dapat dihindari dan sekelumit eceran informasi ini bisa mengisi penelitian yang benar indah.<br /><br /> <br /><br />Sumber: http://supermahasiswa.multiply.com/journal/item/5/Sukses_Membuat_Proposal_Penelitian.noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-36133370065965532702010-06-21T11:51:00.000-07:002010-06-21T11:52:23.211-07:00Analisis SWOT1. Analisis SWOT<br />SWOT yang berarti Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats). Analisis SWOT adalah sebuah kerangka atau suatu metode yang sederhana guna menghasilkan berbagai alternative startegi-strategi suatu analisis situasi berlaku baik dari tingkat unit bisnis atau dalam tingkat perusahaan yang bersifat tunggal. Dalam pengertian analisis SWOT ini jelas bahwa analisis SWOT merupakan suatu perkembangan yang menghubungkan antara aspek internal seperti Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), terhadap asper eksternal seperti Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats)<br />Analisis SWOT memiliki fungsi sebagai filter untuk mengurangi informasi interpretative. Dan SWOT memiliki kekurangang yang kecenderungan menyederhanakan situasi dengan mengklasifikasikan faktor lingkungan perusahaan ke dalam kategori di mana mereka tidak selalu sesuai. <br />Berikut factor-faktor eksternal dan internal yang harus diperhatikan oleh perusahaan:<br />Faktor Eksternal<br />- Pesaing<br />- Pelanggan atau costumer<br />- Perkembangan teknologi<br />- Perkembangan Lingkungan<br />Faktor Internal<br />- Rahasia Perusahaan<br />- Market Share<br />- Struktur Organisasi yang di miliki Perusahaan<br />- Nama baik Perusahaan tersebut<br /> <br />2. Matrix Strategi<br />Berikut merupakan illustrasi dari strategi pada SWOT<br /><br />Strategi Kekuatan-Kesempatan (S dan O)<br />Dalam strategi ini menggunakan kekuatan atas peluang yang ada digunakan untuk memenuhi segmen pada pasar.<br />Strategi Kelemahan-Kesempatan (W dan O)<br />Dalam strategi ini kesempatan yg terdentifikasi tidak dapat dimanfaatkan untuk kelemahan perusahanaan<br />Strategi Kekuatan-Ancaman (S atau T)<br />Dalam strategi ini, kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan di gunakan untuk mengetahui dan mengatasi suatu ancaman.<br />Strategi Kelemahan-Ancaman (W dan T)<br />Dalam strategi ini, untuk menghadapi ancaman dan sekaligus kelemahan intern, salah satu strategi yang biasa digunakan adalah dengan menjalin hubungan kerjasama dengan perusahaan yang lebih kuat agar kelemahan dan ancaman dapat teratasi. <br /><br />3. Hasil Studi Kasus Yang Telah Ada<br /> Berikut merupakan hasil penelitian mengenai analisis SWOT yang telah dlakukan dan diambil dari berbagai sumber:<br />a) PERUMUSAN STRATEGI KEMITRAAN MENGGUNAKAN METODE AHP DAN SWOT<br />(Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun)<br />Oleh : Eko Nurmianto, Arman Hakim Nasution, Syafril Syafar<br /> Perumusan strategi kemitraan PT. INKA dan Industri Kecil Menengah diteliti menggunakan AHP dan SWOT. Permasalahan adalah kriteria-kriteria yang dibutuhkan dalam menyusun dan merumuskan strategi kemitraan antara PT. INKA dan industri kecil binaan.<br /> Hasil penelitian (1) Penilaian kinerja dari model kemitraan terdapat beberapa kriteria yang digunakan yaitu: efektivitas, profesionalitas, pembinaan, pengawasan, modal, potensi pengembangan, dan prosedur birokrasi. (2) Bobot kriteria: efektivitas 0.354, profesionalitas 0.24, prosedur birokrasi 0.159, pembinaan 0.104, pengawasan 0.068, potensi pengembangan 0.045, dan modal 0.031. Model 2 (usulan) adalah model kemitraan yang memfokuskan pengembangan kemitraan antara PT. INKA dan IKM dengan pengelolaan yang lebih profesional dengan adanya Badan Pengelola Dana BUMN yang bersifat mandiri.<br /><br />b) ANALISIS STRATEGI PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN PENJUALAN KENDARAAN MOTOR PADA CV TURANGGA MAS MOTOR<br />Oleh : Fandi Ahmad Munadi<br />Dalam penelitian ini, Fandi Ahmad Munadi menyimpulkan bahwa tingkat pertumbuhan pasar CV Turangga Mas Motor sebesar 21% dan pangsa pasarnya sebesar 1.60, sehingga berada dalam kuadran stars, strategi pemasaran yang dapat digunakan adalah dengan<br />melakukan investasi dengan membuka cabang CV Turangga Mas Motor di lokasi lain<br />dan melaksanakan upaya meminimalkan biaya dan operasi yang tidak efisien agar tetap mempunyai cash flow yang kuat.<br />Dari analisis SWOT diketahui strategi SO yang dapat digunakan adalah membuka lokasi baru, dan memberikan potongan penjualan yang lebih besar jika konsumen melakukan pembelian ulang. Strategi WO yang dapat digunakan adalah dengan memberikan bonus secara intensif kepada pegawai untuk menambah motivasi pegawai dan menambah tenaga pemasaran. Strategi ST yang dapat digunakan adalah dengan terus meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan dan dengan membangun gudang tempat penyimpanan motor-motor<br />suzuki yang siap dijual. Strategi WT yang dapat digunakan adalah dengan terus meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi dan dengan meminimalkan biaya dan operasi yang tidak efisien, agar dapat menghemat pengeluaran biayanya.<br /><br />c) Strategi Pengembangan Kredit Agribisnis di Bank BRI Pati<br />Penelitian ini dilakukan di Bank BRI Pati, yang bertujuan untuk mengetahui apakah Bank BRI Pati dalam membuat perencanaan bisnisnya dibidang kredit agribisnis menggunakan sistem perencanaan konvensional ataumenggunakan sistem perencanaan strategis,dan bagaimana menyusun perencanaan tersebut.<br />Metode penelitian menggunakan metode diskriptif analisis mengumpulkan dan menganalisis data primer dan sekundair dengan model analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunity, Threaths). Hasil penelitian faktor eksternal dan internal dari Bank BRI Pati setelah dilakukan analisis , pembobotan dan scoring diketahui bahwa Bank BRI Pati memiliki lebih besar faktor kekuatan dari pada faktor kelemahannya dan mempunyai sedikit lebih besar faktor peluang dari pada faktor ancamannya, sehingga menempatkan positioning Bank BRI Pati pada kuadran I bagan SWOT<br />untuk kategori yang cocok untuk pertumbuhan bisnis perkreditannya.<br /><br />d) Analisis SWOT pada Hotel Danau Toba lnternasional Medan<br />Oleh : Chandra E Ginting (2005)<br /> Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah "bagaimana peranan analisis AWOT dalam meningkatkan volume penjualan?". Dengan Hipotesis : " Melalui pengidentifikasian, penganalisisan dan penerapan serta pengendalaian SWOT secara cermat akan berdampak pada peningkatan volume penjualan kamar sebagaimana yang diharapkan oJeh perusahaan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu metode analisis dengan menggunakan pengumpulan data secara sistematis, menganalisis serta menginterpretasikan data tersebut sehingga memperoleh gambaran perusahaan secara umum. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Analisis SWOT yang dilakukan oleh Hotel Danau Toba lntemasional Medan kurang lengkap, dimana anal isis SWOT tersebut tidak menyajikan altematif strategi, hanya menyajikan identifikasi peluang dan ancaman serta idenfikasi kekuatn dan kelemahan hotel tersebut. Saran penulis supaya Hotel Danau Toba lntemasional Medan tetap exist dan survive dalam menghadapi persaingan yang semakin kornpetitif harus menerapkan strategi yang tepat seperti menciptakan pelayanan yang berbeda, menyelenggarakan pelatihan bahasa Inggris dan skill dalam bidang masing-rnasing.<br /><br />e) ANALISIS UNTUK PERENCANAAN STRATEGI SISTEM DAN TEKNOLOGI<br />INFORMASI PADA PT. RITRANS CARGO<br />Oleh : Tri Pudjadi, Kristianto, Andre Tommy<br /><br />Hasil analisa Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (Peluang), dan Threat (Ancaman) dari PT. Ritrans Cargo sebagai berikut<br />Kekuatan:<br />• Sistem berbasis komputer.<br />• Pelayanan yang menjamin ketepatan waktu, keamanan barang dan memuaskan pelanggan<br />• Prosedur kerja yang baik antara divisi dan departemen dalam perusahaan.<br />• Tarif yang terjangkau<br />Kelemahan:<br />• karyawan perusahaan kurang memahami terhadap sistem informasi yang ada<br />• kebutuhan akan jasa penerbangan dan pelayaran kurang memadai.<br />• Belum adanya divisi/bagian IT dalam perusahaan .<br />• Kegiatan promosi layanan perusahaan kurang.<br />Peluang:<br />• Memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan perusahaan yang sejenis di berbagai daerah.<br />• Kebutuhan perusahaan akan jasa pengiriman barang akan terus berlangsung.<br />• Keinginan masyarakat mendapatkan pelayanan pengiriman barang yang memuaskan<br />dan murah.<br />• Perkembangan teknologi informasi<br />Ancaman:<br />• Perusahaan pesaing yang terus meningkatkan strategi pemasarannya.<br />• Kebijakan pemerintah yang berubah-ubah<br />• Permainan harga dari pesaing.<br /> • Tuntutan pelanggan terhadap layanan primanoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-7165302976503736542010-06-01T09:35:00.000-07:002010-06-01T09:36:46.690-07:00Sejarah terjadinya uangBagaimana sejarah terjadinya uang?<br /><br />Pada awalnya masyarakat tidak mengenal uang dan tidak mengadakan tukar menukar barang, mereka berusaha menghasilkan sendiri barang yang dibutuhkannya.<br /><br />Karena perkembangan jaman, maka keadaan berubah dan kebutuhan tidak dapat lagi dipenuhi dari hasil produksi sendiri, saat itulah diperlukan tukar menukar barang.<br /><br />Pada awal tukar menukar dilakukan antara suatu benda dengan benda lain yang disebut barter.<br /><br />Misalnya:<br /><br />- sebakul beras ditukar dengan seekor ayam<br /><br />- sejumlah makanan ditukar dengan baju<br /><br />Di dalam kehidupan sehari-hari, ternyata pertukaran dengan barter mengalami kesulitan diantaranya:<br /> <br />1. Sulit menemukan orang-orang yang secara langsung saling membutuhkan barang-barang yang dibutuhkan. <br /> <br />2. Mengalami kesulitan mengukur nilai masing-masing barang yang akan dipertukarkan, misalnya berapa nilai seekor ayam dan berapa nilai sekarung beras.<br /> <br />3. Mengalami kesulitan mengukur nilai objektif. Misalnya, berapa ekor ayam yang harus disediakan agar dapat dipertukarkan dengan sebakul beras.noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-19953513736268386512010-06-01T09:33:00.000-07:002010-06-01T09:34:44.392-07:00Tugas Pokok Bank, Produk Bank & LKBBAdapun tugas pokok bank terbagi atas :<br /><br />1. Tugas Pokok Bank Sentral<br /> - menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter<br /> - mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran<br /> - mengatur dan mengawasi kerja bank-bank<br /><br />2. Tugas Bank Umum<br /> - menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,<br /> tabungan.<br /> - memberi kredit<br /> - menerbitkan surat pengakuan utang<br /> - membeli, menjual, atau meminjam atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah<br /> nasabah<br /> - melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-<br /> undang.<br /><br />3. Tugas Bank Perkreditan Rakyat<br /> - menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan,<br /> atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan iitu<br /> - memberikan kredit<br /> - menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan<br /> ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia<br /> - menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat<br /> deposito, atau tabungan pada bank lain.<br /><br /> <br /><br />Produk Bank<br /><br />Beberapa produk dari perbankan antara lain adalah sebagai berikut :<br /><br /> <br /><br />- Tabungan<br /><br />- Deposito<br /><br />- Simpanan giro<br /><br />- Kartu kredit<br /><br />- ATM<br /><br /> <br /><br />Lembaga Keuangan Bukan Bank<br /><br />Apa yang dimaksud dengan Lembaga keuangan bukan bank (LKBB)?<br /><br />Selain bank, ada lembaga keuangan bukan bank yang bergerak di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat.<br /><br />Lembaga keuangan bukan bank meliputi:<br /><br />1. Lembaga pembiayaan pembangunan, lembaga perantara penerbitan dan perdagangan surat-<br /> surat berharga, yaitu lembaga yang menghimpun dana dari dalam dan luar negeri. Misalnya PT. UPINDO<br /> (PT. Usaha Pembiayaan Pembangunan Indonesia, PT. Danareksa<br /><br />2. Asuransi adalah suatu jasa keuangan yang melakukan penghimpunan dana masyarakat melalui<br /> pengumpulan premi asuransi. Contoh jenis usaha asuransi asuransi kerugian, asuransi jiwa<br /><br />3. Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan<br /> barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu<br /> berdasarkan pembayaran secara berkala.<br /><br />4. Pegadaian adalah lembaga keuangan bukan bank yang diberi izin untuk memberikan pinjaman kepada<br /> perorangan, di mana besarnya pinjaman ditentukan berdasarkan nilai barang jaminan yang diserahkan.noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-27503028096464173862010-05-11T07:43:00.001-07:002010-05-11T07:46:56.499-07:00Fakta Unik: Kopi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1AAP5eejfoL46yLvCNw395BDss5GYba3kCqAO8XljR5OAvHc_nHW2a_2l7E-P8dN8-_-CP_T3A9PBq2p4r8V_7H09FdIb_qLv3jTFrRUJxLC03ZQ_2-DupvQzLi-PC0eVms7-eMivylRK/s1600/images.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 117px; height: 117px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1AAP5eejfoL46yLvCNw395BDss5GYba3kCqAO8XljR5OAvHc_nHW2a_2l7E-P8dN8-_-CP_T3A9PBq2p4r8V_7H09FdIb_qLv3jTFrRUJxLC03ZQ_2-DupvQzLi-PC0eVms7-eMivylRK/s320/images.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5470023964139346626" /></a><br />Kayaknya, tidak akan lengkap memulai hari ini tanpa nyeruput apa yang namanya kopi. Kopi bukan lagi sebagai minuman penghilang rasa kantuk, namun sudah menjelma menjadi sebuah gaya hidup. Di mana-mana mulai menjamur kedai-kedai kopi ternama. Selain itu, produksi kopi mulai dijual dengan sachet yang sangat praktis. Tinggal dituang oleh air panas, maka jadilah minuman yang suedep untuk memulai hari.<br /><br />Terlepas dari kandungan kafein yang bercokol di dalam secangkir kopi yang masih diperdebatkan, konsumsi masyarakat dunia terhadap jenis minuman yang tidak hanya hitam itu semakin meningkat. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja. Diperkirakan pada tahun 2010, produksi kopi dunia akan mencapai 7 juta ton per tahun.<br /><br />Biar tambah seru, berikut adalah sejumlah fakta unik yang patut kita ketahui:<br /><br /> 1. Kopi yang tiap hari kita minum ternyata memiliki sejarah panjang. Sejarah kopi diawali dari cerita seorang penggembala kambing Abessynia (sekarang namanya Ethiopia) yang menemukan tumbuhan kopi sewaktu ia menggembala, kira-kira sekitar abad ke-9 masehi. Dari sana lalu menyebar ke daratan Mesir dan Yaman, dan kemudian pada abad 15 menjangkau lebih luas lagi ke Persia , Mesir, Turki dan Afrika utara. Namun ada yang mengatakan sejarah kopi ini berawal dari Abessynia juga, tapi lain cerita, di mana Ali al-Shadili yang gemar meminum sari biji kopi untuk membuatnya tetap terjaga demi menjalankan shalat malam. Dari sinilah akhirnya khasiat kopi menyebar sebagai minuman penghilang kantuk.<br /> 2. Mungkin kopi yang paling unik dan paling enak rasanya adalah kopi luwak. Konon kabarnya kopi yang asli dari Indonesia ini diperoleh dengan cara unik: biji kopinya diambil dari kotoran luwak --binatang sejenis kucing liar. Padahal kopi ini dihasilkan dari tanaman kopi biasa, hanya buah kopi yang sudah matang di pohonnya itu dimakan luwak. Yang menyebabkannya istimewa adalah insting luwak yang hanya memilih buah kopi terbaik untuk dimakan. Selain itu karena produksinya sangat sedikit dan rasanya selangit, maka harganya pun naudzubilah mahal nian. Bayangkan, harganya US$ 300 sampai US$ 600 per kilogram! Namun, tahukah Anda, ternyata kopi luwak itu keberadaannya saat ini sudah tidak eksis lagi. Ada banyak faktor, mulai dari berkurangnya lahan tanaman kopi hingga semakin berkurangnya satwa luwak di alam liar. Untuk itu, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) berupaya meningkatkan produksi kopi luwak dengan menangkarkan kembali luwak yang akan disebar di Kebun Percobaan Andungsari, Kabupaten Bondowoso.<br /> 3. Kopi ternyata tidak begitu saja menjadi salah satu minuman favorit dunia yang digemari. Awalnya di Italia, pendeta-pendeta melarang umatnya minum kopi dan menyatakan bahwa minuman kopi tersebut dimasukkan sultan-sultan muslim untuk menggantikan anggur. Bukan hanya melarang tetapi juga menghukum orang-orang yang minum kopi. Tidak hanya di Italia, di tahun 1656, Wazir dan Kofri, Kerajaan Usmaniyah, mengeluarkan larangan untuk membuka kedai-kedai kopi. Bukan hanya melarang kopi, tetapi menghukum orang-orang yang minum kopi dengan hukuman cambuk pada pelanggaran pertama. Di Swedia, konon Raja Gustaff II pernah menjatuhkan hukuman terhadap dua orang saudara kembar. Yang satu hanya diizinkan meminum kopi dan yang satu lagi diizinkan hanya nyeruput teh. Siapa yang terlebih dahulu mati, maka dialah yang bersalah dalam satu tindak pidana yang dituduhkan terhadap mereka. Ternyata yang mati duluan adalah peminum teh pada usia 83 tahun. Gara-gara itulah, masyarakat Swedia menjadi sangat tergila-gila dengan kopi, bahkan paling fanatik di dunia. Sehingga sampai sekarang negara-negara Skandinavia kini peminum kopi tertinggi per kapita di dunia. Setiap orang bisa menghabiskan 12 kg lebih per tahun.<br /> 4. Dulu awalnya, Indonesia merupakan pengekspor kopi terbesar dan terbaik di dunia. Dan tahukah Anda, hal itu terjadi sebelum tahun 1880-an, dimana pada tahun tersebut terjadi wabah hama karat daun yang memusnahkan kopi arabika yang ditanam di bawah ketinggian 1 km di atas permukaan laut, dari Sri Lanka hingga Timor. Brasil dan Kolombia akhirnya mengambil alih peran sebagai eksportir kopi arabika terbesar, sampai kini. Dan pada masa jaya itu, industri kopi di Jawa pernah berpameran di AS untuk memperkenalkan kopi, sehingga publik AS mulai mengenal kopi dan menjuluki minuman itu dengan nama Java.<br /><br />Sumber: http://id.wikipedia.org/, http://www.tapanulicoffee.com/noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-85231706111757621662010-05-02T13:31:00.000-07:002010-05-02T13:38:08.501-07:00Blog ini Di-link Dari Sini Blog ini Di-link Dari Sini Makanan Termahal Di Dunia1. Strawberries Arnaud<br />Kita tentunya tahu bahwa resep Strawberries Arnaud adalah es krim strawberry, dengan lemon dan anggur merah. Tapi strawberry di restoran Arnaud di News Orleans, Amerika, tidak hanya sekedar buah potong biasa. Bedanya adalah di toppingnya, berupa cincin berlian pink 4.7 karat yang pernah menjadi milik Sir Ernest Cassel, satu-satunya di dunia. Harga makanan ini? 14 Miliar Rupiah, kenapa? karena selain cincin eksklusif tadi, strawberry juga dihidangkan dengan minuman Charles X Crystal yang berharga 250 Juta Rupiah per botolnya. (hct/ari)<br /><br />2. Cake Platinum.<br />Memang tidak banyak diproduksi, tapi cake seharga 1,3 Milyar ini tentunya tidak akan anda lewatkan dengan warna berkilau indahnya. Cake ini dibuat oleh Nobue Ikara, seorang pastry chef terkenal dari Jepang, sebagai penghargaan atas kaum wanita. Kue yang didedikasikan kepada wanita Jepang terkenal seperti Rinko Kikuchi dan Chie Kumazawa ini diharapkan agar mendorong kaum wanita untuk mau menggunakan perhiasan dari Platinum<br /><br />3. Frrozen Haute Chocolate<br />Sampai sekarang sundae buatan Serendipity 3 selalu ini masuk sebagai sundae (es krim campuran) termahal di dunia, dengan harga mencapai 10 Juta Rupiah per porsi. Tapi kali ini, mereka benar-benar berusaha gila-gilaan. Frrozen Haute Chocolate seharga 250 Juta Rupiah ini adalah hasil kerjasama antara Serendipity 3 dan ahli pembuat perhiasan, Euphoria New York. Sundae ini adalah campuran dari 28 macam coklat, dan 14 di antaranya adalah coklat termahal dan paling eksotis di dunia.<br /><br />Sundae ini juga mengandung 5 gram emas yang dapat dimakan dan juga ada gelang emas dengan berlian di dasar gelas. Bahkan, sundae ini dimakan khusus dengan sendok emas, dan beberapa butir berlian coklat dan putih, yang dapat anda simpan. Hati-hati saja, jangan sampai tertelan ya!<br /><br />4. The Fortress Stilt Fisherman Indulgence<br />Makanan yang dibuat salah satu hotel di Sri Lanka ini berharga 145 Juta Rupiah. Makanan ini pernah menjadi makanan kedua paling mahal di dunia. Makanan ini juga tidak kalah nikmat dan menarik dibandingkan dengan makanan biasa. Makanan ini terdiri dari cassata daun emas, serta compote mangga dan delima. Makanan ini akan tampak biasa jika tidak diberi hiasan yang berupa pahatan coklat berbentuk seorang pemancing dan batu akuamarin dengan berat 80 karat<br /><br /><br />5. Macaroons Haute Couture<br />Untuk urusan makanan manis, Pierre Hermé adalah artis luar biasa. Dengan dua toko besar yang menjadi pusat pembuatan macaroons di Paris dan Tokyo, Pierre menampilkan satu lagi resep tambahan setiap perubahan musim (yang berarti empat dalam setahun, bukan dua atau banyak, Paris dan Tokyo kan tidak mengenal musim durian). Macaroons paling terkenal buatan mereka adalah meringue puff dengan bahan pilihan Anda sendiri! Berdasarkan bahan yang dipilih oleh pemesan, macaroon buatan Pierre dapat mencapai harga 70 Juta Rupiah per kilo.<br /><br />6. Chocopologie<br />Chocopologie buatan Knipschildt ini dijamin akan memberikan pengalaman khusus kepada lidah anda. Toko coklat yang didirikan oleh Fritz Knipschildt pada 1999 menjual coklat truffle termahal di dunia, dengan harga sekitar 50 Juta Rupiah per kilo atau, 2,5 Juta Rupiah per buah. Coklat buatan Knipschildt ini hanya dijual berdasarkan pesanan, Anda dapat mengunjungi pembuatan coklat ini di 12 South Main Street Norwalk di Connecticut, Amerika, untuk dapat mencoba surga kecil berwarna coklat ini.<br /><br />7. Truffle Putih<br />Truffle (semacam jamur) paling halus dan paling mahal di dunia adalah truffle putih atau truffle alba dari daerah Piedmont di Itali Utara. Satu kilo jamur mahal ini dapat berharga 5 Juta Rupiah. Jamur terbesar yang ditemukan di dunia sampai sekarang memiliki berat 1,5 kilo, dan dibeli oleh Stanley Ho, pemilik kasino Makau, dengan harga 33 Juta Rupiah<br /><br />8. Cake Sultan<br />Cake yang hanya dihidangkan di Istana Ciragan di Istanbul, cake ini adalah cake dengan rasa paling menarik dan mewah yang dapat anda temui. Cake yang dibuat selama 72 jam ini berisi buah ara, quince (semacam jeruk) dan pir yang direndam dalam Rum Jamaika selama setidaknya dua TAHUN!. Topping cake ini dibuat dari karamel, truffle dan, dari gambarnya sudah dapat dilihat, lembaran emas yang dapat dimakan. Harganya? 10 Juta Rupiah!<br /><br />9. Coklat Noka<br />Coklat buatan Noka ini dikenal sebagai salah satu coklat paling lembut dan nikmat di dunia. Dengan bahan berbagai coklat terbaik dari seluruh dunia dari negara seperti Venezuela, Ekuador dan Pantai Gading, coklat ini berharga 8,6 Juta Rupiah per setengah kilo. Bisa dibayangkan coklat dengan berbagai rasa dan aroma khusus menanti untuk membuat lidah anda menari!<br /><br /><br />10. Chocolate Variation<br />Harga berbagai macam coklat yang dihidangkan di Mezzaluna, restoran Italia di Lebua Hotel, Bangkok ini mencapai 5,4 Juta Rupiah. Makanan penutup mewah ini melibatkan lembaran emas yang dapat dimakan, sherbet sampanye dari champagne Roederer Cristal Brut 2000 dan crème brûlée. Rangkaian makanan manis ini ditutup dengan Truffle Perigord, Mousse Coklat Stoberi dan sepotong kue coklat.<br /><br />Sumber : http://lostamast4.wordpress.comnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-42035904232926492502010-05-02T13:28:00.000-07:002010-05-02T13:31:26.371-07:00Blog ini Di-link Dari Sini Blog ini Di-link Dari Sini Tradisi dalam Sepotong Roti<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLKTUDrV1kRnr8ArBwaghXuGXJ1Ezfh759wevmI_BE3eTkdIs6iq0LKEDq-bstUmudvtpg2sbnnGHsvFUK5J6H-l1Cx62VxgZ2OkL8TyhDOHLwyfAdvFF-7OyCEbz5aKCfJRHn-WMzXPkv/s1600/roti1.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 226px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLKTUDrV1kRnr8ArBwaghXuGXJ1Ezfh759wevmI_BE3eTkdIs6iq0LKEDq-bstUmudvtpg2sbnnGHsvFUK5J6H-l1Cx62VxgZ2OkL8TyhDOHLwyfAdvFF-7OyCEbz5aKCfJRHn-WMzXPkv/s320/roti1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5466772991162906818" /></a><br /><br />Duduk di kedai sambil menyeruput kopi hitam atau teh panas, ditemani roti bakar sebagai cemilan, sudah menjadi kebiasaan lama masyarakat Singapura. Tradisi itu kini bahkan merambah sampai ke Jakarta. Adalah Yakun Kaya Toast, kedai kopi milik Loi Ah Koon yang menjual tradisi itu ke Jakarta. Bedanya dengan tempat minum kopi lainnya di Jakarta yang modern, kedai kopi milik orang Singapura ini mempertahankan kesederhanaan dalam konsep makanan, penataan ruang, dan peralatan dapur yang digunakan.<br /><br />Kesederhanaan, misalnya, bisa dilihat dari menu yang ditawarkan. Untuk roti bakar ada enam menu, roti bakar tradisional, roti bakar gula mentega, roti bakar keju, roti bakar perancis dengan keju dan selai kaya, serta roti bakar es krim. Ada juga telur setengah matang, yang oleh orang Asia dipercaya mampu menambah stamina. Di daftar menu, telur setengah matang itu diberi nama soft-boiled eggs.<br /><br />Cara memasak telur setengah matang ini ada tekniknya. Sebelum gerai dibuka, juru masak di Yakun Kaya Toast sudah lebih dulu merendam telur-telur ayam ras di dalam air panas selama 15 menit. Lantas bila ada yang memesan, telur yang sudah disiapkan di gerai tadi direndam lagi dengan air panas selama lima menit. Hasilnya, telur setengah matang yang tidak benar-benar kental. Saat disendok, telur itu meleleh di dalam mulut. Agar tidak terlalu amis, telur setengah matang bisa ditaburi lada, garam, dan kecap asin yang disediakan.<br /><br />Tradisi yang sederhana ini ternyata mampu menarik perhatian pembeli. Buktinya, sebagian besar pengunjung yang datang ke kedai kopi itu, menurut Andreas Susanto, Head Supervisor Yakun Kaya Toast, memilih menu tradisional Yakun Kaya Toast, seperti roti bakar tradisional dan telur setengah matang.<br /><br />Dan perlu diketahui, roti bakar tradisional ini isinya sederhana saja. Dua lapis roti karamel dipanggang selama lebih kurang satu menit, lalu diolesi selai kaya. Di tengah-tengah roti tadi diberi beberapa potongan kecil mentega. Hidangan ini lebih enak kalau disantap saat masih hangat. Kalau digigit terasa garing di luar, tetapi ada kelembutan di dalamnya. Selain itu, perpaduan rasa selai kaya yang manis dan mentega yang gurih sungguh tidak bisa terlupakan. Nyes...!<br /><br />Selai Kaya<br />Selai kaya memang menjadi andalan utama Yakun Kaya Toast. Semua roti bakar di kedai itu selalu disajikan dengan selai kaya. Sebagian orang mengira selai kaya adalah selai yang terbuat dari buah srikaya. Namun, sebenarnya selai kaya ini terbuat dari santan, gula, dan telur yang dikocok halus lalu diberi aroma pandan. Bagi konsumen yang kurang puas menikmati selai kaya dalam sepotong roti, gerai Yakun Kaya Toast juga menyediakan kemasan di dalam botol. Anda bisa membawa pulang selai yang gurih ini setelah membayar Rp 88.000 per botol. Mereka juga menjual kopi bubuk dan teh dalam kemasan kantong.<br /><br />Karena semua roti bakar disajikan dengan selai kaya, yang kemudian bisa membedakan satu roti bakar dengan lainnya adalah pelengkap selai kayanya. Ada roti bakar isi mentega, roti bakar isi gula dan mentega, serta roti keju. Ada juga roti bakar es krim dengan rasa stroberi, cokelat, dan durian. Yang membuat unik roti bakar Yakun Kaya Toast adalah roti karamel yang digunakan sebagai bahan dasar. Roti karamel ini dibuat dengan resep khusus keluarga Ah Koon, tetapi sudah bisa dibuat sendiri di Indonesia.<br /><br />”Kami memiliki pemasok sendiri di Indonesia,” kata Andreas. Berbeda dengan roti tawar pada umumnya, roti karamel lebih padat. Namun, khusus untuk menu French toast, Yakun Kaya Toast menggunakan roti tawar yang empuk. Pertama, French toast dibakar, lalu di atasnya diberi keju jenis cheddar. ”Roti bakar yang enak bisa untuk memulai persahabatan hari ini.” Begitulah moto yang ditawarkan Yakun Kaya Toast untuk melayani calon pembelinya.<br /><br />Moto itu dipakai generasi penerus Ah Koon untuk mengenang tradisi di kedai kopi. Pada masa lalu, ketika Ah Koon memulai berjualan kopi, teh, telur setengah matang, dan roti bakar di Telok Ayer Basin, Singapura, pada tahun 1944, pelanggannya datang dari berbagai kalangan, mulai dari kuli, pedagang, rentenir, polisi, dan seterusnya. Para pelanggan ini bisa ngobrol di kedai kopi Ah Koon sampai berjam-jam. Ada yang sekadar mengobrol ringan dengan teman sampai mengobrol urusan bisnis serius.<br /><br />Tradisi ini tampaknya berlanjut di Yakun Kaya Toast. Pengunjung yang datang ke gerai Yakun Kaya Toast di mal juga betah duduk berlama-lama. Andreas mengamati, ada pelanggannya yang bahkan selalu datang pada pagi dan sore hari. Harga makanan dan minuman di Yakun Kaya Toast relatif murah. Aneka roti bakar itu dijual dengan harga Rp 13.000. Sementara untuk minuman harganya bervariasi antara Rp 11.000 dan Rp 15.000. Minuman yang ditawarkan memang hanya teh dan kopi. Variasinya pun tidak banyak, yaitu hanya teh/kopi asli atau teh/kopi dengan susu atau krim.<br /><br />Konsep sederhana juga terlihat dari interior dan peralatan dapur yang digunakan. Kalau mau menilik ”dapur” Yakun Kaya Toast yang biasanya terletak di depan tempat penjualan, bisa dilihat teko-teko dengan corong panjang. Di atas teko ada saringan khusus untuk menyaring teh atau kopi yang akan disajikan. Teko-teko ini terbuat dari bahan baja antikarat. Alat untuk memanggang roti di situ juga sederhana saja, yaitu dengan meletakkan kawat baja antikarat ukuran besar di atas kompor gas. Kombinasi kesederhanaan dan selai kaya membuat orang betah berlama-lama di kedai kopi Ah Koon.<br /><br />Sumber :http://travel.kompas.comnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-53605660109221427282010-05-02T13:25:00.000-07:002010-05-02T13:27:49.928-07:00Blog ini Di-link Dari Sini Blog ini Di-link Dari Sini Belanja Bordir, Kebaya dan Manisan di PetisahPasar Petisah menjadi salah satu jantung perekonomian rakyat Medan. Meskipun Mal di Medan sudah banyak berdiri, tapi keberadaan pasar tradisional ini masih banyak digemari masyarakat.<br /><br />Pasar yang terdiri dari dua lantai ini memang terbilang lengkap layaknya pasar tradisional di Jakarta. Yang membuat tidak terlalu semrawut lantaran parkiran mobilnya yang tidak terlalu padat. Pasar ini memang mudah dijangkau banyak angkutan umum yang siap mengantar Anda ke sini. Ketika kami berkunjung sebentar ke Pasar Petisah ini tak terlalu berkesan kumuh, lumayan nyaman jika Anda ingin membeli sesuatu di sini. Tak hanya kebutuhan pokok seperti sembako saja yang ada di sini, ternyata ada juga penjual bordir.<br /><br />Jika Anda bermaksud untuk membuat pakaian kebaya untuk menghadiri pesta, Anda tak perlu repot-repot pergi ke butik ternama. Cukup datang ke Pasar Petisah ini tak hanya kebaya, bordir pun ada di siniDi pasar Petisah ini kita bisa menemukan berbagai macam kebutuhan, dari mulai sayur-mayur, ikan asin, sampai busana, dan perlengkapan elektronik. Barang-barang elektronik, pakaian jadi, dan furniture berada di lantai atas, sedangkan para penjual sayur dan buah-buahan berada di lantai bawah. Di pasar ini juga banyak yang menjual hasil kerajinan tangan khas Sumatra Utara seperti kalung, gelang, tas anyam, patung kayu dll. Untuk kerajinan bordir dan kebaya menempati lokasi di lantai satu dan beberapa berada di luar pasar dekat tempat parkir, sehingga cukup mudah dijangkau. Untuk kain kebaya, Anda bisa langsung membeli dengan aneka warna yang tersedia. Tapi jika Anda lebih menyukai mendesain model sendiri, di sini juga ada penjahit yang siap membuatkan baju sesuai ukuran badan Anda.Kebaya dan bordir yang ada di sini tak kalah cantiknya dengan yang ada di butik. Harganya yang terjangkau, dengan 300 ribu rupiah Anda sudah bisa menenteng kebaya dengan potongan yang pas di badan. Atau jika Anda lebih suka dengan membeli kain saja, di sana pun tersedia dengan beraneka warna sesuai selera. Tak hanya kain dan busana, taplak meja, bed cover, tirai juga dijual di sana. Harga satu buah bed cover berkisar di atas 1 jutaan.Jika Anda juga penggemar berat manisan buah di sini bisa Anda dapatkan manisan dari berbagai buah misalnya saja jambu biji, salak, mangga, kedondong dll. Biasanya manisan ini dijual perkilo, satu kilo jambu biji rata-rata Rp.12.000,-.<br /><br />Tempat menjual manisan ini uniknya banyak di hinggapi oleh lebah, ternyata lebah-lebah ini memang akan diambil madunya, sangat multi fungsi. Manisan yang di tawarkan terbilang aman karena tanpa bahan pengawet. Jadi bila Anda datang ke Pasar Petisah tak lengkap rasanya jika tidak membeli manisan buah untuk oleh-oleh orang rumah.<br /><br />Sumber : http://www.poetrina.comnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-50621816711338053382010-05-02T13:16:00.000-07:002010-05-02T13:25:48.461-07:00Blog ini Di-link Dari Sini Blog ini Di-link Dari Sini Eksotisme Pulau Berlilitkan AdatTapis Pulau Pisang salah satu penanda hubungan marga pulau ini dengan marga Way Sindi. Adat, alam, dan kehidupan sehari-hari yang khas mengguratkan eksotisme pada Pulau Pisang. Begitu juga tapis.<br /><br />Eksotisme Pulau Pisang tak juga hilang meski kini cengkih mulai jauh dari pulau ini. Pantai yang jernih, debur ombak, dan pasir putih adalah alam yang menebar keeksotisan pulau. Anak-anak kecil berlarian telanjang di pantai, bercengkerama lalu memecah ombak, adalah kehidupan bocah-bocah pantai yang jauh dari sergapan video game dan play station. Mereka berteriak ketika ada "orang asing" mendekat. Tak jarang mereka juga menutup muka lalu membalikkan badan telanjangnya ketika "orang asing" mengangkat kamera: Jpprreeet! Jpprreeet! Jpprreeet!!<br />Tak jauh dari pantai, ibu-ibu Pulau Pisang mengelilingi tumpukan ikan hasil tangkapan bapak-bapak Pulau Pisang, para suami. Tak jauh dari situ, asap mengepul dari bakaran arang. Gesang ikan-ikan segar menebar bau daging segar yang terbakar. Ibu-ibu Pekon Labuhan itu pun menguliti ikan-ikan yang berasap lalu memakannya. Nyam...nyam...nyaaam!<br /><br />Pulau Pisang! Inilah Pulau Pisang; pulau seluas 2.310 hektare yang berada di Kecamatan Pesisir Utara, Lampung Barat. Pulau ini berpenduduk seribuan orang. Dulu, sebelum 1980, penduduk pulau ini lebih tiga ribu. Mereka tersebar di enam pekon: Labuhan, Lok, Sukadana, Pasar, Sukamarga, dan Bandardalam.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9phq28mUIy2VSDqrLSXWM7kgq3QufNha_tq1V3UxNDO2LtRgGa2RFbfQmHDfDi4_nAkeuQExlUJTjYld_r5WkGyoz1RjGXgrlVm-fqmtAskGtXGLo-yPny38JpseiSc1NupHJEoJHQlDj/s1600/pisang2.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 235px; height: 164px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9phq28mUIy2VSDqrLSXWM7kgq3QufNha_tq1V3UxNDO2LtRgGa2RFbfQmHDfDi4_nAkeuQExlUJTjYld_r5WkGyoz1RjGXgrlVm-fqmtAskGtXGLo-yPny38JpseiSc1NupHJEoJHQlDj/s320/pisang2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5466770740022880130" /></a><br />Pulau Pisang<br /><br />Alam dan kehidupan warga Pulau Pisang adalah eksotisme itu sendiri. Di pulau kecil ini, kita bisa merasakan kekhasan hidup yang merujuk pada tata budaya Marga Pulau Pisang. Di pulau ini, warga enam desa hidup dalam keteraturan sosial yang merujuk pada konstruk budaya marga Way Sindi di Olokpandan.<br /><br />Dikisahkan Zafrullah Khan gelar Dalom Kemala Raja, sebelum Inggris masuk Krui, marga Way Sindi yang tinggal di Olokpandan semakin besar. Saat itu, marga Way Sindi dipimpin Saibatin Pangeran Simbangan Ratu.<br /><br />Pertambahan penduduk menuntut perluasan wilayah untuk tempat tinggal. Pangeran Simbangan Ratu pun memerintah Udin dari marga Tenumbang melihat kondisi Pulau Pisang. Dari survei itu, Udin melaporkan pada Saibatin kalau Pulau Pisang dapat dijadikan permukiman.<br />Rombongan marga Way Sindi masuk Pulau Pisang dipimpin Mail gelar Raja Pesirah gelar Pangeran Sangun Ratu. Ia anak kedua Pangeran Simbangan Ratu, adik Syatari gelar Raja Ya Sangun Ratu.<br /><br />Pertama masuk pulau ini, rombongan Pangeran Sangun Ratu mendiami lamban balak di Pekon Lok. Mereka membuka kebun di kampung ini.<br /><br />Pengembangan juga terjadi di pulau ini. Orang-orang pertama Pulau Pisang kemudian membangun empat pekon lagi: Bandardalam, Labuhan, Sukadana, dan Sukamarga. Akhirnya, pada 17 September 1922, Pulau Pisang mendapat otonomi dan berhak menyandang status marga sendiri, marga Pulau Pisang, yang lepas dari keturunan mereka di Olokpandan. Saibatin Way Sindi saat itu, Mohammad Djapilus gelar Dalom Simbangan Ratu yang memberi kuasa itu. Ia menunjuk Muhammad Fadel gelar Raja Kapitan sebagai saibatin marga Pulau Pisang yang pertama.<br /><br />`Sinjang` Tapis<br />Salah satu tradisi Way Sindi yang dibawa ke Pulau Pisang adalah sinjang atau kain tapis. Kain berwarna dasar merah ini adalah ciri khas marga Way Sindi yang juga berkembang di Pulau Pisang.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizNEomDwqcKEU2PpSKvPmqDkvepWNO5sUEs6z1ntPArKl2-x_CHiNFi0zIkK8dKIq4vBkiS2h9Oq1smOgXuj6EWva-pFVeRdHEr6bH3JJY52s_IdgC6S5siNLzG8cAqvgbJCk7mC-raRrV/s1600/pisang.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 235px; height: 176px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizNEomDwqcKEU2PpSKvPmqDkvepWNO5sUEs6z1ntPArKl2-x_CHiNFi0zIkK8dKIq4vBkiS2h9Oq1smOgXuj6EWva-pFVeRdHEr6bH3JJY52s_IdgC6S5siNLzG8cAqvgbJCk7mC-raRrV/s320/pisang.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5466770738039468818" /></a><br />Salah satu motif Kain Tapis<br /><br />Dalam catatan sejarah yang dipegang Zafrullah, pada abad ke-12, saat Krui berada di bawah kekuasan Inggris, warga Way Sindi sudah terkenal sebagai pembuat tapis.<br /><br />"Asal mula tapis Pulau Pisang mencontoh kain songket Palembang. Kain dasar itu diberi benang emas. Karena di masyarakat Pulau Pisang akrab dengan perahu, corak awal kain tapis di sini bermotif perahu," kata Zafrullah, Sabtu (13-1).<br /><br />Beda di daerah Sukau. Masyarakat Sukau menjadikan gajah sebagai corak tapis. "Dulu kan di sana banyak gajah. Sampai sekarang corak sinjang tumpal tapis yang dipakai dalam setiap acara adat ada: kapal dan gajah," ujar Zafrullah.<br /><br />Tapis mulai masuk bagian adat, ujar Zafrullah, pada pertengahan abad ke-19. Saat itu, tapis mulai dikembangkan di kawasan Krui. Pemakaian tapis diresmikan dengan prosesi ighau di Olokpandan sekitar tahun 1835.<br /><br />Dari sini, kata Zafrullah, lahir aturan pemakaian tapis dalam setiap acara adat. "Tapis diselempangkan di bahu. Saibatin diselempangkan di bahu kiri, anak buah di kanan. Ini untuk membedakannya," ujar Zafrullah.<br /><br />Sekarang warna dasar tapis terus berkembang. Tidak cuma merah, hitam kini jadi pilihan yang banyak digemari. (Minggu, 14 Januari 2007). AAN/HEN/M-1<br /><br />Sumber : http://www.lampungpost.comnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-53158821467518650992010-05-02T13:14:00.000-07:002010-05-02T13:15:17.407-07:00Blog ini Di-link Dari Sini Blog ini Di-link Dari Sini Perahu Pinisi dari Tana BeruSemula, mungkin tidak percaya jika sebuah perahu kayu sederhana, mampu mengarungi lautan Samudra Hindia yang dikenal memiliki ombak besar. Adalah nelayan suku Bugis Makassar, yang dikenal sejak puluhan tahun silam sebagai pelaut ulung, mengarungi lautan luas Samudra Hindia menggunakan perahu kayu (perahu layar).<br /><br />Suku asal Sulawesi Selatan ini memiliki catatan tersendiri dalam sejarah bahari, saat mengarungi ribuan kilometer lautan luas dari Indonesia hingga Madagaskar di Afrika Selatan, berabad-abad silam. Mereka memiliki keberanian dan kemampuan mengarungi lautan dengan perahu layar, antar pulau di Indonesia maupun samudra yang memiliki hentakan ombak besar untuk menjaring ikan maupun berdagang hasil bumi.<br /><br />Pelayarannya dari Indonesia ke Madagaskar menggunakan perahu layar, sejauh ini tetap populer, yakni perahu kayu jenis pinisi. Perahu ini mencatatkan ketangguhannya dalam menembus dan mengarungi gelombang besar lautan Samudra Hindia yang jaraknya ribuan kilometer.<br /><br />Suku Bugis Makassar yang merantau ke sana dengan menggunakan perahu jenis pinisi saat itu, kini keturunannya telah menjadi mukimin dan menjadi bagian komunitas warga Madagaskar.<br />Diperoleh catatan, selain perahu jenis pinisi yang dikenal tangguh, terdapat jenis perahu lain yang biasa dipergunakan nelayan Bugis. Perahu Pinisi sendiri, merupakan jenis perahu dagang yang memiliki ukuran paling besar (mampu memuat 20 sampai 100 ton) dibanding jenis-jenis perahu lainnya.<br /><br />Jenis perahu ini mampu mengarungi dan menjelajah lautan besar. Memiliki dua tiang agung (sokoguru-red) dilengkapi masing-masing layar besar yang menjadi layar utama, ditambah layar kecil pada masing-masing puncak tiang agung. Sementara kemudinya, terpasang pada bagian belakang.<br /><br />Pada abad silam, perahu jenis pinisi juga dipergunakan untuk mengangkut bala tentara. Namun tidak dipergunakan untuk perang laut. Pinisi sebagai perahu niaga, dipimpin oleh seorang ana`koda (nakhoda). Kemudian juru mudi, juru batu serta awak perahu yang disebut sawi.<br /><br />Jenis perahu lainnya, adalah jenis Lambo Palari. Jenis ini lebih kecil dari pinisi, bobotnya (10-50 ton). Perbedaan lain dengan pinisi, Lambo hanya memiliki satu tiang agung dan layar utama, ditambah layar berlapis-lapis di bagian depan dan di puncak tiang agung. Jenis serupa Lambo Palari adalah Lambo Calabai.<br /><br />Kemudian jenis perahu lainnya, yang ukurannya lebih kecil adalah jenis Jarangka, Soppe dan Pajala. Jenis-jenis perahu yang lebih kecil ini mempergunakan layar segi empat yang mampu bergerak lincah mengarungi lautan. Dipergunakan untuk mengangkut barang dagangan antar pulau sekitar Sulawesi Selatan, selain dipergunakan nelayan untuk menangkap ikan jauh ke tengah lautan. Awak perahu Pajala berbeda dengan perahu dagang. Perahu nelayan ini, dipimpin seorang punjala (pemimpin dan pengemudi perahu -red).<br /><br />Perajin Tana Beru<br />Dari berbagai sumber catatan yang diperoleh mengenai pembuatan perahu pinisi menyebutkan, dewasa ini walau para pembuat kapal kayu motor sudah tersebar di pelosok nusantara, adalah perajin perahu di Tana Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan yang tetap mempertahankan tradisi dalam pembuatan pinisi. Di sinilah salah satu lokasi kemegahan pinisi dilahirkan.<br /><br />Tana Beru banyak memproduksi kapal pinisi. Kapal yang sampai sekarang masih banyak dipakai untuk melayari laut nusantara. Para pembuat perahu tradisional disini, secara turun-temurun mewarisi tradisi kelautan nenek moyangnya.<br /><br />Sebuah upacara ritual biasa dilakukan untuk memulai sebuah proses pembuatan perahu.<br />Para perajin, sebelum memulai pekerjaannya, terlebih dahulu harus mencari hari atau waktu terbaik pencarian kayu sebagai bahan baku. Hari baik untuk mencari bahan baku, adalah pada hari kelima dan ketujuh pada bulan berjalan. Angka lima, diartikan rezeki sudah di tangan. Sedangkan angka tujuh berarti selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik, kepala tukang, baru kemudian memimpin pencarian bahan baku (kayu).<br /><br />Pohon yang akan ditebang juga tak boleh sembarangan. Sebelumnya harus digelar upacara khusus, bertujuan untuk mengusir roh penghuni kayu tersebut. Untuk kebutuhan mengusir roh, seekor ayam dijadikan korban untuk dipersembahkan kepada roh. Pemotongan yang dikerjakan menggunakan gergaji, harus dilakukan sekaligus tanpa berhenti. Itu sebabnya untuk melakukan pemotongan harus dikerjakan oleh orang yang bertenaga kuat.<br /><br />Bila balok bagian depan (yang tidak dipergunakan) sudah putus, potongan itu harus dibuang ke laut. Potongan itu menjadi benda penolak bala yang melambangkan suami yang siap melaut untuk mencari nafkah. Sedang potongan balok bagian belakang disimpan di rumah, sebagai lambang istri pelaut yang setia menunggu suami pulang dan membawa rezeki.<br /><br />Jumlah seluruh papan dasar untuk perahu pinisi adalah 126 lembar. Setelah papan teras tersusun, diteruskan dengan pemasangan buritan tempat meletakkan kemudi bagian bawah.<br /><br />Apabila badan perahu sudah selesai dikerjakan, dilanjutkan dengan pekerjaan memasukkan majun pada sela papan. Agar sambungan antarpapan merekat kuat, dipakai bahan perekat dari sejenis kulit pohon barruk. Kemudian dilakukan pendempulan. Bahan dempul terbuat dari campuran kapur dan minyak kelapa. Campuran ini diaduk dan dibiarkan selama 12 jam. Untuk kapal berbobot 100 ton, diperlukan 20 kg dempul badan kapal.<br /><br />Setelah seluruh proses pembuatan selesai, proses terakhir kelahiran pinisi adalah peluncurannya. Saat peluncuran ini, digelar prosesi khusus. Misalnya, untuk perahu dengan bobot kurang dan 100 ton, prosesi khusus ditandai dengan memotong seekor kambing. Sedangkan untuk kapal 100 ton ke atas, seekor sapi.<br /><br />Pemasangan tiang dan layar, baru dilakukan setelah pinisi sudah mengapung di laut. Dan kapal yang diluncurkan ini sudah siap dengan awaknya.<br /><br />Peluncuran kapal dilaksanakan pada waktu air pasang saat matahari sedang naik. Selain beberapa jenis perahu, juga terdapat alat (jaring) penangkap ikan yang sampai sekarang masih tetap dipergunakan nelayan Bugis. Perahu jenis pinisi, menjadi lambang keberanian anak bangsa dalam mengarungi lautan. Dalam abad 20 ini, pinisi kembali membuktikan ketangguhan melayari samudra, di antaranya mengikuti expo Vancouver di Kanada. Selain ekspedisi Amana Gappa, mengarungi Samudra Hindia menuju Madagaskar.<br /><br />Sumber : www.pikiran-rakyat.comnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-72463562534674817662010-05-02T13:07:00.000-07:002010-05-02T13:14:04.889-07:00Blog ini Di-link Dari Sini Blog ini Di-link Dari Sini Perubahan Ekspresi Konsep Natah dalam Tata Ruang di BaliAbstrak<br />Natah merupakan suatu istilah umum untuk menyatakan suatu halaman di tengah-tengah suatu lingkungan terbangun seperti: rumah, desa maupun kota. Artikel ini didasarkan atas observasi terhadap 30 rumah, 25 desa dan 23 pusat kota baik tipe tradisional maupun modern. Natah di dalam rumah terbentuk oleh adanya bangunan-bangunan rumah yang mengelilinginya, natah di dalam suatu desa terbentuk oleh sederetan rumah-rumah penduduk dan fasilitasnya sedangkan natah dalam suatu kota terbentuk oleh pusat kota dengan fasilitasnya. Natah memiliki tiga fungsi utama yaitu: sosial, ritual dan lingkungan. Pengertian natah merupakan media pertemuan antar unsur akasa (langit) yang bersifat purusa (jantan) dan unsur pretiwi (bumi) yang bersifat pradana (betina) dan juga sebagai pusat orientasi masa bangunan dan pusat orientasi sirkulasi. Dengan adanya perkembangan pembangunan dan teknologi terjadi perubahan-perubahan pada natah baik dari segi bentuk, fungsi maunpun makna yang terkandung di dalamnya.<br /><br />Kata Kunci: bentuk, fungsi dan makna.<br /><br />Abstract<br />Natah is a common term to express a main space at the center of a built environment such as a house, a village, and a town. This article is based on the observation of about 30 houses, 25 villages, and 23 civic centres of both from traditional type and modern type. Natah in a house is formed by the setting of building masses surround it, natah in a village is formed by dwelling and public facilities, and natah in a town is formed by a civic centre and a number of urban facilities. Natah has three main functions: social, ritual, and environmental. The meaning of a natah is as a media allowing the encounter of the sky (male character-purusa) and the earth (female character – pradana) and acting as the center of both building masses orientation and human circulation orientation. According to the development of the community, changes are also occur on the form, function, and the meaning of natah.<br /><br />A. Pendahuluan<br />Natah, merupakan satu istilah dalam bahasa Bali yang umum dipakai untuk menyatakan suatu halaman di tengah-tengah suatu rumah yang dikelilingi oleh masa-masa bangunan. Kata natar juga untuk menunjukkan suatu yang serupa dengan natah, namun lazim digunakan untuk menunjukkan suatu halaman tengah yang terbentuk oleh pelinggih -pelinggih yang ada di suatu tempat peribadatan umat Hindu seperti di pura dan di pamerajan (Jiwa, 1992: 41). Pada hakekatnya arti dan pengertian konsep natah dan natar adalah sama, yakni sama-sama merupakan ruang luar yang terbentuk oleh bangunan yang mengelilinginya dalam suatu lingkungan tertentu. Natah untuk istilah umum di masyarakat, sedangkan natar berkonotasi bahasa yang lebih halus atau lebih kuna.<br /><br />Beranjak dari pengertian tersebut, maka dalam kenyataan lapangan dengan adanya berbagai tingkatan lingkungan, dapat pula ditemukan berbagai tingkatan natah tersebut. Masing-masing tingkatan telah bervariasi mulai dari yang sempurna sampai yang bersahaja. Berikut akan dibahas tiga tingkatan natah yaitu natah dalam rumah tinggal, natah desa, dan natah suatu kota yang akan dikaji berdasarkan pendekatan budaya dengan melihat aspek-aspek bentuk, fungsi, dan makna yang dikandungnya.<br /><br />B. Natah Rumah<br />1. Bentuk Natah Rumah<br />Natah dalam rumah masyarakat Hindu di Bali dataran sangat jelas terbentuk oleh adanya bangunan-bangunan yang mengelilinginya. Karena bangun dasar masa¬masa yang membentuknya pada dasarnya persegi empat maka bangun dasar natah rumah juga persegi empat. Natah sebagai ‘ruang luar tengah’ tidak terbentuk secara sempurna karena ada penerusan-penerusan keruang luar bawahannya yang terjadi karena jarak antar bangunan satu dengan yang lainnya. Dalam peraturan pembangunan tradisional Bali (Asta Bumi), natah dapat terbentuk sebagai akibat dari proses penentuan letak dari masing-masing masa bangunan dengan dasar hitungan astawara dan dipilih pada hitungan yang sesuai dengan fungsi bangunan: sri untuk lumbung, indra untuk bale dangin, guru untuk bale meten/daja terhadap sanggar kemulan, yama untuk pengijeng karang, ludra untuk bale dauh, brahma untuk dapur, kala untuk penunggun karang, dan uma untuk jarak bale daja ke tembok pekarangan. Cara lain untuk menetukan ukuran natah rumah adalah dengan menentukan secara langsung dimensi natah dalam dua sumbu misalnya sumbu utara¬selatan dan sumbu timur-barat. Penetuan dimensi langsung ini pada dasarnya dibedakan menjadi dua cara: cara pertama melalui hitungan langsung dan berhenti pada jatuh hitungan yang baik dan sesuai dengan cita-cita kepala keluarga penghuni rumah; cara kedua adalah dengan menetapkan hitungan standar 15 tampak (tapak kaki/feet) kemudian ditambah hitungan sesa yang dipilih sesuai dengan harapan kepala keluarga penghuni rumah. Semua jenis penetapan dimensi ditambah dengan suatu pengurip yang besarnya a tampak ngandang atau seukuran dengan lebar melintang tapak kaki.<br /><br />Sejalan dengan perkembangan zaman, telah terjadi pula perkembangan tuntutan akan ruang, kemajuan teknologi, dan pengaruh budaya asing. Di lain pihak ketersediaan lahan semakin terbatas dengan kemampuan daya beli yang tidak dapat menyeimbangi, maka terjadi pula perubahan-perubahan pola masa bangunan yang menimbulkan variasi-variasi baru dalam bangun dasar natah rumah. Dari jumlah masa minimal secara tradisi berjumlah empat, berubah menjadi tiga, dua, bahkan satu.<br /><br />Dalam suatu natah umumnya terdapat bangunan palinggih untuk pengijeng karang atau penunggun karang. Fungsi natah adalah untuk melakukan kegiatan upacara yang berkaitan dengan butha yadnya seperti mecaru; berkaitan dengan manusa yadnya seperti mabyakala atau juga untuk prosesi upacara pernikahan; berkaitan dengan pitra yadnya seperti prosesi menyucikan jenazah dan roh manusia. Fungsi sosialnya adalah untuk penerimaan tamu yang berkaitan dengan upacara atau perayaan. Fungsi kesehatannya adalah penyediaan ruang terbuka untuk mempermudah memperoleh sinar matahari, penerangan, udara segar, dan lain¬lainnya.<br /><br />2. Fungsi Natah Rumah<br />Makna Natah Rumah<br />Secara filosofis, natah merupakan media pertemuan antar unsur akasa (langit) yang bersifat purusa (jantan) dan unsur pretiwi (bumi) yang bersifat pradana (betina). Setiap pertemuan kedua unsur ini menghasilkan cakal bikal suatu bibit kehidupan, dan di tataran ini adalah kehidupan keluarga. Natah dengan statusnya seperti itu menjadi unsur penting yang sentralistrik dalam tatanan suatu rumah sehingga berperan sebagi pusat orientasi masa bangunan dan pusat orientasi sirkulasi. Dari natah ini pula diberikan nama-nama zona dalam rumah dan nama-nama bangunan sesuai dengan arah mata angin.<br /><br />C. Natah Desa<br />1. Bentuk Natah Desa<br />Suatu lingkungan yang lebih makro dari rumah adalah desa memiliki elemen-elemen lingkungan desa yang terdiri atas antara lain, rumah-rumah penduduk, fasilitas pelayanan publik dan prasarana. Suatu halaman desa terbentuk oleh elemen-elemen ini. Analog dengan natah yang ada di suatu rumah maka suatu ruang di tengah desa yang terbentuk oleh sederetan rumah-rumah penduduk yang berada di sisi kiri dan kanannya. Desa-desa tradisional di Bali umumnya berpola linier sehingga bentuk ‘natah’ desa ini juga umumnya memanjang menurut orientasi kaja – kelod. Natah desa ini bisa berwujud suatu margi agung atau bisa berwujud suatu ruang komunitas yang di dalamnya terdapat bangunan-bangunan fasilitas desa.<br /><br />Dalam desa tradisional dijumpai dua tipe bentuk natah. Yang pertama, natah desa yang betul-betul kosong tanpa bangunan seperti banyak dijumpai pada desa-desa tradisional dari masa Bali Pertengahan. Yang kedua, natah dengan berbagai bangunan fasilitas umum desa yang dijumpai dalam desa-desa peninggalam masa Bali Kuna seperti Tenganan, Bugbug, dan Timrah. Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya akibat pengaruh diterapkannya konsep catusptha untuk pusat suatu kota tradisional pada masa kerajaan Bali Pertengahan, maka beberapa desa memiliki dua tipe natah yaitu margi agung dan pempatan<br /><br />Keterangan<br />= Natah Desa<br />p = Pura<br />r = Perumahan<br />s = Setra<br />f = Fasilitar Desa<br /><br />2. Fungsi Natah Desa<br />Fungsi natah desa ini, pada dasarnya sama dengan natah rumah namun skalanya lebih besar. Di natah desa ini dilakukan berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. Fungsi sosial natah desa seperti berkomunikasi, rekreasi, sampai jual beli. Sedangkan fungsi religiusnya berupa kegiatan-kegiatan adat/keagamaan dalam berbagai bentuk yadnya seperti pecaruan, prosesi keagamaan berkaitan dengan dewa yadnya dan prosesi berkaitan dengan pitra yadnya. Dari aspek tata ruang, natah desa merupakan ruang terbuka untuk umum yang berperan sebagia paru-paru desa. Dalam beberapa kasus di Bali seperti di desa-desa Tenganan, Bugbug, dan Timrah sangat jelas di natah desa ini terdapat bangunan-bangunan umum dan keagamaan seperti, bale banjar, bale desa, pura desa, bale agung, lumbung desa, dan lain-lain.<br /><br />3. Makna Natah Desa<br />Natah desa juga memiliki makna yang serupa dengan natah rumah yaitu secara filosofis merupakan media perpaduan antara unsur akasa dan unsur pretiwi, dan sebagai tempat manusia berorientasi untuk menemukan objek yang dituju dan menjadi orientasi aksesbilitas ke rumah¬rumah penduduk dan ke fasilitas umum.<br /><br />Natah Kota<br />1. Bentuk Natah Kota<br />Natah dalam kota-kota tradisional pada masa kerajaan di Bali berada pada suatu simpang empat di tengah-tengah kota yang merupakan tempat kedudukan fasilitas utama kota seperti puri sebagi fasilitas pusat kekuasaan pemerintahan, pasar, bencingah puri dengan fasilitas bale wantilan, dan terdapat pula ruang terbuka hijau kota (Gambar 3). Simpang empat dengan kondisi seperti di atas lazim disebut catuspatha. Sedangkan kata ‘catuspatha’ berasal dari bahasa sanskerta yang berarti empat jalan atau simpang empat. Natah kota seperti ini belum sah sebagai pusat kerajaan sebelum diresmikan melalui suatu proses ritual pemelaspasan atau pemasupatian.<br /><br />Dalam perkembangan zaman, sejak masa kolonial Belanda, pusat catuspatha yang pada masa kerajaan merupakan ruang kosong sebagai natah kota mulai dibanguni dengan elemen estetika kota ataupun tanda pengenal lingkungan (Gambar 4). Misalnya, di catus patha kota Denpasar dibangun lonceng, dan kemudian pada masa republik diubah menjadi patung caturmuka yang dirasakan lebih berbudaya Bali. Perlakuan catuspatha di Denpasar ini nampaknya menjadi barometer kemajuan, sehingga beberapa catuspatha lainnya di Bali juga dibanguni patung seperti di Semarapura, Bangli, dan Mengwi. Patung di Mengwi terakhir sudah dibongkar kembali. Dalam budaya Barat natah suatu kota lazim berupa lapangan atau alun-alun. Pembangunan alun-alun dan dibangunnya patung di pusat catuspatha memperkuat kecenderungan berpindahnya fungsi catuspatha ke alun-alun )<br /><br />Fungsi Natah Kota<br />Natah kota tradisional pada masa kerajaan dalam catuspatha difungsikan sebagai halaman untuk penyelenggaraan upacara tawur yang secara periodik dilakukan setiap tahun, pada Hari Tilem Kesanga. Secara insidentil, catuspatha difungsikan sebagai tempat melakukan kegiatan ritual seperti ngulapin, nebusin, ngelawang, dan lain-lain. Dalam prosesi upacara ngaben secara tradisi dilakukan pemutaran bangunan usungan jenazah (bade) di pusat catuspatha ini. Kegiatan-kegiatan seperti di atas dapat dilakukan dengan baik bila pusat catuspatha masih dalam kondisi kosong. Setelah ada bangunan di tengah catuspatha mulai ada gangguan fungsi karena sarana upacara yang semestinya berada di pusat catuspataha tidak lagi dapat ditempatkan di pusat. Bahkan, kegiatan tawur ada yang berpindah ke tempat lain, misalnya ke alun-alun.<br /><br />3. Makna Natah Kota<br />Simpang empat menyiratkan suatu tapak dara ( + ). Suatu tapak dara menyimbolkan alam semesta, jagat raya atau jagat dan juga simbol penangkal kejahatan agar selamat (Donder, 2001: 15-16). Di lain pihak, suatu simpang empat juga merupakan perpotongan dua sumbu: utara–selatan dan timur – barat. Perpotongan sumbu merupakan titik ‘nol’ atau windu yang melambangkan kekosongan. Kekosongan atau windu juga menyimbolkan alam semesta. Dalam lontar Eka Pratamaning Brahmana Sakti Bujangga disebutkan bahwa sumbu utara– selatan merupakan sumbu nilai dan sumbu timur–barat merupakan sumbu kehidupan dan kematian atau kemajuan dan kemunduran. Dari pusat catuspataha ditentukan letak pusat kekuasaan/puri. Di timur laut bernilai utama, sedangkan di barat daya bernilai werdi atau sejahtera. Karena nilai ini, puri umumnya mengambil posisi di timur laut atau di barat daya, sedangkan perletakan di tenggara dan barat laut masing-masing bernilai gni murub dan gni astra yang beresiko kepanasan dan kehancuran.<br /><br />Daftar Pustaka<br />Agung, Ida Anak Agung Gde. 1989. Bali Pada Abad XIX. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.<br /><br />Belo, Jane. 1970. Traditional Balinese Culture. New York: Columbia University Press.<br /><br />Budihardjo, Eko. 1995. Architectural<br /><br />Conservation in Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.<br /><br />Covarrubias, Miguel. 1956. Bali: With an Album of Photografs by Rose Covarrubias. New York: Alfred A. Knopf.<br /><br />Dinas Pekerjaan Umum Dati I Bali. 1984. Rumusan Arsitektur Bali. Denpasar: Pemda Tk. I Bali. Tidak dipublikasi.<br /><br />Donder, I Kt. 2001. Panca Dathu: Atom, Atma dan Animisme. Surabaya: aramita.<br /><br />Dumarcay, Jacques. 1991. The Palaces of South- East Asia: Architecture and Customs. Terjemahan Michael Smithies. New York: Oxford University Press.<br /><br />Frick, Heinz. 1988. Arsitektur dan Lingkungan.Yogyakarta: Kanisius.<br /><br />Gegevens. 1906. Gegevens de Zelfstandige Rijkes op Bali. Batavia: andsdrukkerij.<br /><br />Geertz, Clifford 1980. Negara: The Theatre State in Nineteenth-Century Bali. Princeton: Princeton University Press.<br /><br /><br />Heine-Geldern, Robert. 1982. Konsepsi tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara. Jakarta: CV Rajawali.<br /><br />Jiwa, I. B. N. 1992. Kamus Bali Indonesia: Bidang Istilah Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Upada Sastra<br /><br />Kagami, Haruya. 1988. Balinese Traditional Architecture in Process. Inuyama: Litle World Museum of Man.<br /><br />Kaler, I Gusti Ketut. 1982. Butir-butir Tercecer tentang Adat Bali. Jilid 2. Denpasar: Bali Agung.<br /><br />Lembaran Daerah Propinsi Dati I Bali. 1977. Peraturan Daerah Propinsi Dati I Bali Tentang: Tata Ruang untuk Pembangunan, Lingkungan Khusus, dan Bangun-bangunan. Denpasar: Pemda Tk I Bali.<br /><br />Nordholt, H. Schulte. t.t. Bali: Colonial Conceptions and Political Change 1700-1940, from Shifting Hierarchies to ‘Fixed Order’. Casp 15.<br /><br />1991. State, Village and Ritual in Bali: A Historical Perspective. Amsterdam: VU University Press.<br /><br />Pager, I Gusti Ngurah (penyadur). Tanpa tahun. Prasasti Eka Pretamaning Brahmana Sakti Bujangga. Tidak dipublikasi.<br /><br />Pemerintah Daerah Tingkat I Bali.1994. Himpunan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hiindu- XV. Tidak dipublikasi.<br /><br />Putra Agung, A.A.G. 1996. Peralihan Sistem Birokrasi Kerajaan Karangasem 1890-1938. Disertasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tidak dipublikasi.<br /><br />Putra, I Gusti Made dkk. 1985. “Nilai-nilai Tata Letak Bangunan dalam Rumah Tradisional Bali”. Denpasar: Pusat Penelitian UNUD.<br /><br />1998. Kekuasaan dan Transformasi Arsitektur. Tesis Magister Universitas Udayana.<br /><br />Salya, Yuswadi. 1975. Spatial Concept in Balinese Traditional Architecture; Its Possibilities for Futher Development. University of Hawaii Thesis, Honolulu. Tidak dipublikasi.<br /><br />Semadi Astra dkk. 1986. Kamus Sanskerta¬Indonesia. Denpasar: Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Pemda Tk. I Bali. Tidak dipublikasi.<br /><br />Sidemen, Ida Bagus. 1986. Struktur Birokrasi dan Mobilitas Sosial di Kerajaan Gianyar 1856 - 1899. Tesis S2. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tidak dipublikasi.<br /><br />Sidemen, Ida Bagus dkk. 1992. Sejarah Badung. Denpasar: Pemda Tingkat II Badung.<br /><br />Singgih Wikarman, I N. 1998. Caru: Pelemahan dan Sasih. Surabaya: Paramita.<br /><br />Suamba, Ida Bagus Putu. 1995. Agni Purana. Denpasar: Upada Sastra<br /><br />Suandra, I Made. 1996. Tuntunan/Tatacara Ngwangun Karang Paumahan Manut Smreti Agama Hindu. Denpasar: Upada Sastra.<br /><br />1996. Keputusan Sanghyang Anala. Denpasar: Upada Sastra.<br /><br />Tan, Roger Yong Djiet. 1967. Description of the Domestic Architecture of South Bali. M.A. Thesis Yale University, Yale. Dalamm B.K.I. 123-4:pp. 442- 475.<br /><br />Tim Penelitian Inventarisasi Pola-pola Arsitektur Tradisional Bali. 1979. Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Bappeda Tingkat I Bali. Tidak dipblikasi.<br /><br />Wertheim, W.F. cs. (editors). 1960. Bali:<br /><br />Stdies in Life, Thought, and Ritual. Slected Studies on Indonesia, Vol. V. Hague and Bandung: W. van Hoeve Ltd.<br /><br />Wiryomartono, A. Bagus P. 1995. Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia: Kajian Mengenai Konsep, Struktur, dan Elemen Fisik Kota sejak Peradaban Hindu- Buddha, Islam Hingga Sekarang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.<br /><br />Wojowasito, S. t.t. Kamus Kawi Indonesia. Tanpa kota: CV. Pengarang.<br /><br />Yuda Triguna, I B. G. 2000. Teori tentang Simbol. Denpasar: Widya Dharma.<br /><br />Terjemahan Lontar Bidang Arsitektur<br />L.01.T., Darmaning Hasta Kosala (Gedong Kertya No. 361), asal Marga, Tabanan. Terjemahan I Ketut Gunarsa, Koleksi BIC Bali.<br /><br />L.02.T., Hasta Bumi (Gedong Kertya No. 243), asal Abian Semal, Badung. Terjemahan I Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali.<br /><br />L.03.T., Hasta Kosali (Gedong Kertya No. 231), asal Uma Abian, Marga Tabanan. Terjemahan I Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali.<br /><br />L.04 T., Hasta Kosala-Kosali, asal A.A. Alit, Malkangin, Tabanan. Terjemahan N. Gelebet, koleksi BIC Bali.<br /><br />L.05.T., Hasta Kosali , asal Grya Taman, Sanur. Terjemahan N Gelebet, koleksi BIC Bali.<br />L.06 T., Asta Patali, asal Br. Lenganan, Bajra. Terjemahan Ketut Suwija, BA., koleksi BIC Bali.<br /><br />Sumber : http://ejournal.unud.ac.id<br />Oleh : I Gusti Made Putranoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-79495918313950153302010-05-02T12:59:00.000-07:002010-05-02T13:02:40.732-07:00Blog ini Di-link Dari Sini Blog ini Di-link Dari Sini Kubu/Orang Rimba<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEho2MgOdqjb0VPUjBODlKPG1HOLnudIjzpu5DEY-MPYmNdWilb5K6UTSBtdSIyYtihhsTD1XXpWzXv725IJrpljfCCPfjOvVgVHSww4-k-5YlMJRz6xrDDo-bT2Bt4z241v3Z-HsqxLsmRI/s1600/kubu.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 210px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEho2MgOdqjb0VPUjBODlKPG1HOLnudIjzpu5DEY-MPYmNdWilb5K6UTSBtdSIyYtihhsTD1XXpWzXv725IJrpljfCCPfjOvVgVHSww4-k-5YlMJRz6xrDDo-bT2Bt4z241v3Z-HsqxLsmRI/s320/kubu.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5466765570073517090" /></a><br />Penyebaran<br />Salah satu komunitas masyarakat tradisional yang tinggal di kawasan TNBT adalah orang Kubu atau "Orang Rimba". Mereka masih hidup nomaden atau berpindah-pindah di belantara hutan Bukit Tigapuluh. Sebagian besar mereka menempati kawasan TNBT di wilayah Propinsi Jambi yang mempunyai kelerengan cenderung lebih datar.<br /><br />Suku Kubu yang ada di TNBT berasal dari kelompok besar di TN. Bukit Dua Belas. Karena hutan di sekitar Bukit Duabelas telah terfragmentasi akhirnya kelompok suku ini mencari sumber daya hutan hingga ke kawasan TNBT. Selain itu kepindahan suku Kubu dari Bukit Duabelas ke wilayah ini juga akibat melanggar adat atau istilah mereka "keno campok adat" sehingga diharuskan pergi dari wilayah Bukit Duabelas. Orang Rimba/Kubu pada umumnya berada di sebelah selatan Bukit Tigapuluh. Ada juga kelompok yang bermigrasi ke wilayah bagian utara dan barat Bukit Tigapuluh di wilayah propinsi Riau.<br /><br />Pandangan rimba sebagai tempat hidup mereka melekat kuat pada perilaku keseharian, seperti kebiasaan berburu, meramu makanan, mengumpulkan hasil hutan dan berladang. Kegiatan berburu merupakan pola ekonomi subsistensi yang berimplikasi pada hubungan sosial, hal ini terlihat dari kebiasaan pendistribusian daging hasil berburu yang dikelola oleh pihak perempuan di mana hasil buruan akan didistribusikan kepada seluruh anggota kelompoknya. Kegiatan meramu hasil hutan menjadi perekonomian subsistensi mereka.<br /><br />Cara hidup berburu dan meramu dan di samping kegiatan berladang menunjukkan bahwa masyarakat ini sangat bergantung sekali dengan lingkungan hutan, sebagai tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka<br /><br />Selain itu Orang Rimba juga menganggap hutan merupakan tempat hidup yang paling aman, karena dengan hidup di dalam hutan mereka dapat melakukan berbagai kegiatan keseharian mereka tanpa terganggu oleh pengaruh dari luar. Upaya ini sejalan dengan usaha mereka mempertahankan pola kebiasaan yang membedakan mereka dengan kelompok masyarakat lainnya.<br /><br />Rasa aman dalam hutan, menjadi faktor pendorong bagi Orang Rimba untuk tetap memilih kehidupan dalam hutan, rasa aman ini terutama dimaksudkan sebagai perumpamaan perlindungan bagi perempuan dan anak-anak mereka.<br /><br />Perempuan mempunyai peran penting dalam kehidupan Orang Rimba sebagai pemilik dan pendistribusi sumber daya dalam keluarga. Peran perempuan sebagai pemilik dan pendistribusi sumber daya tersebut merupakan alasan laki-laki untuk selalu melindungi perempuan dengan memberikan rasa aman bagi perempuan terutama dari gangguan yang mungkin timbul dari kehadiran pihak luar, sehingga timbul kesan bahwa perempuan Orang Rimba tidak mempunyai peran yang dominan dalam kehidupan sosial mereka.<br /><br />Interaksi dengan pihak luar yang umumnya dilakukan oleh laki-laki Orang Rimba, berkaitan dengan aktivitas ekonomi mereka. Di mana laki-laki berkewajiban mencari hasi hutan dan menjualnya ke pasar dengan perantara toke. Peran toke di sini menghubungkan Orang Rimba dengan aktivitas ekonomi pasar. Dalam aktivitas ekonomi pasar, baik toke maupun Orang Rimba berada dalam pola saling ketergantungan yang lebih menguntungkan toke.<br /><br />Toke berperan sebagai pihak yang membiayai kegiatan pencarian hasil hutan. Biaya yang dikeluarkan toke selama pencarian harus dibayar dalam bentuk hasil hutan oleh Orang Rimba, namun dengan situasi hutan sekarang di mana kesediaan hasil hutan sudah berkurang maka Orang Rimba terjerat hutang kepada toke.<br /><br />Orang Rimba/Kubu di Bukit Tigapuluh berbeda secara signifikan dengan Talang Mamak dan Melayu. Suku ini juga hidup dari mengumpulkan hasil hutan dan menjualnya ke luar, dan sebagian melakukan perladangan berpindah. Mereka ini mempunyai areal untuk berpindah-pindah yang cenderung mereka lindungi untuk mencari sumberdaya liar sebagai pemburu pengumpul. Ketika membuka hutan untuk perladangan berpindah, mereka cenderung melindungi daerah ini sebagai camp untuk persediaan makanan daripada membuka lahan baru.<br /><br />Budaya<br /><br />Ada beberapa budaya yang sangat menarik seperti:<br /><br /> * tradisi mencari hasil hutan : jernang, rotan, damar, dan lain-lain.<br /> * tradisi berburu : untuk memebuhi protein orang kubu berburu bai, ngaui, kancil, rusa dan ular. <br /><br />Kegiatan ini sangat menarik jika bisa dijadikan objek dalam kegiatan ekoturisme di TNBT. Namun yang paling sulit adalah menemukan posisi/tempat kelompok Orang Rimba.<br /><br />Sesudungon yaitu tempat berteduh/rumah sederhana berukuran 2x2 dan beratap daun atau plastik. Sesudongan ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan nomaden dan beberapa budaya seperti "melangun".<br /><br />Melangun adalah tradisi berpindah lokasi tinggal jika ada keluarga yang meninggal. Mereka akan meratap dan meninggalkan semua harta benda tidak bergerak untuk beberapa waktu, bisa 2 hingga lima tahun.<br /><br />Orang Rimba juga memiliki konsep dan pembedaan diri dengan orang di luar mereka. Mereka menyebut dirinya sebagai Orang Rimba yang memiliki makna orang di dalam hutan dan tidak mau bercampur dengan orang Melayu atau di luar orang Rimba. Hal ini karena adanya anggapan bahwa orang Melayu/orang di luar Rimba akan membawa penyakit bagi mereka. Sehingga Orang Rimba sampai saat ini tidak mau hidup bercampur dengan orang di luar rimba. Namun interaksi dengan orang Melayu telah berlangsung lama terutama untuk menukarkan hasil-hasil dari hutan dengan kebutuhan dari luar mereka seperti gula, tembakau dan beras. Orang Rimba juga memantangkan makanan yang berasal dari luar karena makanan dari luar dianggap mendatangkan penyakit, hal ini juga sesuai dengan sistem kesehatan yang berlaku bagi Orang Rimba.<br /><br />Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kebudayaan akan berdinamika, saat ini ada beberapa kelompok Orang Rimba di TNBT yang sudah menetap layaknya orang Melayu dan Talang Mamak yaitu kelompok Becukai, mengadaptasikan sebahagian adat dengan suku Talang Mamak yang lebih dahulu hidup di Dusun Semerantihan.<br /><br />Sumber : http://www.bukit30.orgnoel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5581803970720264709.post-32291057087985165972010-05-02T12:52:00.000-07:002010-05-02T12:59:38.530-07:00Blog ini Di-link Dari Sini Blog ini Di-link Dari Sini Tongkonan, Rumah Adat Toraja<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIhYB7uaI7M4PPy8p4xnsWO5qmIIahabYK0YVFSKEmZQ_OMtRD_exYZjrUw1WS91KkZHjrfUaKrJN7l8xKFvxBVG5U_lxRjWWIwrftIc_GxfA6jhvDXTnWJeYGLRV9_vu6xLS3F8TIFBF6/s1600/tokoan3.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 145px; height: 193px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIhYB7uaI7M4PPy8p4xnsWO5qmIIahabYK0YVFSKEmZQ_OMtRD_exYZjrUw1WS91KkZHjrfUaKrJN7l8xKFvxBVG5U_lxRjWWIwrftIc_GxfA6jhvDXTnWJeYGLRV9_vu6xLS3F8TIFBF6/s320/tokoan3.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5466764212925745522" /></a><br />Rumah Toraja di tengah alam yang permai.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5wZqRwUg-j7c0FJ91Ruf36kw3Qgp5Iz9OdMSdUZ6ezHpIwvH28PwEeAZJ2qco5T3Qa83mcJP9a9bP_42COQFBMfvnusF3Mi9FGpE-opW76mexi8PmQQQBUTe18pr1ecvxsLAiJ5Xv9Dp2/s1600/tokoan2.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 235px; height: 176px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5wZqRwUg-j7c0FJ91Ruf36kw3Qgp5Iz9OdMSdUZ6ezHpIwvH28PwEeAZJ2qco5T3Qa83mcJP9a9bP_42COQFBMfvnusF3Mi9FGpE-opW76mexi8PmQQQBUTe18pr1ecvxsLAiJ5Xv9Dp2/s320/tokoan2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5466764208642075730" /></a><br />Deretan lumbung padi.<br /><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_33DNW8d3UAA5HQzedSrABqcXu890k3nrDMUCEhYqurtzjt_wqlIxrZavW6wIDMUPXWealcToDEYEEelllOJVfo-1gxn92NKPAbXWyIYLECNguZ_F2_cXt_J54MyLeVpCpxQvAy3C-a1w/s1600/tokoan1.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 235px; height: 176px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_33DNW8d3UAA5HQzedSrABqcXu890k3nrDMUCEhYqurtzjt_wqlIxrZavW6wIDMUPXWealcToDEYEEelllOJVfo-1gxn92NKPAbXWyIYLECNguZ_F2_cXt_J54MyLeVpCpxQvAy3C-a1w/s320/tokoan1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5466764201570451618" /></a><br />Ukiran pada lumbung padi.<br /><br />Rumah asli Toraja disebut Tongkonan, berasal dari kata ‘tongkon‘ yang berarti ‘duduk bersama-sama‘. Tongkonan selalu dibuat menghadap kearah utara, yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Berdasarkan penelitian arkeologis, orang Toraja berasal dari Yunan, Teluk Tongkin, Cina. Pendatang dari Cina ini kemudian berakulturasi dengan penduduk asli Sulawesi Selatan.<br /><br />Tongkonan berupa rumah panggung dari kayu, dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Atap tongkonan berbentuk perahu, yang melambangkan asal-usul orang Toraja yang tiba di Sulawesi dengan naik perahu dari Cina. Di bagian depan rumah, di bawah atap yang menjulang tinggi, dipasang tanduk-tanduk kerbau. Jumlah tanduk kerbau ini melambangkan jumlah upacara penguburan yang pernah dilakukan oleh keluarga pemilik tongkonan. Di sisi kiri rumah (menghadap ke arah barat) dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih, sedangkan di sisi kanan (menghadap ke arah timur) dipasang rahang babi.<br /><br />Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (‘bangah‘) yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.<br /><br />Dalam paham orang Toraja, tongkonan dianggap sebagai ‘ibu‘, sedangkan alang adalah sebagai ‘bapak‘. Tongkonan berfungsi untuk rumah tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan. Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah,dan selatan. Ruangan di bagian utara disebut ‘tangalok‘, berfungsi sebagai ruang tamu, tempat anak-anak tidur, juga tempat meletakkan sesaji. Ruangan bagian tengahdisebut ‘Sali‘, berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, tempat meletakkan orang mati, juga dapur. Adapun ruangan sebelah selatan disebut ‘sumbung‘, merupakan ruangan untuk kepala keluarga. Ruangan sebelah selatan ini juga dianggap sebagai sumber penyakit.<br /><br />Mayat orang mati tidak langsung dikuburkan, tetapi disimpan di tongkonan. Sebelum dilakukan upacara penguburan, mayat tersebut dianggap sebagai ‘orang sakit‘. Supaya tidak busuk, mayat dibalsem dengan ramuan tradisional semacam formalin, yang terbuat dari daun sirih dan getah pisang. Jika akan dilakukan upacara penguburan, mayat terlebih dulu disimpan di lumbung padi selama 3 hari. Peti mati tradisional Toraja disebut ‘erong‘, berbentuk babi untuk perempuan dan kerbau untuk laki-laki. Untuk bangsawan, erong dibuat berbentuk rumah adat.noel_tourism_facultyhttp://www.blogger.com/profile/17676381767956520151noreply@blogger.com0